"Saat Wining saja yang menunjukkan kedekatan Kalian, setengah mati aku berjuang mempertahankan Kamu kan?"sanggahnya,
"Saat Kamu pun mengakui perselingkuhan Kalian, apa yang harus kulakukan? Memangnya Kamu mau berpisah dengannya?' lanjut Ratri.
"Dengan mengakui hubungan Kalian, Kamu sudah separoh membunuhku kan? Lalu, apalagi yang harus kulakukan?"keluh Ratri,"Dari hatiku yang masih separoh itu aku ingin bertahan hidup mengais bahagiaku."
"Aku lagi yang disalahkan. Selalu aku yang salah,"gerutunya menjauh dari suaminya, kemudian meneruskan kesibukannya memetiki dedaunan yang mengering pada Minggu pagi itu.
Danang pun terdiam sambil menghayati protes yang disampaikan isterinya. Dulu, segala perilaku Ratri tampak menyenangkan di matanya. Sesekali berulah seperti anak kecil, namun  untuk hal yang berkaitan dengan tanggung jawab, ia pun bersikap wajar seperti layaknya wanita dewasa pada umumnya.
Lalu, mengapa hal itu kini terasakan membosankan? Betulkah ia bersikap aji mumpung seperti yang dikatakan Ratri? Toh, sebagai sesama manusia, Ratri pun memiliki keinginan yang sama andaikan ulahnya itu didukung tradisi.
Akan tetapi, tradisi tidak berpihak kepadanya, sehingga ia pun memrogram pikiran bawah sadarnya untuk menjadi wanita yang setia, isteri yang setia. Sesuatu yang akhirnya sanggup dilakukannya kendati suaminya yang direktur itu berterus terang telah berselingkuh dengan sekretarisnya.
Kesanggupan untuk setia  yang akhirnya malah dinobatkan pikiran bawah sadarnya sebagai kriteria wanita ideal. Hal yang akhirnya menjadi sesuatu yang membanggakan serta membahagiakan.
"Makanya, kenali karakter pikiran bawah sadarmu. Ibaratkan pikiran bawah sadarmu itu gajah, janganlah ia terlalu mengendalikanmu, sehingga membuatmu terkungkung takut melangkah untuk tidak setia mengikuti ulah suamimu. Kamu terbelenggu anggapan wanita harus setia? Sedangkan lelaki tidak?"
Ia terdiam. Sejauh ini, ia hanya merasakan bahwa kesanggupannya untuk setia kepada suaminya merupakan suatu kebahagiaan. Ia terlalu mencintainya, suaminya yang terkesan juga masih mencintainya, ataukah sebuah kesadaran bahwa sebagai bagian dari kosmos, ia merasa harus selalu menjaga harmoni, keselarasan dan kelestarian, agar tidak terjadi chaos yang bisa merusak keteraturannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H