Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cosmos dan Chaos

24 Oktober 2020   10:03 Diperbarui: 24 Oktober 2020   10:20 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari intisari.grid.id

"Saat Wining saja yang menunjukkan kedekatan Kalian, setengah mati aku berjuang mempertahankan Kamu kan?"sanggahnya,

"Saat Kamu pun mengakui perselingkuhan Kalian, apa yang harus kulakukan? Memangnya Kamu mau berpisah dengannya?' lanjut Ratri.

"Dengan mengakui hubungan Kalian, Kamu sudah separoh membunuhku kan? Lalu, apalagi yang harus kulakukan?"keluh Ratri,"Dari hatiku yang masih separoh itu aku ingin bertahan hidup mengais bahagiaku."

"Aku lagi yang disalahkan. Selalu aku yang salah,"gerutunya menjauh dari suaminya, kemudian meneruskan kesibukannya memetiki dedaunan yang mengering pada Minggu pagi itu.

Danang pun terdiam sambil menghayati protes yang disampaikan isterinya. Dulu, segala perilaku Ratri tampak menyenangkan di matanya. Sesekali berulah seperti anak kecil, namun  untuk hal yang berkaitan dengan tanggung jawab, ia pun bersikap wajar seperti layaknya wanita dewasa pada umumnya.

Lalu, mengapa hal itu kini terasakan membosankan? Betulkah ia bersikap aji mumpung seperti yang dikatakan Ratri? Toh, sebagai sesama manusia, Ratri pun memiliki keinginan yang sama andaikan ulahnya itu didukung tradisi.

Akan tetapi, tradisi tidak berpihak kepadanya, sehingga ia pun memrogram pikiran bawah sadarnya untuk menjadi wanita yang setia, isteri yang setia. Sesuatu yang akhirnya sanggup dilakukannya kendati suaminya yang direktur itu berterus terang telah berselingkuh dengan sekretarisnya.

Kesanggupan untuk setia  yang akhirnya malah dinobatkan pikiran bawah sadarnya sebagai kriteria wanita ideal. Hal yang akhirnya menjadi sesuatu yang membanggakan serta membahagiakan.

"Makanya, kenali karakter pikiran bawah sadarmu. Ibaratkan pikiran bawah sadarmu itu gajah, janganlah ia terlalu mengendalikanmu, sehingga membuatmu terkungkung takut melangkah untuk tidak setia mengikuti ulah suamimu. Kamu terbelenggu anggapan wanita harus setia? Sedangkan lelaki tidak?"

Ia terdiam. Sejauh ini, ia hanya merasakan bahwa kesanggupannya untuk setia kepada suaminya merupakan suatu kebahagiaan. Ia terlalu mencintainya, suaminya yang terkesan juga masih mencintainya, ataukah sebuah kesadaran bahwa sebagai bagian dari kosmos, ia merasa harus selalu menjaga harmoni, keselarasan dan kelestarian, agar tidak terjadi chaos yang bisa merusak keteraturannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun