Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsoff mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu. Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannya di dalamnya ilmu. Sementara itu Saifullah memberikan kesimpulan umum bahwa pada dasarnya filsafat tiada lain adalah hasil pemikiran manusia, hasil spekulasi manusia betapapun tidak sempurnanya daya kemampuan pikiran manusia. Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis, spekulatif, dan empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk filsafat menentukan tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut sebagai induknya ilmu pengetahuan (Susanto, 2021).
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia. Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis (Wahid, 2012).
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisisnya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni. Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda. (Wahid, 2012).
Filsafat dan keseluruhan ilmu itu bertemu pada satu titik, titik itu adalah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang disebut dengan objek material, akan tetapi ilmu dan filsafat tetap berbeda, tidak sama, karena berbeda pada objek formalnya. Objek formal ilmu itu adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya, sedangkan objek formal filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Ilmu pengetahuan, dengan metodenya sendiri mencoba berusaha mencari kebenaran tentang alam semesta beserta isinya dan termasuk di dalamnya adalah manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri, juga berusaha mencari kebenaran, baik kebenaran tentang alam maupun tentang manusia (sesuatu yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, karena di luar atau di atas jangkauannya) ataupun tentang Tuhan, Sang Pencipta segala-galanya (Abbas, 2010).
Filsafat mencoba mencari kebenaran dengan cara menjelajahi atau menziarahi akal-budi secara radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), mengakar, sistematis (logis dengan urutan dan adanya saling hubungan yang teratur) dan integral (universal atau berpikir mengenai keseluruhan) serta tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri, yaitu logika. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan menggunakan metode atau cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) atau sangat terkait dengan tiga aspek, yaitu aspek hipotesis, aspek teori, dan aspek dalil hukum. Selanjutnya kebenaran ada yang bersifat spekulatif atau kebetulan saja adalah kebenaran yang bersifat dugaan atau perkiraan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, secara riset dan secara eksperimen. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang bersifat positif, bukan bersifat spekulasi atau kebetulan saja, yaitu kebenaran yang masih berlaku sampai saat ini yang dapat diuji. Baik kebenaran filsafat maupun kebenaran ilmu pengetahuan kedua-duanya bersifat nisbi atau relatif, artinya sifatnya sementara dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia, yang sangat tergantung kepada situasi dan kondisi, termasuk perubahan alam (Abbas, 2010).
Mengenai lapangan pembahasan ilmu dan filsafat. Lapangan ilmu pengetahuan mempunyai daerah-daerah tertentu, yaitu alam dengan segala kejadiannya. Sedangkan, filsafat adalah tentang hakikat yang umum dan luas. Mengenai tujuannya, tujuan ilmu pengetahuan adalah berusaha menentukan sifat-sifat dari kejadian alam yang di dalamnya juga terdapat manusia. Sedangkan filsafat bertujuan untuk mengetahui tentang asal-usul manusia, hubungan manusia dengan alam semesta dan bagaimana akhirnya (hari kemudiannya). Mengenai cara pembahasannya, filsafat dalam pembahasannya tidak mempergunakan percobaan-percobaan serta penyelidikannya mempergunakan pikiran dan akal. Sedangkan ilmu pengetahuan dalam pembahasan dan penyelidikannya mempergunakan panca indera dan percobaan-percobaan. Mengenai kesimpulannya, ilmu pengetahuan dalam menentukan kesimpulan-kesimpulannya dapat diterapkan dengan dalil-dalil yakin yang didasarkan pada penglihatan dan percobaan-percobaan. Sebaliknya, filsafat dalam menentukan kesimpulan tidak memberi keyakinan mutlak, sebagai kesimpulan selalu mengandung keraguan yang mengakibatkan perbedaan-perbedaan pendapat di antara ahli-ahli filsafat, serta jauh dari kepastian, kerja sama, serta keyakinan (Susanto, 2021)
Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak atau dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan atau eksperimen) batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi batasnya adalah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin, mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajian-kajian tersendiri. (Wahid, 2012)
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisisnya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan kata lain, filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda (Wahid, 2012).
Hubungan Filsafat Ilmu dengan Pendidikan Kewarganegaraan
Landasan berpikir filsafat terdiri dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi memiliki makna bahwa ilmu yang mempelajari setiap hal yang dianggap ada. Terdapat dua jenis objek ontologi yaitu formal dan material, ontologi memiliki fungsi reflektif atas objek asumsi dan postulat ilmu. Dengan ontologi bangunan keilmuan diharapkan dapat menggambarkan objek yang jelas. Epistemologi dapat dipahami sebagai teori ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang sesuatu yang dianggap ada. Fungsi epistemologi sebagai landasan tindakan manusia, dasar pengembangan dan sarana mengenai kebenaran pengetahuan. Metode keilmuan dalam epistemologi adalah deduktif dan induktif. Aksiologi memiliki manfaat secara moral yang dapat dilihat apakah ilmu ini memiliki manfaat untuk kualitas kehidupan manusia. Secara filsafat keilmuan, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki Ontologi pokok ilmu politik khususnya konsep demokrasi dan hak dan kewajiban warga negara serta hubungan warga negara dengan negara.