Akhir-akhir ini saya merasa, bahwa selama ini seringkali saya tidak konsisten. Hampir separuh usiaku (masa anak-anak tidak dihitung lho ya, karena masih polos dan lugu), saya tidak menyadari bahwa saya tidak konsisten. Baru akhir-akhir ini, tiba-tiba saya menemukan kesadaran, bahwa saya seringkali tidak konsisten.
Jauh-jauh hari, sudah diwanti-wanti Kanjeng Guru, jangan menyimpan rasa benci. Apalagi merawatnya, oh jangan!
Saya mengangguk, berusaha mengenyahkan rasa benci. Hari demi hari, saya merasa sudah mampu memindahkan rasa benci ke laut. Hatiku menjadi enteng. Benarkah?
Kalau saya benar-benar tidak mempunyai rasa benci, mengapa darah saya selalu mendidih setiap membuka postingan di medsos, yang tidak sesuai dengan apa yang kuinginkan? Kalau saya tidak mempunyai rasa benci, mengapa saya dengan entengnya menilai bahwa pendapat dia benar dan pendapat di sebelah sana tidak benar? Apakah saya mempunyai hak untuk menilai?
Kalau saya tidak mempunyai rasa benci, mengapa saya sibuk mencari penjual kurma?
Artinya, saya masih manusia biasa (yang terus berusaha menjadi lebih baik).
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H