Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demi Perut dan Harga Diri Kembali ke Djakarta

25 Mei 2020   13:05 Diperbarui: 25 Mei 2020   13:09 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mei 2020

Saat lebaran Idul Fitri banyak warga yang beragama Islam bergerak dari kota menuju desa untuk temu kangen dengan orang tua dan kerabat.

Acara reuni non sekolah itu banyak warga yang bertemu kembali setelah satu tahun berpisah.

Selama satu tahun atau lebih, para pemudik berpisah dari kampung asal dengan jarak ribuan kilometer. Dibutuhkan paling cepat empat jam agar sampai ke tujuan. Namun ada juga yang membutuhkan waktu dua puluh empat jam agar bisa sampai ke rumah orang tua.

Banyak kenangan manis yang tertinggal di memory otak tentang masa lalu yang indah. Saat masih dekat dengan orang tua dengan tempat bermain yang apa adanya.

Bagi beberapa orang, mudik tidak hanya melepas rindu tapi juga menjadi sarana ibadah karena bersilahturahmi bisa menghasilkan pahala untuk mudah masuk surga.

Saat di rumah orang tua biasanya sang anak akan memberikan hadiah berupa uang atau cinderamata yang mempesona untuk orang tua dan kerabat di kampung.

Sikap pemudik yang berhasil membuat warga kampung terkagum-kagum adalah suatu sinyal bahwa si pemudik termasuk dalam kelompok manusia sukses.

Jika sudah mendapat pujian dari warga kampung maka pemudik berhasil juga menaikan status sosial orang tuanya dari level rendah ke atas langit. Hebat!

Namun tidak ada jalan yang mulus untuk menjadi manusia sukses. Semua keberhasilan membutuhkan kerja keras dan pengorbanan yang tidak sedikit. Butuh waktu lama dan otak encer agar mampu mencapai garis finis.

Ada waktu bertahun-tahun supaya bisa menemukan cara menjadi manusia sukses. Dan jawaban tersebut justru di temukan di jalanan bukan dari gedung sekolah mewah.

Para pemudik menemukan jawaban dari perjuangan yang sulit ketika berada di tanah perantauan. Suatu tempat milik penduduk lokal yang bisa dilihat oleh para perantauan bahwa di sana ada kesempatan menemukan emas terpendam yang bernama peluang.

Peluang berharga dapat di temukan di kota Jakarta karena di sana apa pun bisa jadi uang yang penting sabar berusaha dan jangan mudah menyerah.

Kerasnya kehidupan bisa menjadi cambuk untuk menjadi manusia sukses. Dengan berbekal cara bergaul yang baik bisa mendapatkan informasi membuka jalan ke arah yang dituju.

Di Jakarta setiap jengkal tanah adalah harta terpendam, makanya banyak pedagang kaki lima berhasil meraup pundi rupiah. Bahkan dengan cara mengumpulkan kemasan minuman plastik pun bisa menjadi rupiah.

Dari bisnis jual beli barang bekas yang terlihat seperti sampah ternyata di sana ada keuntungan yang lumayan. Atau berpura-pura menjadi pengemis di Jakarta tapi di kampung jadi jutawan. Sssttt!!!

Ada juga pekerjaan yang menjengkelkan banyak orang seperti penagih hutang namun banyak peminatnya karena tidak di butuhkan otak encer seperti profesor untuk bekerja.

Secara sembunyi ada pemudik yang menggunakan sikap sedikit berbohong yang penting aman jika di tanya tentang pekerjaan mereka. Sikap itu lebih daripada jujur seratus persen kepada orang kampung takutnya sikap jujur ini bisa menjadi bencana pencitraan untuk orang tua.

Lagipula jika ngomong jujur bukan di bantu mencari jalan keluar tapi bisa di jadikan bahan cemooh di belakang punggung.

Makanya jangan heran banyak pemudik yang terlihat susah di perantauan tapi tampak bahagia saat di kampung bukan hanya melepas rindu namun mungkin ada akting agar suasana terasa indah.

Provinsi Jakarta adalah harta karun untuk negara dan warganya. Di sana memang ada kemudahan seperti mencari uang dan informasi walau tidak semua warga Indonesia mampu mendapatkannya.

Namun sekali lagi Jakarta adalah magnet warga Indonesia untuk merubah nasib sedih menjadi takdir indah.

Walau para perantau mempunyai keterampilan seadanya namun karena ada pertolongan dari kerabat atau sahabat maka batu penghalang bisa di pindahkan dan jalan mulus pun telihat jelas. Tapi ada satu syarat yang harus ada yaitu uang yang cukup agar keinginan terjamin mulus.

Gaji buruh di ibukota negara Indonesia yaitu Jakarta memang tinggi namun pengeluaran harian dan bulanannya juga tinggi. Namun jika uang dari kota Jakarta di kirim ke kampung jumlahnya bisa sangat besar karena harga kebutuhan di kampung masih murah.

Jangan heran jika ada pemudik yang berusaha keras terlihat kere di Jakarta namun punya rumah bagus dan tanah luas di kampung.

Hebatnya lagi kota besar Jakarta di bangun oleh orang perantauan. Dari kelas buruh sampai kelas kerah putih. Walau berada di status bisnisman kaki lima sampai pemilik restoran besar di miliki oleh para perantauan. Lihat di sana ada orang Minangkabau dan orang Jawa.

Kenapa orang perantauan yang menjadi sumber ekonomi untuk provinsi Jakarta? Karena mereka bosan hidup susah di kampung. Mereka ingin mengubah imej pribadi dari yang rendah menjadi terbaik. Selanjutnya mereka berusaha keras agar berhasil. Walau resiko yang di terima sangat tidak enak seperti cibiran pihak oposisi non politik kelas kampung.

Walau terasa pedih akibat jatuh bangun mencapai kesuksesan namun jika terlihat sukses ceritanya pasti berbeda. Semua terlihat indah. Banyak sapaan santun yang hinggap di telinga.

Para gubenur provinsi Jakarta dan para Presiden Indonesia berasal dari wilayah luar Jakarta. Sebaiknya mereka sadar tentang asal usul diri sendiri.

Melarang warga Indonesia untuk merubah nasib di ibukota negara ini adalah sikap yang melanggar human right. Namun sebenarnya masalah Jakarta adalah masalah nasional. Sebuah masalah permanen ada di suatu provinsi yang harus di selesaikan dengan cara berfikir secara wilayah nasional.

Kenapa begitu? Karena kasus sosial di Jakarta seperti kemacetan, banjir dan tingkat kemiskinan yang tinggi bisa terjadi di daerah lain di Indonesia. Jika masalah Jakarta tidak mampu di selesaikan oleh para birokrat cerdas dan santun maka cerita sedih Jakarta akan menular di wilayah lain.

Adalah suatu sikap terpuji untuk membuat suasana ibukota negara menjadi lebih baik yaitu memindahkan lokasi itu ke tempat baru yang lebih baik. Namun jangan pula bertindak buruk kepada bekas ibukota dulu dengan cara tidak memperhatikan situasi sosialnya. Karena tindakan tersebut bisa menjadi bom waktu yang bisa membuat cacat pencitraan untuk pemerintahan selanjutnya.

Jangan lupakan Jakarta walau tidak menjadi ibukota negara. Tetap jadikan Jakarta sebagai daerah bermakna positif bagi warga Indonesia. Jangan biarkan Provinsi Jakarta menjadi kota bangkrut dan nista.

          Arahkan calon mantan ibukota ini tetap cantik seperti janda aduhai.

          Ingatlah lagu Koes Plus berjudul Jakarta,

          "Ke Jakarta aku kan kembali walau pun apa yang kan terjadi."

          Suara perantauan adalah suara Tuhan eh suara rakyat Indonesia. Ambyar hatiku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun