Setiba di kantor saya membuka bekal makan pagi sambil membuka-buka buku. Jadwal on air dengan siswa melalui google meet  masih kurang satu jam tiga puluh menit. Laptop pun telah terbuka pula, siap menerima tarian jemari yang ingin menuangkan ringkasan hasil bacaan ditambah berbagai pengalaman.
Buku yang saya baca kemarin berjudul "Sukses dan Prestasi" masih setia menemani. Ada beberapa subjudul yang menarik. Pagi ini yang menarik untuk ditulis adalah tentang pekerjaan yang telah berjalan, harus diselesaikan ataukah dituntaskan? Ingatan pun melayang kepada kebiasaan, walaupun tidak selalu. Â
Bahwa saya tertarik mengikuti kursus ini itu, memang begitulah. Akan tetapi, jarang menuntaskannya sampai selesai. Manakala keingintahuan telah terjawab, biasanya saya berhenti. Ada yang menganggap saya pembosan. Ada pula yang mengatakan saya rugi tidak menerima sertifikat karena berhenti di tengah jalan.
Beberapa orang memiliki suatu"dorongan dari dalam diri yang memaksa mereka untuk menyelesaikan segala sesuatu yang telah mulai mereka lakukan, di lain pihak  orang-orang yang lain justru tidak pernah menyelesaikan segala hal yang pernah mereka mulai"Â
Begitulah kurang lebihnya kalimat pembuka dari subjudul "Haruskah Anda Menyelesaikan Pekerjaan yang Telah Anda Mulai?" Ada beberapa contoh orang yang menuntaskan pekerjaannya. Adapula contoh orang yang menghentikannya di tengah jalan. Pada akhirnya, tulisan diakhiri dengan saran langkah mana yang terbaik?
Contoh pertama, andaikan Anda tengah menulis surat kemudian kehabisan tinta, langkah bagaimanakah yang Anda lakukan? Anda segera mengambil pena lainnya untuk meneruskan atau mencari-cari pena bertinta sewarna dengan tulisan awal, walaupun berisiko mengobrak-abrik laci kemudian surat yang Anda tulis malah terbang entah ke mana?
Adakalanya orang pun cenderung ingin menuntaskan membaca novel yang menarik perhatiannya sampai tidak tidur semalaman padahal besok pagi ada rapat penting.Â
Dalam hal ini, menurut para psikolog (Hutabarat,1996:54-55) manusia memiliki dorongan dalam dirinya yang merupakan pembawaan sejak lahir, yaitu dorongan individu yang bervariasi pula.Â
Ada dorongan untuk menunda menyelesaikan sesuatu, sampai kepada dorongan untuk memaksa diri seseorang segera menyelesaikan sesuatu yang telah dilakukan. Idealnya bagaimana? Yang berada di tengah-tengah di antara keduanya.Â
Oleh karena itu, untuk mencapai keseimbangan tersebut akan sangat memudahkan bila kita mengerti cara kerja dorongan dalam diri. Tentunya hal yang berkaitan dengan langkah akhir dalam memperlakukan pekerjaan.
Ketika kita melukis sebuah lingkaran, lalu kita biarkan ujungnya terbuka tanpa kelanjutan, bagaimanakah reaksi kita maupun reaksi orang lain yang melihatnya?Â
Otak kita tanpa kita sadari, akan menyelesaikannya, walaupun hanya dalam angan, bukan? Perintis teori psikologi Gestalt, Kurt Koffa, menjelaskan tentang efek closure sebagai tegangan-tegangan yaitu pola-pola syaraf yang terbentuk dengan tidak sempurna...yang tanpa dapat dihindari, mengarah kepada kelengkapannya.
Contoh lain adalah seorang komposer besar yang suka tidur larut malam. Betapa sulit untuk membangunkannya di pagi hari, bukan? Oleh karena itu, isterinya ketika makan pagi tiba, membangunkannya dengan efek closure.Â
Dimainkannya tiga rangkaian nada dalam piano. Sang komposer mendadak gelisah dalam tidurnya, kemudian turun dari pembaringan demi menyelesaikan rangkaian nada yang telah dimainkan isterinya tersebut. Closure telah memaksa otaknya untuk melangkah menyelesaikan rangkaian nada musik yang telah terbentuk secara lengkap dalam otaknya.
Memori kita mengisi dorongan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan kebiasaan khusus dalam tingkah laku mental yang disebut efek zeigarnik, sesuai dengan nama perintisnya.Â
Dalam percobaan, Zeigarnik menugasi 138 anak untuk menyelesaikan tugas tertentu. Â Separuh siswa diminta menyelesaikan tanpa interupsi, sedangkan sebagian yang lain diinterupsi. Bagaimanakah hasilnya?Â
Ternyata setelah satu jam kemudian diadakan ujian, siswa yang diinterupsi, lebih mengingat tugasnya daripada yang tidak diinterupsi. Â Zeigarnik pun menyimpulkan bahwa orang cenderung melupakan tugas yang telah terselesaikan karena motivasi dalam menyelesaikannya sudah terpenuhi.
Efek closure dan zeigarnik bekerja dengan lembutnys dalam diri setiap orang. Walaupun demikian, beberapa orang di antara kita berada pada dua kutub ekstrim, yaitu orang- kronis yang tidak ingin menyelesaikan pekerjaan yang telah dimulainya dan orang-orang yang selalu memaksa diri untuk menyelesaikan pekerjaan apapun yang telah dimulainya, kendati menyadari bahwa yang dilakukan tersebut akan sia-sia.Â
Bagaimana solusinya? Kedua tipe tersebut, harus sanggup mengendalikan dorongan-dorongan dalam dirinya. Jika hal yang dilakukan tersebut akan bermanfaat, sebaiknya dilanjutkan. Demikian pula jika yang telah dilakukan tersebut akan sia-sia, mengapa diselesaikan?
Orang-orang yang selalu tidak tuntas dalam mengerjakan apa pun tanpa pertimbangan bermanfaat atau tidak, biasanya kondisi rumahnya pun kacau serta usaha peningkatan kualitas diri pun dilakukan dengan setengah hati. Mengapa?Â
Mungkin mereka adalah tipe orang dengan toleransi frustasi rendah, harapan yang tidak realistis pula, sehingga tidak memiliki kunci menuju keberhasilan, mudah menyerah pada kesempatan baik.
Ada juga orang yang suka mengambil lsngkah pintas dalam menyelesaikan pekerjaan karena cemas pada kegagalan. Ada juga yang takut dikritik, sehingga lebih suka bergelung pada zona nyaman, seperti mahasiswa abadi yang takut menyelesaikan kuliah karena takut terjun ke dunia masyarakat yang kejam.
Bagaimana pula dengan dorongan yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga menempuh jalan pintas maupun asal menyelesaikan semuanya baik bermanfaat maupun tidak? Dengan mengenali closure dan efek zeigarnik yang akan dapat memperbudak kita, maka kita telah memenangkan separuh peperangan, bukan?
Jika jalan pintas demi penyelesaikan target malah akan memalukan  dan merugikan orang lain, jika dorongan menuntaskan semua pekerjaan menjadi tak terbendung walaupun telah menyadari bahwa closure dan efek zeigarnik dapat memperbudak kita, maka cobalah melatih diri dengan hal sederhana.Â
Cobalah memaksa diri meninggalkan beberapa gelas dan piring di bak cucian, untuk diselesaikan kemudian setelah tugas lebih penting lainnya terselesaikan. Mengapa? Bagaimanapun, melanjutkan kehidupan secara wajar lebih penting daripada mencoba menyelesaikan pembangunan alan Taj Mahal dari tumpukan tusuk gigi, bukan?
Setelah memelajari  beberapa alasan logis untuk tidak menyelesaikan pekerjaan yang telah dimulai, kini kita pun harus berlatih memaksa diri menyelesaikan pekerjaan yang telah dimulai jika memang bermanfaat dan tidak merugikan, bukan? Bagaimanakah caranya?
Para ahli pengaturan waktu menyarankan untuk menyisihkan periode-periode tenang untuk merencanakan ulang maupun menghadiahi diri sendiri jika target terselesaikan atau telah sanggup mendahulukan hal terpenting. Selain cara tersebut, cobalah memadukannya dengan jadwal pengerjaan dan penyelesaiannya.Â
Dengan memaksa diri menyelesaikan tugas sederhana misalnya menyiangi rumput di taman, sedikit demi sedikit, tentu akan memperkuat dorongan menyelesaikan pekerjaan.Â
Dorongan tersebut misalnya skopa perhatian kita adalah 10 menit, padahal waktu penyelesaian tugas kita satu jam.Â
Menurut psikiater Dr.Leon Tec (dalam Hutabarat,1996: 58) segera setelah pikiran Anda berkelana, berhentilah bekerja dan lakukan sesuatu selama 30 detik demi perbaikan sirkulasi darah, melompat-lompatlah, senamlah, minumlah, lalu gunakan waktu sekitar 10 menit untuk berkonsentrasi pada pekerjaan Anda. Dengan demikian, Anda menggunakan tiga menit untuk interupsi dan 57 menit untuk bekerja. Selamat mmencoba.
Bahan Bacaan
Hutabarat, Shaut LS. 1996. Sukses dan Prestasi. Jakarta Mitra Usaha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H