Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jika Esok Aku Pasti Mati

18 Maret 2020   07:30 Diperbarui: 18 Maret 2020   07:32 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Yunandri Agus

Mengerikan adalah kata yang pantas di ucapkan akibat bertambah banyak korban dari virus corona.

          Jumlah yang bertambah akibat virus bersimbol mirip mahkota raja atau ratu.

          Virus pembunuh manusia secara cepat sehingga menimbulkan kepanikan yang luar biasa.

          Benda penyaring pernapasan bernama masker mendadak menjadi barang bernilai sangat penting.

          Masker berharga murah dan kalah tenar dengan obat anti diare merubah seratus delapan puluh derajat menjadi benda bernilai sangat mahal dan susah untuk di temukan.

          Toko obat dan apotik penyedia barang tersebut juga terkena getah dari serbuan pembeli masker yang panik.

          Masker menghilang dari pasar karena sangat banyak yang membutuhkan.

          Ternyata yang membutuhkan masker tidak lagi dari pekerja medis dan pasien sakit parah melainkan berasal dari golongan manusia sehat jasmani rohani tapi juga berasal dari kelompok manusia terpelajar kelas menengah ke atas.

          Namun beberapa orang melihat kejadian masker yang langka adalah peluang bisnis yang bisa menambah jumlah uang di rekening mereka.

          Dengan cara di jual melalui media daring atau di jual ke negara luar yang sangat membutuhkan masker akibat wabah virus corona di negaranya.

          Sampai akhirnya ada tindakan tegas dari pemerintah Republik Indonesia agar menangkap penimbun masker dan penjual yang berhasil menciptakan kepanikan warga.

          Kepolisian Republik Indonesia mendobrak pintu pabrik dan gudang masker. Penyergapan mereka mirip penangkapan bandar narkoba di film hollywood.

          Lagi tersiar kabar tentang obat antiseptik untuk cuci tangan raib dari penampakan di laci apotik, toko obat dan minimarket.

          Cairan obat pembunuh kuman di tangan menjadi benda penting kedua setelah masker.

          Obat yang sebelum wabah corona tenar hanya menjadi obat tidak penting karena cuci tangan dengan cairan antiseptik tangan bukanlah budaya orang Indonesia.

          Dahulu tidak ada rasa kuatir bila membeli singkong goreng di pinggir jalan besar yang ramai oleh kendaraan.

          Debu dan asap kendaraan bukan halangan untuk membeli gorengan itu.

          Dengan tangan yang belum dibasuh oleh air dan sabun bersih masakan tersebut di angkat oleh tangan lalu di arahkan ke mulut.

          Bahagia terasa di hati bisa makan enak dengan harga murah.

          Kejadian itu tinggal kenangan. Hanya jadi cerita pengantar tidur untuk anak kecil. Kenangan yang memberikan senyuman kecil tentang masa lalu yang damai.

          Di mana waktu itu, situasi lebih aman dari saat ini. Tidak ada rasa takut melangkah kemana pun.

          Bisa membeli apapun dengan rasa tegang.

Berbeda dengan kondisi sekarang di mana banyak orang yang mudah sakit dalam jumlah banyak juga yang paling menyedihkan adalah berita tentang pelarangan untuk bertobat di rumah Tuhan.

Rumah di mana sang hamba Tuhan bisa berkeluh kesah, bisa memuji, bisa pula memohon dan bisa menangis akibat dosa-dosa yang tercipta dari tingkah tersesat.

Oh Tuhan, apa dosa hamba mu sehingga tidak mampu bersujud untuk mu.

Di Malaysia, di Singapura, di Palestina, di Irak dan di Arab Saudi ada kisah umat muslim tak boleh datang ke masjid.

Di Korea Selatan, Di Palestina, di Iran, di Italia bercerita kaum nasrani tak bisa melangkah ke gereja.

Banyak warga muslim yang ingin memohon di kota suci mekkah namun terhalang aturan baru pemerintah Arab Saudi tentang penyebaran wabah corona.

Banyak turis asing yang ingin hidup bahagia walau sesaat singgah di negara Indonesia namun tak bisa masuk ke sini akibat wabah mengerikan sedang berkembang.

Industri wisata meredup.

Sekolah mulai di liburankan selama dua minggu. Ada nasehat agar menjauh dari kerumunan manusia agar tidak tertular virus corona. Harga sembako bergerak cepat menuju langit.

Orang miskin mulai tertatih membeli pertahanan hidup.

Mesin Anjungan Tunai Mandiri terlihat kosong akibat penarikan besar oleh para nasabah yang panik melihat masa depan yang suram.

Semangat hidup mulai memudar. Cahaya lampu masa depan terlihat buram.

Akibat banyak yang menutup diri hati terasa sepi.

Kenapa manusia mulia di mata Tuhan melihat manusia lain bagaikan menyaksikan hantu gentayangan?

Oh Tuhan apa dosa besar hambamu?

Bagaimana cara agar hambamu kuat oleh ujianmu?

Berapa banyak uang yang harus hamba berikan untukmu?

Bisakah hati hamba yang lemah di bisikan suaramu Tuhan tentang jalan yang suci?

Hamba takut mati sekarang oh Tuhanku.

Hamba belum puas hidup bahagia di dunia.

Masih banyak yang belum hamba punya wahai Tuhanku.

Namun jika esok aku pasti mati, hamba bermohon kepadamu yang paling mulia dan paling agung.

Jangan tambah rasa sakit hambamu yang hina saat mati.

Ijinkan hambamu mati dengan rasa bahagia dan orang-orang baik di sekitar hamba tidak bertambah susah hidupnya.

Aku memohon kepadamu oh Tuhanku.

Jika esok aku pasti mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun