Jreng! Akhirnya harapan indah terlihat lagi ketika Presiden Jokowi mengumumkan akan merevisi undang-undang ITE.
     Undang-undang ITE yang banyak memakan korban di pihak anti Presiden Jokowi tentu menciptakan kondisi yang sangat meresahkan.
     Ada suatu rasa takut dari pihak yang berseberangan pemikiran tentang tata cara memimpin negara.
     Dengan alasan adanya multitafsir tentang isi aturan berekspresi politik membuat beberapa pihak menyindir kondisi komunikasi politik saat ini.
     Seperti kata ahli ekonomi terkenal bapak Kwik Kian Gie yang takut mengkritik rezim Presiden Jokowi karena takut di penjarakan. Beda dengan jaman orde baru dengan Presiden Soeharto yang membuat kader PDI-P itu merasa nyaman mengkritik pemerintah.
     Bahkan mantan wakil presiden Indonesia yang terpilih dua kali  yaitu Bapak Jusuf Kalla berkomentar tentang rasa takutnya untuk mengkritik pemerintah karena bisa di penjara.
     Selajutnya ada usulan agar ada pembubaran buzzer istana karena membuat cerita bohong.
     Hal ini di jawab oleh juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman bahwa tidak ada pengkritik pemerintah yang di pidanakan. Ungkapan tersebut di dukung pula oleh suporter dari pihak Presiden Jokowi bahwa yang di pidanakan adalah para penghina dan penyebar berita bohong.
     Mari kita perhatikan! Bahwa dari dua pihak yaitu Presiden Jokowi dan pihak pendukung anti Jokowi sama-sama punya ahli di bidang komunikasi politik.
     Kedua pasukan komunikasi politik tersebut berlomba-lomba untuk memberikan pencerahan kepada rakyat tentang situasi yang benar.
     Namun pelan-pelan rupanya pihak anti Jokowi mulai kehilangan kekuatan politik karena data-data yang mereka kabarkan mulai berkurang pesonanya.