Dalam kondisi seperti itu, hemat saya, adalah baik untuk merenungkan cara "yang lain" ini untuk sedikit mendinginkan situasi. Cara "yang lain" adalah dengan mengubah pola pikir kita yang menganggap banjir sebagai bencana turun-temurun, menjadi "kado" terindah bagi kita, khusunya warga ibu kota, di tahun yang baru ini.Â
"Kado" itu kita maknai sebagai ajakan sederhana untuk kita agar sama-sama menjaga lingkungan di ibu kota agar tetap lestari. Cara sederhana, yaitu tidak membuang sampah di sungai dan selokan-selokan kecil. Justru sampah-sampah yang memadati sungai dan selokan adalah penyebab yang menghabat aliran air. Sampah-sampah yang menumpuk itulah menjadi "bendungan" yang membaut air terus meluap, hingga menyebabkan banjir.
Banjir adalah "kado" bagi kita. "Kado" itu menjadi "tamparan keras" untuk mendorong kita agar menjaga lingkungan di ibu kota. Jika kita refleksikan bersama ajakan itu, sebenarnya itulah cara-cara jitu untuk mengatasi banjir yang akan datang berikutnya. Jika semua sungai-sungai dan selokan kecil lancar tanpa sumbatan sampah-sampah yang menumpuk, alhasil, aliran air akan lancar menuju pembuangan lepas.
Akhir kata, terimalah "kado" terindah itu, yang adalah banjir! Dengan menerima dan menikmatinya, kiranya ajakan untuk menjaga lingkungan bisa menjadi resolusi kita di tahun baru. Semoga realistis, bukan utopis!
            Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H