Prodi : MIAT
Fakultas : Ushuluddin
Instansi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sinopsis Buku
Dalam pendahuluan buku ini, Hasani menuliskan bahwa kajian tentang munāsabah berawal dari kenyataan bahwa sistematika urutan ayat-ayat atau surah-surah al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Muṣḥaf ʻUṡmanī sekarang tidak berdasarkan kronologis turunnya. Inilah penyebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan surah di dalam al-Qur’an. Pendapat pertama mengatakan bahwa urutan surah berdasarkan pada tauqīfī dari Nabi. Pendapat kedua mengatakan bahwa urutan surah berdasarkan atas ijtihādi. Pendapat ketiga mengatakan hal yang serupa dengan kelompok pertama. Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika urutan surah ini, wajarlah jika masalah teori korelasi al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulūm al-Qur’ān.
Diskursus penting tafsir al-Qur’an muslim modern dalam konteks relevansi untuk kajian munāsabah dalam al-Qur’an di dunia muslim kontemporer mengemuka setelah selesainya penulisan disertasi di School Oriental and African Studies (SOAS) pada tahun 2006, yang telah mencoba menerapkan munāsabah dengan pendekatan bahasa untuk menafsirkan al-Qur’an. Pro-kontra kajian munāsabah antara pentingnya mengedepankan munāsabah dan tidak perlu adanya munāsabah telah menjadi konsumsi public yang tidak terpisahkan dari kajian ‘ulūm al-Qur’ān. Dalam buku ini fokus membahas tentang munāsabah dalam tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab.
Isi Resensi
Bab pertama dalam buku ini membahas tentang munāsabah dalam kajian al-Qur’an. sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa kajian tentang munāsabah berawal dari kenyataan bahwa sistematika urutan ayat-ayat atau surah-surah al-Qur’an yang terdapat dalam muṣhāf ‘uṡmānī sekarang tidak berdasarkan pada kronologis turunnya. Hasani mengungkapkan bahwa tuntutan bagi terjadinya al-Qur’an yang ṣahīh li kulli zamān wa makān yang diistilahkan oleh Quraish Shihab dengan ‘membumikan al-Qur’an’, dalam bahasa Nashr Hamid Abu Zaid dikenal dengan tekstualitas al-Qur’an atau meminjam kata Syahrus al-qirā’ah al-mu’āṣirah (pembacaan dengan cara baru) yang mulai timbul ketika adanya kesenjangan di antara keadaan, hubungan, dan peristiwa dalam masyarakat, serta sempitnya terhadap pehamahan al-Qur’an. Hasani menyebutkan bahwa dalam konteks tafsir Nusantara, M. Quraish Shihab adalah seorang mufassir yang bisa ‘dianggap’ mewakili tafsir Indonesia. Curahan pemikirannya di bidang al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan munāsabah ia hidangkan melalui karyanya tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
Pada bab kedua buku ini membahas beberapa teori munāsbaah dari pakar al-Qur’an klasik, kontemporer, ilmuwan barat sampai orientalis, terutama dalam konteks menyoal peranan munāsabah sebagai rancang bangun penafsiran. Munāsabah dan peranannya sebagai instrument penafsiran merupakan variabel yang nantinya akan sangat berperan dalam melihat bagaimana munāsabah secara teoritis mampu memberikan pengaruh terhadap pemahaman al-Qur’an. tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an terdiri dari susunan ayat dan surah yang diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan. Hasani mengungkapkan bahwa studi tentang munāsabah atau korelasi ayat dengan ayat atau surah dengan surah mempunyai arti penting dalam memahami makna al-Qur’an serta membantu dalam proses penakwilan dengan baik dan cermat. Ilmu munāsabah bisa jadi berperan menggantikan ilmu asbāb al-nuzūl apabila seseorang tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lain.
Pada bab ketiga buku ini membahas tentang tafsir al-Misbah dalam tradisi tafsir nusantara. Pada bab ini akan dijelaskan secara komprehensif mengenai tafsir al-Misbah tentang peran dan posisinya dalam penafsiran al-Qur’an di nusantara. Hasani mengungkapkan bahwa hal ini perlu dilakukan karena dari budaya, tradisi, adat istiadat, mazhab, dan keilmuan inilah pada gilirannya dirumuskan satu model penafsiran dalam bingkai ke-Indonesiaan. Selain itu, perspektif ini menjadi penting ketika melihat fakta bahwa banyaknya upaya penulisan tafsir di Indonesia dari berbagai telisik. Maka dalam buku ini Hasani menjadikan model penafsiran Quraish Shihab sebagai sampel dalam mengupayakan penerapan munāsabah dalam penafsiran. Dalam hal ini akan dilihat kondisi sosial dan intelektual, kesarjanaan dan karya Quraish Shihab, metode dan karakteristik tafsir al-Misbah serta bagaimana Quraish Shihab mendudukkan di antara banyaknya tafsir Indonesia yang dianggapnya sebagai pesan, kesan, dan keserasian al-Qur’an. Salah satu penjelasan tentang sosok Quraish Shihab yang disebutkan Hasani dalam buku ini yaitu Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir sekaligus pendidik. Dia mengabdikan keahlihannya dalam bidang tafsir dalam bidang Pendidikan.
Pada bab keempat buku ini membahas tentang model munāsabah al-Qur’ān dalam tafsir al-Misbah. Setelah sebelumnya pada bab ketiga Hasani menguraikan secara panjang lebar seputar munāsabah sebagai sebuah metodologi, dan dijelaskan pula posisi tafsir al-Misbah dalam tradisi tafsir nusantara. Pada bab ini Hasani menguraikan tentang metode menyikap munāsabah al-Qur’ān, urgensi, fungsi, dan kegunaan memahami ilmu munāsabah serta upaya pengembangannya, dan karakteristik munāsabah dan jenis-jenisnya dalam tafsir al-Misbah, analisis perbandingan terhadap pola dan pendekatan. Hasani mengungkapkan bahwa kajian munāsabah sebagai dispilin ilmu sangat membantu dalam memahami kandungan dan hukum yang terdapat dalam al-Qur’an. Hal ini mengisyaratkan bahwa munāsabah sangat penting dan juga sangat dibutuhkan manusia dalam memahami dan mengetahui isi dan makna dari al-Qur’an. Munāsabah dapat menjadikan bagian demi bagian pembicaraan al-Qur’an menjadi tersusun sedemikian rupa laksana bangunan yang kokoh dan serasi antara bagian demi bagiannya.