Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Antara Deadline dan Kreativitas

13 September 2020   18:43 Diperbarui: 13 September 2020   18:48 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seringkali, setiap memberikan tugas kepada siswa, ada saja satu atau dua orang dari mereka yang bertanya tentang sanksi yang akan diberikan guru jika terlambat mengumpulkan tugas.

Pertanyaan yang adakalanya menyulut kejengkelan tersebut pun saya jawab dengan saran agar mereka mengerjakan secepatnya begitu memiliki waktu luang. Waktu luang bukan untuk disia-siakan, melainkan segera digunakan untuk menyelesaikan tugas.

Janganlah membiasakan menunda-nunda waktu,"Andaikan saya diberikan tiga pilihan permintaan, 1. Menjadi orang terkaya sedunia, 2. Menjadi wanita tercantik sedunia, 3. Kembali ke masa SMA seperti Kalian saat ini?  Tentu saya akan memilih yang ketiga. 

Mengapa? Karena hanya waktulah yang tidak dapat diupayakan bahkan dikhayalkan pun, untuk kembali. Mengkhayal sebagai orang kaya dan orang tercantik, masih bisa dicoba dengan mencari berbagai solusi untuk meraihnya. Pertanyaan yang muncul, sanggupkah? Jika sanggup, lakukan. Jika tidak, lupakan.

Tapi untuk pertanyaan ketiga, yang muncul bukan sanggupkah, melainkan mungkinkah? Jika yang muncul mungkinkah, jawabannya pun hanya satu, tidak mungkin. 

Betapa menyedihkan, karena kreativitas kita untuk mengejar bahkan mengkhayalkan impian tersebut langsung spontan dipenggal dan terpental ke sudut-sudut penyesalan tiada akhir. 

Oleh karena itu, hargai waktu, jangan menunda-nunda tugas, apalagi bertanya kapan batas akhir beserta sanksinya jika tidak menyelesaikannya. Pertanyaan yang tidak perlu dan hanya membuang-buang waktu. 

Biasanya, mereka pun terdiam jika sudah diomeli demikian. Entah apa yang terlintas di hatinya. Bisa saja si penanya menggerutu dan mengatakan bahwa bu gurunya galak. Hehehe.

Akhirnya, tatkala seorang siswa yang bagi saya juga bagi beberapa guru dari beberapa mata pelajaran, mengatakan bahwa ia tergolong pandai, justru paling awal angkat tangan dan bertanya juga tentang hal yang sama seperti tersebut di atas, setelah saya jawab sama dengan yang tertulis di atas pula, membuat saya terdorong mencari jawaban atas asumsi yang melintas. Asumsi yang menganggap bahwa ia menjadi bermalasan dalam era pandemi ini. Betulkah demikian?

Christoph Niemann, seorang penulis artikel New Yorker dan Wired, sesuai dengan bahan bacaan yang saya baca dari buku berjudul Stop Mengeluh, Siap Kerja, Kerja, dan Kerja oleh Jubilee Enterprise, pernah menulis bahwa deadline itu penting. 

Deadline bisa membuat kita berpikir secara bersungguh-sungguh. Pendapat tersebut benar. Deadline yang longgar bisa memunculkan banyak "penyakit" dan penyakit yang paling parah adalah "menunda-nunda". 

Oleh karena beranggapan bahwa deadline masih amat jauh masih mengantung di cakrawala, maka kita pun cenderung menundanya sampai mendekati akhir tenggat waktu baru tergesa-gesa menyelesaikannya.

Dalam buku tersebut juga disampaikan bahwa penyakit berikutnya dari kebiasaan menunda-nunda menyelesaikan tugas secepatnya adalah memunculkan kesan suka "meributkan hal-hal yang tidak penting".

Apabila bekerja dalam satu tim, ada saja anggota yang akan melakukan kesibukan semacam merevisi, misalnya mengubah warna, bentuk, kata-kata, dan sebagainya sampai merasa puas, padahal tidak berdampak apapun bagi produk tersebut.

Oleh karena itu, ada baiknya juga jika diberlakukan deadline secara ketat, agar setiap orang bekerja dan berpikir secara cepat pula. Dengan demikian, dapat diharapkan mereka akan mengeluarkan jurus-jurus jitu sebagai pengejar target ketat tersebut, sehingga dapat diharapkan pekerjaan pun akan cepat kelar untuk kemudian berlanjut mengerjakan pekerjaan berikutnya.

Akan tetapi, masih dari buku tersebut, ternyata ada penelitian lainnya yang berlawanan dengan pendapat di atas. Penelitian  yang membuat kita memertanyakan betulkah deadline yang kita berikan kepada siswa akan .membuat mereka menjadi menghargai waktu? Bagaimana jika ada yang malah menjadi stress? 

Penelitian berlawanan tersebut adalah penelitian yang dirilis oleh Havard University. Hal yang membuktikan bahwa jika seseorang merasa tertekan oleh deadline, mereka bisa menjadi kurang kreatif.

Mengapa demikian? Karena kreativitas adalah sebuah poses panjang dan bertahap, biasanya bergerak secara linear. Proses kreatif pertama disebut preparation. Dalam proses pertama ini, orang-orang kreatif menyiapkan diri untuk mengerjakan tugas yang baru. 

Tugas baru tersebut bisa jadi, membuat mereka sibuk mendengarkan masalah, mengumpulkan data, membahas segala kemungkinan yang dapat dilakukan. Pada intinya, segala hal yang berkaitan dengan sebuah masalah.

Proses kreatif kedua adalah incubation. Kaum kreatif membutuhkan waktu untuk memikirkan pula cara memecahkan masalah tersebut secara lebih efisien. 

Dengan demikian, mereka mulai mengasah otak, menggabungkan aneka informasi dalam pikirannya, menautkan informasi satu dengan lainnya sehingga menghasilkan sebuah karya baru yang kreatif.

Proses tersebut tentunya membutuhkan banyak waktu karena menautkan aneka informasi demi terbentuknya karya baru, tentulah tidak dapat dipaksakan, bukan? 

Proses ini pun melibatkan pikiran bawah sadar, sehingga adakalanya momen menemukan keterkaitan informasi satu dengan yang lainnya terjadi begitu tiba-tiba, tanpa terduga, sehingga tidak dapat dipaksakan.

Proses ketiga dari kreativitas adalah illumination. Setelah masing-masing informasi saling bertaut itu tercipta, orang-orang kreatif tersebut pun menemukan pola pemecahan masalah. 

Selanjutnya, proses terakhir adalah verification. Dalam tahap akhir ini, para pemikir kreatif harus membuktikan bahwa temuannya tersebut benar-benar membantu memecahkan masalah.

Dari keempat proses tersebut di atas, terlihat bahwa proses kedualah yang tidak dapat dihadang oleh waktu. Dalam situasi ini, cara terbaik memang melimpahkan deadline kepada anggota tim lainnya daripada terbengkalai semuanya. Itulah sebabnya, mengerjakan banyak tugas kreatif dari satu tugas ke tugas berikutnya, secara bergantian, bukanlah prinsip kerja yang efektif.

Akan jauh lebih efektif jika menyelesaikan sebuah tugas terlebih dahulu baru beralih ke tugas-tugas berikutnya. Oleh karena incubation memerlukan waktu yang lama bahkan adakalanya melibatkan pikiran bawah sadar untuk penyelesaian, melakukan tawar- menawar dengan pemberi tugas bukan merupakan ide yang buruk.

 Mengapa saat ujian, siswa pun diberi hari tenang? Agar mereka pun dapat memiliki waktu untuk incubation.  Dalam buku yang diterbitkan PT Elex Media Komputindo tahun 2017 tersebut dikatakan, masa tenang yang paling efektif adalah berkonsentrasi pada ujian dengan cara mengait-ngaitkan informasi yang didapat saat sebelum ujian, bukan malah membuang-buang waktu bersama teman-teman. 

Bahan bacaan tersebut menepis dugaan bahwa siswa penanya yang selama ini tergolong pandai, menjadi bermalasan mengerjakan tugas dalam era pandemi covid -19 ini. Ada kemungkinan ia tergolong siswa yang baru dapat mengerjakan tugas berikutnya setelah tugas awal terselesaikan. 

Walaupun adapula siswa yang akan menyelesaikan terlebih dulu tugas yang disenanginya, baru beralih kepada tugas yang kurang disenangi, berlanjut mengerjakan tugas yang tidak disenangi.

Jika tugas menulis disisihkan karena dianggap tugas yang kurang disenangi, harus disikapi dengan sabar karena proses meliteraikan siswa pun memerlukan waktu. Yang penting perjuangan sebagai sahabat literasi terus berjalan. 

Hehehe, mengutip pendapat pak Emcho, penggerak literasi dalam grup Rumah Virus Literasi, bahwa integritas sebagai sahabat literasi akan nampak wujudnya tatkal teruji masa kritis. 

Ketika kesibukan menumpuk, apakah masih meluangkan waktu (make time) untuk membaca atau menulis? Jika masih, berarti dapat dianggap lulus sebagai sahabat literasi.  Salam untuk para sahabat literasi yang dikomandani Pak Emcho dalam grup Rumah Virus Literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun