Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Akhir Perjalanan Pandawa

27 Juni 2020   04:54 Diperbarui: 10 Juni 2021   11:22 14277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akhir Perjalanan Pandawa. | pinterest.com/pin

Walaupun terkesan pasrah, namun Dewi Gandari ibu para Kurawa masih memendan amarah atas kematian anak-anaknya dalam perang Baratayuda. Jika teringat hal itu, ia pun mengutuki Kresa, karena dialah motivator terjadinya peperangan tersebut. Konon, Dewi Gandari yang didukung adiknya, Sangkuni,  telah mendidik anak-anaknya agar menikung Pandawa, sepupunya. Semua itu dilakukan karena dendam kepada Pandu Dewanata yang tidak memilihnya, malah memberikannya kepada saudaranya, Destarastya yang buta.

Sementara itu, Yudhistira yang masih sangat berduka atas kematian Karna sebagai kakak tertua seibu di medan laga, menolak menjadi raja pascapeperangan tersebut. ia ingin hidup menjadi pertapa di hutan dan meminta Arjuna menggantikan posisinya. Arjuna tentu saja keberatan atas niat Putra Pandu yang tertua tersebut. 

Akhirnya, atas desakan semua peserta pertemuan, Yudhistira pun menuruti permintaan mereka menjadi raja Astinapura. Ia memimpin kerajaan dengan adil dan mencintai rakyatnya sesuai dengan nasihat-nasihat yang diberikan Resi Bisma.

Walaupun para Kurawa telah ditumpas Pandawa, namun Raja Yudhistira tetap menghargai pamannya sehingga sang Destasastya tidak lagi berduka. Ia bahkan tampak lebih berbahagia daripada sebelumnya, tatkala kerajaan masih berada di tangan Raja Duryudana, anak sulungnya. Akan tetapi, lain lagi sikap Bima, putra kedua Pandu. Manakala ia berpapasan berdua saja dengan pamannya tersebut, ia tumpahkan segala kekecewaan, betapa jahat para Kurawa kepada para Pandawa. 

Baca juga: Selamat Hari Wayang Nasional, Mari Mengenal Karakter Pandawa Lima

Mereka dikondisikan kalah bermain dadu sehingga menjadikan Drupadi sebagai bahan taruhan, dan segala kekecewaan lainnya atas keteledoran pamannya itu dalam mendidik anak-anaknya, yang juga saudara sepupunya. 

Sang Destarastya pun mengakui keteledorannya itu, bahwa ia telah mengabaikan saran Widura, adiknya agar Pandawa dan Kurawa bersatu. Ia pun tak mendengarkan nasihat Bisma agar Kurawa mengembalikan separuh kerajaan Astinapura kepada yang lebih berhak, Pandawa. Kelalaian atas dasar sayang anak telah dibayar mahal dengan kehancuran keturunannya.

Atas nasihat Begawan Wiyasa melalui Arjuna, para Pandawa pun turun tahta kemudian berniat hidup sebagai pertapa di hutan. Oleh karena putera Drupadi sebagi permaisuri Raja Yudistira maupun Gatotkaca putera Bima meninggal saat berlangsungnya perang Baratayuda, maka Parikesit putera Arjuna yang menggantikan Raja Yudistira, tatkala para Pandawa disertai Drupadi telah memutuskan meninggalkan kerajaan untuk hidup sebagai pertapa di hutan.

Tatkala para Pandawa memasuki hutan, seekor anjing mengikuti perjalanan mereka. Mereka pun berjalan melewati Sungai Gangga, Gunung Himalaya, bahkan sampai pula di gurun pasir. Di tempat itulah, Drupadi meninggal dunia. Konon, akibat kesalahan ucap Dewi Kunti agar "hadiah" yang diterima Ajuna dalam lomba memanah dibagi dengan saudara-saudaranya, Drupadi pun harus menerima nasib berpoliandri, menjadi isteri para Pandawa bergantian selama dua tahun, lalu kembali menjadi permaisuri Raja Yudhistira.

Di antara kelima putra Pandu, Bimalah yang paling mencintai Drupadi walaupun Bima memiliki isteri lain, Dewi Arimbi yang merupakan ibu Gatotkaca. Maka, dalam sedihnya, Bima pun bertanya kepada kakaknya mengapa Drupadi meninggal dunia lebih dulu? Yudhistira pun menjawab, bahwa dalam membagi cinta kepada kelima Pandawa, Drupadi sebagai manusia biasa tetaplah tidak bisa adil. 

Dari kelima Pandawa, hanya Arjuna 'sang pemenang lomba' atas dirinyalah yang paling dicintainya, kendati sebagai raja, Yudistira menjadikannya isteri tunggal tanpa selir. Oleh karena itu, Drupadi tidak dapat lagi mengikuti perjalanan mereka.

Baca juga: Kecurangan Pandawa

Tak lama kemudian, Sadewa si kembar dengan Nakula, putera Pandu dari Dewi Madrim pun meninggal. Sekali lagi Bima pun bertanya dengan sedihnya kepada kakaknya yang dijawab bahwa semasa hidup Sadewa sangat sombong sehingga ia pun tidak dapat mengikuti perjalanan mereka sebagai pertapa. Belum hilang kesedihan mereka, Nakula pun menyusul Sadewa. Sekali lagi Yudhistira menjelaskan kepada kedua adiknya, bahwa Nakula pun tidak dapat mengikuti perjalanan mereka sebagai pertapa karena semasa hidup ia merasa dirinya paling tampan tanpa tandingan.

Ternyata Arjuna pun tidak kuat mengikuti perjalanan mereka, kemudian meninggal menyusul Drupadi, Nakula, dan Sadewa. Yudhistira mengatakan kepada Bima, bahwa semasa hidup Arjuna mudah menganggap remeh masalah, misalnya mengatakan bahwa ia akan sanggup mengalahkan musuhnya dalam sehari padahal ucapannya tidak terbukti. Tak lama kemudian Bima pun merasakan gemetaran, badannya lemah, sehingga tak dapat lagi mengikuti kakaknya. Yudhistira mengatakan kepada adiknya itu bahwa Bima sangat suka makan, kalau berkata-kata pun seringkali kasar dan menyakitkan, serta masih suka menyombongkan kekuatannya.

Tinggallah Yudhistira berjalan sendiri hanya ditemani seekor anjing yang selalu mengiringinya sejak mereka meninggalkan istana. Tak lama kemudian datanglah Hyang Indra naik kereta sambil menyampaikan kabar dan menghibur kedukaan Yudhistira yang kehilangan isteri dan adik-adiknya. Hyang Indra mengatakan bahwa kematian merupakan kewajiban manusia jika ingin menuju surga. Sedangkan Yudhistira akan masuk surga bersama jasadnya sebagai penghargaan atas ketekunannya menjalani kehidupan secara manusiawi.

Yudhistira menjawab, bahwa ia sangat bersyukur atas penghargaan tersebut. Akan tetapi, sungguh dirinya keberatan meninggalkan anjing yang telah setia mengikuti perjalanannya sehingga ia tidak sendirian manakala adik-adiknya telah meninggal lebih dulu. 

Hyang Indra menjawab, bahwa tidak seharusnya Yudhistira menghiraukan anjing tersebut. Bukankah ia hanya binatang? Yudhistira bersikukuh tidak mau masuk surga tanpa ditemani anjing tersebut. Anjing itulah yang menemaninya manakala ia seorang diri di gurun setelah kehilangan keluarganya. Jika ia mengabaikannya, ia merasa dirinya menjadi manusia yang rendah budi.

Baca juga: Kenapa Korawa Berani Memerangi Pandawa? Tragedi yang Memilukan

Hyang Indra pun menjawab argumentasi Yudhistira dengan menyudutkannya, bahwa ia telah tidak setia kepada permaisurinya, Drupadi, dan adik-adiknya, dengan bukti ia tetap meneruskan perjalanan kendati tanpa mereka. Yudhistira pun membantah, bahwa bukan berarti dirinya tidak setia kepada mereka. Ia meninggalkannya untuk meneruskan perjalanan karena ditinggal mati oleh mereka. Bukan dirinya yang meninggalkan mereka.

Setelah Yudhistira menjawab demikian, anjing tersebut menghilang dan muncullah Hyang Darma yang kemudian memeluknya, seraya bersabda,"Yudhistira. Dua kali kami menguji keutamaan sifat kemanusiaanmu. Pertama, ketika kami menawarimu andaikan diminta menghidupkan satu di antara saudaramu, Kamu memilih siapa? Ternyata bukan Bima atau Arjuna yang Kaupilih, melainkan Nakula, demi kepentingan Dewi Madrim. Kini, kami kembali mengujimu. Ternyata Dirimu pun sangat menghargai kesetiaan walaupun kesetiaan itu ditunjukkan oleh seekor anjing. Mengingat budi pekertimu sebagai manusia, maka mari masuk ke surga.

Tak lama kemudian, datang pula Resi Gana dan Begawan Narada untuk mengawal Yudhistira menuju surga. Hyang Indra pun tak henti memuji-muji budi pekerti Yudhistira sebagai manusia sempurna berakhlak mulia. Yudhistira berdatang sembah sambil menanyakan di mana posisi isteri dan saudara-saudaranya? 

Pertanyaan yang dijawab Hyang Indra dengan mengatakan bahwa ia tak seharusnya memikirkan mereka lagi, karena mereka telah memetik karma hasil perbuatan mereka sendiri. Akan tetapi, Yudhistira sekali lagi menolak masuk surga tanpa ditemani isteri dan saudara-saudaranya. Para dewa tersebut pun tidak dapat menolak, sehingga atas keutamaan budi Yudhistira itulah, keempat saudaranya beserta permaisurinya pun terbawa memasuki surga bersamanya.

Sidoarjo, 27 Juni 2020

Bahan Bacaan

Saleh, M. 1992.  Mahabarata. Jakarta: Balai Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun