Sedang ramai di berita online tentang ucapan Gus Miftah yang ngawur.
   Alkisah di suatu acara keagamaan Islam di sana Gus Miftah di berikan kesempatan untuk berdakwah.
   Ketika berdakwah maka suara dan kalimat yang terdengar tentukah mampu menciptakan kesejukan untuk pendengar.
   Apalagi suasana saat berdakwah mempunyai situasi yang suci khususnya untuk umat Islam di sana.
   Tapi ada suatu kata kotor yang di ucapkan oleh Gus Miftah. Kata tersebut mirip suatu golongan nasab yang sedang viral, saya berikan simbol saja yaitu huruf "g".
   Sebenarnya kata yang di pakai tersebut punya maksud sebagai lelucon. Maka lahir gelak tawa para jemaah.
   Namun karena lain ladang lain belalang maka lain pula pemikiran dari pihak yang merasa bahwa Gus Miftah telah melakukan pelecehan terhadap manusia.
   Kenapa bisa begitu? Karena orang yang di anggap rendah adalah pedagang teh manis yang sedang berjuang demi sesuap nasi.
   Singkat cerita Gus Miftah dan pedagang teh manis akhirnya berdamai. Gus Miftah minta maaf dan pedagang teh manis pun bersedia menerima permintaan maaf dari pemimpin pondok pesantren di wilayah Jawa Timur itu .
   Walaupun pertikaian sudah selesai namun bagi beberapa orang kisah ini baru di mulai.
   Berapa gambar ejekan untuk Gus Miftah terlihat ramai di internet.
   Saya merasakan ilustrasi itu sangat bersemangat untuk membuat citra lulusan sekolah tinggi agama itu hancur lebur.
   Kenapa begitu? Mungkin karena Gus Miftah adalah pendukung mantan presiden Jokowi, atau karena posisi Gus Miftah yang ulama itu tidak sepaham dengan ulama yang anti mantan presiden Jokowi.
   Bagi saya cerita ini adalah ekor dari kisah saat pak Jokowi masih menjadi presiden RI.
   Pada jaman itu ucapan yang mengandung pelecehan kepada nilai kemanusiaan sudah lahir.
   Buktinya ada kata-kata seperti murtad, kafir, antek cina, budak asing, darah yang halal, dungu yang di ucapkan oleh personal terpelajar.
   Mereka yang tidak setuju dengan presiden Jokowi adalah individu yang pernah merasakan bangku kuliah lalu lulus minimal bergelar strata satu, bahkan ada yang sampai punya gelar akademis tingkat tinggi.
   Bisa di teliti bahwa orang-orang sombong memang berasal dari kaum berlebihan.
   Lebih dari hal keilmuan juga lebih dari hal harta benda, dalam arti tidak perlu kuatir dengan asap ngebul di dapur.
  . kejadian ini memang menyedihkan karena orang-orang yang punya banyak kekuatan mampu menekan kelompok  yang berbeda status sosial dan berbeda persepsi pada suatu hal.
   Semoga saja cerita sedih tentang penjual teh manis mampu membuat kita semua sadar bahwa perbuatannya sombong dan menghina juga fitnah bukan suatu sikap yang pantas di pertahankan.
   Sikap seperti ini harus di musnahkan atau nilai-nilai kemanusiaan akan punah dan meninggalkan prilaku manusia kasar juga serakah.
   Semoga negara ini tidak terjadi krisis moral kaum cerdas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H