Namun ada sesuatu yang menarik karena ketiga pelaku tersebut bukanlah manusia yang bernilai receh.
     Aidit berasal dari keluarga priyayi yang berasal dari belitung. Bapaknya Abdullah Aidit seorang pendiri organisasi Nurul Islam yang berinduk pada organisasi Islam besar bernama Muhamadiyah. Aidit sering di ajak untuk berazan karena suaranya bagus. Dan karena ayahnya seorang tokoh agama maka si Aidit kecil bisa tamat baca Al Quran.
     Bahkan D.N aidit bergabung dengan kelompok mahasiswa yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bernama menteng 31 jakarta. Sampai akhirnya menjadi politis hebat bergelar wakil ketua MPRS dengan kedudukan menteri dalam kabinetkerja III masa kerja 6 Maret 1962-13 November 1963 dan wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara dalam kabinet Dwikora I masa kerja 27 Agustus 1964-22 Februari 1966.
     Orang paling dekat D.N Aidit di partai komunis Indonesia adalah Syam kamaruzaman. Dengan posisi biro khusus PKI. Bahkan Syam kamaruzaman punya hubungan erat dengan angkatan darat karena bisa memberikan infomasi tentang pemberontakan DI/TII. Â
     Letnan kolonel Untung syamsuri adalah mantan komandan Batalyon 454/Banteng Raiders yang berbasis di Srondol, Semarang. Pernah ikut dalam penumpasan PRRI di Sumatera Barat dan operasi Mandala di Irian barat.
Bersama bapak Benny Moerdani di kesatuan RPKAD, Untung mendapatkan bintang Sakti dari Presiden Sukarno.
Ketiga personal tersebut hidup dengan keadaan yang lebih baik dari warga negara Indonesia yang lain. Mereka mendapatkan fasilitas dari negara karena berada di posisi yang dekat Presiden sukarno.
Namun sayang sekali, akibat salah dalam pemikiran hidup mereka berubah 180 derajat setelah gerakan militer yang amburadul di bulan oktober 1965.
Pola pikir yang berasal dari situasi tertekan ternyata mampu membuat orang-orang pintar seperti mereka berbuat nekad namun berakhir tragis. Sikap mereka yang sembrono membuat banyak warga Indonesia menderita sampai sekarang.
Sakit hati yang terasakan masih ada sehingga beberapa kaum elit bersemangat untuk menonton kembali kejahatan politik di lubang buaya.
Seandainya orang-orang hebat seperti D.N Aidit, Syam Kamaruzaman dan letkol Untung Syamsuri bisa berfikir tenang dan bersikap rendah hati, gerakan 30 September 1965 tidak perlu terjadi dan mereka bisa hidup lebih baik dari kisah di buku sejarah.