Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suami Istriku

21 Oktober 2020   12:42 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:55 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pngtree.com

            "Aku mencintainya, Mas," jawabnya yang membuatku terkejut.

            "Aku tak yakin," sanggahku dalam suara mengambang antara percaya dan tidak.

            "Begitulah yang kurasakan. Semula aku memang mencintaimu. Tapi saat terasakan ada skenario tersembunyi dari niatmu, cintaku pun hilang. Aku sadar, suamiku saat ini bisa jadi, bagian dari skenario Kamu juga. Tapi ia suamiku dan aku mencintainya ternyata. Aku tak bisa meninggalkannya, kecuali ia yang meninggalkanku,"jawabnya santai dalam nada yang seolah meremas jiwaku.

            Aku kembali teringat isi diary yang ditulisnya dalam tabletnya yang sempat kubaca saat bertamu beberapa waktu yang lalu. Aku merasa terperangkap dalam jeratan takdir akibat ulahku. Suatu kesalahan langkah masa lalu, yang baru kusesali setelah terjadi, ibarat kata pepatah, "Sesal kemudian tiada berguna".

            Beberapa kali kucoba mengaduk emosi istriku agar kembali kepadaku dan melupakan suami barunya, tapi ia tetap pada pendirian semula. Aku mulai cemas, jangan-jangan mereka memang ditakdirkan berjodoh? Ah, perjodohan yang terjadi karena skenario buatanku? Aku seakan merasa "menggali lubang dan aku sendirilah yang terperosok ke dalamnya"  Dalam galau, aku tersenyum masam. Mengapa teringat peribahasa-peribahasa yang kuperoleh saat masih di bangku SMP? Peribahasa- peribahasa hasil karya cipta nenek moyang tersebut ternyata bermakna dalam dan seolah memberi nasihat tersirat.

            "Maaf, Pak. Saya tidak bisa meninggalkannya. Dia istri saya dan kami telah dipersatukan dalam pernikahan. Sungguh tidak mudah mengusir rasa cinta yang menyergap secara tiba-tiba. Inikah takdir?"

            Jawaban telak yang kuperoleh dari karyawanku, yang tak kuduga sebelumnya, akhirnya kudengar juga. Aku terpaku di sampingnya dengan lesu. Aku benar-benar merasa telah menuai buah dari benih yang telah kutabur. ( 4 Feb 2014, pernah ditayangkan di blog pribadi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun