Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petaka Pukul 00.00

14 Oktober 2020   08:16 Diperbarui: 14 Oktober 2020   08:19 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surti menerima persyaratan tersebut, kemudian pulang dengan riang. Ruang belakang, tempat pakaian yang akan diseterika, dimasukinya, kebetulan malam itu menjelang pukul 00.00. Ia pun sudah masuk kamar sejak pukul 11. 50.

Suaminya yang sedang sedih karena di-PHK, tiap malam bangun untuk melakukan salat malam. Saat itulah, ia melihat seekor ular melintas memasuki kamar belakang yang tengah ditempati isterinya, katanya sedang menyeterika. Maka, diraihnya sapu ijuk yang berada di sebelah tempat wudu, digunakan untuk memukul ular tersebut. Di luar dugaan, ular tersebut mati.

"Ia terbunuh. Saat itu suamimu sedang berwudu. Ia melihat Ki Blorong melintas di depannya. Sebelum memasuki kamar gelap, ia memang berwujud ular kecil."

"Lalu, bagaimana, Mbah?"

"Ruh Kamu tetap terikat perjanjian, kelak Kalau mati akan kutahan, untuk kukaryakan sebagai nyi Blorong,"bengis suara Mbah Sira,"Lagipula, Dimas itu bukan jodohmu. Kamu memaksanya dengan minta bantuan guna-guna kepadaku. Kalaupun aku bisa membangkitkan gairahnya kepadamu, tapi itu tidak cukup. Nafsu dan cinta tidak cukup untuk melanggengkan pernikahan. Kalian harus satu visi. Memiliki kesamaan dalam tujuan hidup ke depan. Itu yang tidak Kalian miliki. Visi Dimas dengan Kamu jelas berbeda. Kamu hanya ingin harta dan kemewahan...

"Nggak paham, Ki,"tanya Surti lagi masih bersedih.

"Harusnya, mencari pesugihan itu berdua. Karena ada kesamaan visi. Hanya Kamu yang datang ke sini sendirian tanpa ditemani suami seperti ibu-ibu lainnya. Dimas pasti tidak mau jika Kamu terus terang kan? Apalagi pengaruh guna-guna agar ia selalu menurutimu, yang aji-ajinya kuberikan kepada Birun, telah luntur karena Kamu nggak memberinya uang sebanyak saat Dimas belum di-PHK."

"Bagaimana dengan ruh saya? Bukannya misi Ki Blorong gagal?"

"Itu bukan urusan saya. Kan sudah kukatakan jangan mikirin keberhasilan, toh Kamu tak akan puas. Kamu akan mengejar yang lebih lagi dan lagi. Nikmati saja prosesnya. Kini Kamu telah gagal bekerja sama dengan Ki Blorong. Usahamu sudah cukup, kecuali Kamu mau mengorbankan nyawa anak kesayanganmu...

"Jangan Mbah. Bagaimana kalau Dimas?" tawa Mbah Sira menggelegar.

"Kamu jangan membodohi aku. Dimas bukan lelaki yang Kaucintai, kan? Selingkuhanmu itu cinta sejatimu. Aku mau kalau dia, tapi bukan Dimas, karena Kamu tidak cinta. Untuk apa aku menolongmu jika dampaknya tidak membuatmu menderita kelak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun