Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Malu Menjadi Manusia Indonesia

23 September 2021   13:15 Diperbarui: 23 September 2021   13:40 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara kaya dengan hasil alam baik yang di atas dan di dalam tanah. Termasuk pula hasil kekayaan dari laut biru yang sangat luas. Selain itu ada pula kekayaan yang membuat kagum para warga bermata biru dan hijau juga berkulit putih. Mereka melihat ada kekayaan intelektual yang sempurna yaitu budaya lampau dalam bentuk seni di bidang apapun yang masih dirawat sampai sekarang.

Contoh sederhananya adalah makanan kuno bernama klepon. Kue basah yang terbuat dari tepung beras berisi gula merah cair lalu di bentuk bulat, kemudian di rebus, agar berwarna hijau di campur cairan dari daun pandan dan terakhir dalam keadaan kering di taburkan serpihan kelapa berwarna putih. Rasanya wow!

Namun pernah pula terdengar cerita sedih tentang kue yang juga punya nama onde-onde. Ada gelar buruk menimpa kue kesukaan saya sejak sekolah dasar. Pada waktu itu di internet ramai seorang suci mengatakan bahwa kue tersebut haram di makan oleh kelompok agama tertentu karena ada warna putih  dari kelapa yang di parut dengan tangan. Menurut orang suci tersebut, warna putih yang menempel pada kue basah itu mirip dengan warna salju yang  ada pada bulan desember.

Pada bulan terakhir pada suatu tahun, salju hadir sebagai tanda perayaan kudus untuk agama yang berbeda dari komentar orang suci tersebut. Sempat terjadi perdebatan namun syukurlah kue klepon di jawa atau onde-onde di sumatera bisa mendapatkan kembali label halal setelah orang suci tersebut insaf. Tapi kejadian di dunia sering terjadi pengulangan bagai waktu siang dan malam.

Ada nasihat dari orang suci  di internet yaitu sesuatu yang di anggap tidak pantas di lakukan oleh suatu agama tertentu karena bertentangan dengan perintah dari langit adalah berkunjung ke candi Borobudur. Dengan mengucapkan tentang aturan di kitab suci bahwa di candi Borobudur adalah tempat pemujaan untuk agama yang berbeda keyakinan maka tidaklah pantas datang ke sana walau hanya untuk bertamasya.

Bila masih keras kepala untuk tiba di candi peninggalan raja Samaratungga dari dinasti Sailendra maka bisa di berikan gelar buruk sebagai manusia sesat. Saya pernah sekali ke sana. Jujur saja sampai saat ini saya tidak berubah keyakinan terhadap agama warisan dari orangtua sendiri yaitu Islam.

Bagi saya candi Borobudur adalah bukti sejarah bahwa di tanah nusantara pernah ada suatu kerajaan yang hebat dan mampu membuat kagum bagi siapapun manusia yang tertarik dengan sejarah peradaban lampau. Dari candi Borobudur kita bisa belajar bagaimana pada jaman lampau ada suatu bangunan yang tercipta dengan pola pikir yang sederhana namun berkharisma hebat.

Dari candi Borobudur orang Indonesia bisa mengenal siapa leluhur nusantara pada jaman belum ada internet. Jika alasan sebenarnya karena ada perbedaan keyakinan bagaimana label bagi mereka yang menuntut ilmu di negara maju namun punya keyakinan yang berbeda tentang Tuhan?

Apakah gelar bagi suatu kaum agama tertentu karena bencana alam atau politik harus berlindung kepada pihak berlainan agama? Ungkapan-ungkapan yang menyesatkan juga pernah terjadi pada lagu anak-anak jaman dahulu seperti balonku yang liriknya mengandung arti menistakan suatu agama karena balon yang meledak berwarna hijau. Juga untuk lagu naik-naik ke puncak yang di persepsikan sebagai kampanye agama tertentu. Syukur kembali kedua orang suci tersebut  mengaku khilaf.

Sesungguhnya saya berharap kepada kaum cerdas dan mulia. Janganlah menciptakan kebencian antara warga Indonesia, karena hidup rukun dan damai adalah karunia dari langit. Sejarah negara Indonesia lahir dari perbedaan namun dari perbedaan budaya tersebut ada kebanggaan yang tidak ada di negara lain.

Jadikanlah Candi Borobudur, kue klepon dan lagu anak-anak jaman dahulu sebagai tali penyatu dari unsur perbedaan yang hanya menciptakan hilangnya negara Indonesia peta dunia. Sikap para kaum tua yang bijaksana akan menjadi tuntunan hidup bagi generasi penerus sehingga mereka tidak menjadi generasi yang buta tentang sejarah diri sendiri.

Jangan biarkan generasi penerus bangsa ini malu menjadi manusia Indonesia karena banyak borok yang di ciptakan oleh orangtua pintar namun lalai bersikap untuk melahirkan pribadi muda yang cemerlang.

          Jayalah Indonesiaku.

         

         

  •          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun