Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PPDB dan Pembodohan Kaum Cerdas

28 Juni 2020   05:00 Diperbarui: 28 Juni 2020   05:47 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
fotografer yunandri agus

Akhir bulan juni dua ribu dua puluh menjelang waktu tahun ajaran baru juli dua ribu dua puluh sampai mei  dua ribu dua puluh satu, ada cerita menarik bagi orang tua murid.

D provinsi istimewa karena menjadi ibu kota negara pemerintah Jakarta memberlakukan peraturan PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) yang menyentuh emosi.

Peraturan yang mendahulukan murid baru berumur maksimal agar di terima di suatu sekolah negeri sehingga para calon murid dengan umur minimal terasa sulit untuk di terima di sekolah negeri. PPDB syarat usia.

Dinas pendidikan dari pemerintah khusus ibukota Jakarta lebih memilih golongan usia maksimal di terima di bandingkan calon murid berumur muda. Dengan alasan supaya calon murid usia maksimal bisa di terima karena belum pernah di terima di sekolah negeri.

Peraturan ini membuat banyak orang tua murid merasa kecewa karena anak-anak mereka semakin sulit untuk mendapatkan ilmu dengan biaya pendidikan murah bahkan gratis.

Padahal anak-anak mereka mempunyai prestasi akademik yang bagus. Dan para orang tua murid mulai terbiasa  dengan PPDB wilayah namun sekarang situasinya bagaikan luka lama yang kembali kambuh sedangkan proses penyembuhannya belum selesai.

Aksi unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah provinsi yang di pimpin bapak Anies Baswedan sampai ke telingan anggota dewan perwakilan rakyat daerah Jakarta.

Namun kegarangan wakil rakyat tidak mempunyai taring tajam kepada eksekutif  tanpa kemurkaan rakyat yang buas. Karena ada cerita rahasia bahwa kelompok pelaksana dan kelompok pengawas roda pemerintahan bisa tertawa bersama jika ada persamaan pikiran.

Akhirnya rakyat mengalah menerima kenyataan yang lebih pahit dari kopi hitam tanpa gula.

Para orang tua murid hanya bisa berdoa kepada Tuhan yang sangat pengasih agar memberikan rezeki berlimpah walau terkadang terdengar nasehat bijak dari siapa pun berbunyi," sabar ini ujian, percayalah Tuhan tidak tidur."

  Iya deh.

Tapi cerita ini menjadi sangat menarik karena sering terjadi kebijakan di dunia pendidikan tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Di mulai dari harga iuran bulanan sampai cara pengajaran yang semampunya. Padahal guru di tuntut harus lebih pintar namun tidak semua guru mampu menjadi pengajar karena ada beberapa guru yang lahir dari kondisi terpaksa akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan yang di impikan.

Untuk menjadi pengajar yang baik ternyata ada ilmunya. Inilah yang terasa sangat kurang di perhatikan oleh kita. Bukan hanya cara mengajar di sekolah, bahkan menjadi pengajar ilmu di rumah untuk anak sendiri belum tentu sukses.

Walau saya sering membaca buku cara menjadi orang tua yang baik namun bisa merasa mentok saat anak sendiri malas belajar. Jadi panas sih hehe.

Peraturan tentang dunia pendidikan di negara ini kan di buat oleh insan yang di percaya mempunyai pendidikan tinggi dan berasal dari sekolah tinggi yang hebat. Tapi kok kenapa setiap tahun selalu muncul masalah di dunia pendidikan?

Bahkan ada menteri pendidikan Indonesia yang lulus sekolah tinggi di luar negeri. Nah kita sepakat bahwa kualitas pendidikan di luar negeri pasti sangat bagus dan hebat di banding kualitas pendidikan di dalam negeri. Makanya banyak anak pejabat tinggi dan anak pengusaha besar yang bersekolah di luar negeri. Setuju ya.

Contoh kongkrit adalah menteri pendidikan Mas Nadiem Makarim. Beliau lulusan sekolah tinggi di luar negeri dan mampu menciptakan bisnis daring yang menghasilkan keuntungan yang wah-wah.

Presiden Indonesia yang ke tujuh Bapak Joko widodo juga seorang sarjana lulusan universitas ternama di negara Indonesia dan beliau seorang pelaku usaha yang sukses juga menjadi politisi yang ulung.

Seharusnya mereka bisa menularkan cara berfikir orang sukses ke dalam sistem pendidikan negara ini. Jika sikap ini tidak terjadi di takutkan pola berfikir kedua tokoh sukses itu bakal punah tanpa bekas sedikit pun.

Akhirnya pola berfikir masyarakat Indonesia yang mulai maju mirip orang bule dalam hal positif akan kembali berfikir secara primitif. Sehingga pemikiran bahwa pendidikan tinggi berprestasi tidak berarti apapun karena selalu menemukan halangan yang tidak ada jalan keluarnya.

Rakyat sangat membutuhkan peraturan di wilayah pendidikan yang tegas dan mampu menciptakan keyakinan yang kuat. Bahwa pendidikan di Indonesia mampu memberikan solusi untuk menjadi manusia Indonesia yang sukses dan hebat.

Jangan buat rakyat semakin menderita karena aturan main di wilayah pendidikan yang menyesatkan logika orang tua murid. Waspadalah balas dendam rakyat kepada penguasa politik akan terjadi seumur hidup.

Hentikanlah pembodohan kaum cerdas dari kaum cerdas kepada kaum cerdas.  Bergandeng tanganlah kalian wahai kaum cerdas agar negara ini tidak kembali terjajah orang asing. Orang Indonesia terlahir merdeka. Manusia Indonesia tidak terlahir menjadi budak orang asing.

Tidak boleh terjadi orang Indonesia menjadi manusia yang putus asa sehingga bersekolah di kuburan keramat.

"Wahai kuburan keramat dengarlah curhatku."

Aaaaaammmmbbbyyyaaarrr!!!!!!!

         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun