Moment Idul Fitri memang waktu yang paling tepat untuk meminta maaf dan memaafkan. Walau sebenarnya, meminta maaf itu bisa dilakukan setiap hari, asal kita mau.
Meminta maaf dan memaafkan, dua sahabat karib yang seia sekata. Bila ada orang yang meminta maaf, sebagai makhluk sosial yang baik, seharusnya kita member maaf. Namun prakteknya, benarkah demikian? Benarkah meminta maaf itu semudah kita membalikkan tangan? Apakah benar, member maaf itu, semudah kita mengedipkan mata? Jawabnya saya tahu pasti : tidak semudah itu, Maria Mercedes!
Kalau susah, mengapa sebelum Hari Raya Idul Fitri tiba saja, broadcast permintaan maaf sudah datang bertubi-tubi. Ada yang dengan kalimat panjang lebar nan indah menyentuh kalbu, ada yang bernuansa bercanda, ada yang singkat, dan lain sebagainya. Intinya sebetulnya satu, mohon maaf lahir dan bathin!
Broadcast-broadcast indah yang berseliweran di hape kita itu, hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja, bahwa sesama makhluk harus saling memaafkan. Hanya sebagai  pemanis buatan saja, hehehe...!Â
Sebetulnya, tidak perlu mengirim permintaan maaf juga tidak apa-apa kan? Apalagi bagi teman-teman yang tidak pernah atau jarang ketemu. Tetapi mengapa tetap saja berkirim maaf? Karena etika sosial seperti itu. Bila kita berkirim maaf, nanti dibilang sombong atau ada perasaan-perasaan sungkan lainnya. Jadi, permintaan maaf itu hanya sekedar etika sosial.
Esensi permintaan maaf yang sesungguhnya, belum banyak yang melakukan. Orang yang sedang bermusuhan, tidak akan mungkin bisa serta merta bermaaf-maafan. Apalagi sang mantan yang sudah sangat menyakiti, hehehehe..., tak mungkin bisa dimaafkan katanya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H