Ketika masuk umur empat puluh tahun tanpa sadar saya mulai berfikir hidup itu untuk apa?
      Bahkan sempat berfikir kenapa Tuhan mencipta iblis si biang kerok penghancur hamba sang pencipta.
      Dua cerita di atas terjadi saat saya duduk bengong sesaat di kamar mandi.
      Pelan-pelan selama lima tahun sepertinya saya punya jawaban.
      Rupanya manusia hidup itu harus berfikir kritis dan berfikir kreatif.
      Nah saya pun berfikir pula tentang usulan pemulangan anak-anak keturunan Indonesia dari orang tua pengikut ISIS.
      Tapi kisah pilu tentang anak-anak itu menjadi nasehat bagi saya yang sudah punya dua jagoan ganteng.
      Bahwa menjadi orang tua bukan berarti menjadi manusia paling pintar, bukan berarti menjadi manusia paling berkuasa, bukan berarti menjadi manusia paling suci di antara manusia lain.
      Menjadi orang tua harus tetap belajar membaca buku, jangan sombong, kadang-kadang harus mengalah dengan argumen sang anak. Biar tidak tersesat logika.
      Terasa sedih melihat anak-anak yang menjadi korban bencana politik. Mereka bingung dengan realita hidup. Mereka hidup dengan derita yang entah kapan berakhir.
      Mereka bisa punya pertanyaan rahasia pribadi, kenapa ini terjadi.