Peraturan kejam namun bermanfaat itu bertujuan melarang terjadinya keramaian manusia pada suatu tempat agar jumlah penderita virus corona tidak bertambah.
Sebab jika di biarkan terjadi kerumunan manusia maka di kuatirkan bisa bertambahnya jumlah penderita bahkan bisa menambah pula jumlah kematian dari virus impor negara maju.
Virus yang lahir dari wilayah perkotaan ini mampu membuat nalar manusia kota menjadi panik hingga banyak masker dan obat cuci tangan lenyap dari toko dan warung obat.
Warga perkotaan yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi dari orang desa yang sederhana ternyata bisa bertingkah serakah mementingkan diri sendiri sehingga banyak manusia perkotaan yang lain termasuk dokter dan perawat mengalami krisis masker dan obat cuci tangan.
Nah dari krisis masker dan obat cuci tangan di tambah jumlah korban yang gugur berjuang dari para dokter dan perawat termasuk masih banyak warga kota yang tidak disiplin untuk berdiam diri di dalam rumah, maka para pemimpin dunia melakukan tindakan lockdown yang berlangsung tiga puluh hari lebih. Wow lagi!
Lockdown yang di lihat dari tv dan ceritanya bisa di baca dari koran juga media internet berkisah bahwa lockdown tidak hanya cukup mengurung manusia di dalam rumah mirip seperti suasana di penjara namun keputusan politik itu harus menghentikan gerak ekonomi di wilayah lockdown.
Banyak pabrik dan perkantoran yang di gembok alias tidak ada pekerja yang beraktivitas wajar.
Kemudian dalam waktu sesingkat-singkatnya lahir kebijakan perusahaan untuk para pekerja kerah biru dan kerah putih yaitu pemutusan hubungan kerja.
Akibat PHK maka jumlah pengangguran meningkat dan waspada pula angka kejahatan pun bisa bertambah.
Bisa jadi juga mesin anjungan tunai mandiri menjadi kosong karena pada masa resesi ekonomi banyak beredar uang tunai di tangan warga kota dan desa akibat rasa kuatir yang besar.
Jarak kesejahteraan antara penduduk kaya dan penduduk miskin semakin melebar. Maka lahirlah sifat cemburu dari gerombolan tertindas.