Salma dan teman-temannya terlihat begitu bersemangat setiap hari. Keliling sekolah, berinteraksi dengan siswa, dan membuat berbagai kegiatan pembelajaran yang seru. Mereka adalah mahasiswa magang dari universitas di purwokerto yang tengah menjalankan program MBKM di sebuah sekolah Menengah di pinggiran kota. Senyum mereka selalu merekah, memancarkan aura positif yang menular kepada semua orang di sekitarnya.
Namun, di balik senyum ceria itu, terdapat berbagai perasaan dan pikiran yang rumit. Salma, misalnya, awalnya merasa sangat antusias dengan program magang ini. Ia ingin sekali menerapkan semua teori yang telah dipelajarinya di bangku kuliah. Namun, kenyataan di lapangan ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Siswa-siswanya memiliki karakter yang sangat beragam, ada yang aktif, ada yang pendiam, ada yang sulit fokus, dan ada pula yang memiliki masalah belajar.
"Saya merasa kewalahan menghadapi anak-anak yang berbeda-beda ini," ujar salma kepada teman satu kamarnya, Astri.
Astri mengangguk sambil tersenyum simpul. "Saya juga merasakan hal yang sama. Tapi, coba kita lihat dari sisi positifnya. Kita bisa belajar banyak hal dari mereka."
Selain Salma dan Astri, ada juga Bela yang merasa kesulitan dalam mengelola kelas. Ia sering merasa frustasi ketika rencana pembelajarannya tidak berjalan sesuai harapan. "Saya ingin sekali membuat anak-anak senang, tapi kok rasanya sulit sekali ya?" keluhnya.
Sementara itu, Arda , mahasiswa yang memiliki minat di bidang teknologi, merasa kurang relevan dengan materi yang harus ia ajarkan. Ia lebih tertarik untuk mengembangkan aplikasi pembelajaran yang interaktif, namun kesempatan itu belum terbuka lebar.
Meskipun begitu, mereka tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk siswa-siswanya. Mereka belajar membuat media pembelajaran yang menarik, mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif, dan menjalin hubungan yang baik dengan siswa dan guru. Mereka juga saling mendukung dan berbagi pengalaman satu sama lain.
Suatu sore, setelah selesai mengajar, mereka berkumpul di ruang guru. Sambil menikmati secangkir teh hangat, mereka mulai bercerita tentang pengalaman mereka selama magang. Mereka berbagi cerita tentang kesuksesan, kegagalan, dan pelajaran berharga yang telah mereka dapatkan.
"Saya baru sadar bahwa menjadi guru itu tidak hanya tentang mengajar, tapi juga tentang menjadi seorang sahabat bagi anak-anak," ujar salma .
"Saya belajar bahwa setiap anak memiliki potensi yang luar biasa. Tugas kita adalah membantu mereka untuk menemukan dan mengembangkan potensi itu," tambah Astri.