Mohon tunggu...
Nando Andri
Nando Andri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Manusia membutuhkan ruang untuk berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Luar Biasa! Kisah Kapal Othok di antara Emas dan Perak

10 Oktober 2014   04:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:39 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual Kapal Othok

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Penjual Kapal Othok"][/caption] Minggu (05/10) siang, bertepatan dengan hari raya Idul Adha, saya hendak membeli makan siang. Cuaca hari itu cukup terik, sehingga  es teh dan nasi rames terasa cocok untuk tenggorokan dan lambung saya. Saya melaju dengan motor saya. Kebetulan lalu lintas siang itu terasa sepi. Mungkin karena hari itu bertepatan dengan hari raya Idul Adha, jadi orang-orang pada sibuk menyembelih hewan kurban ataupun sedang memasak daging kurban tersebut. Sampai di depan pasar Gede Cilacap, saya terkesan dengan seorang penjual kapal othok yang berjualan diantara toko-toko emas dan perak. Mainan anak berupa kapal ini terbuat dari kaleng bekas yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah miniatur kapal. Didalam kapal itu terpasang sumbu dari kapas. Untuk memainkannya diperlukan media ember yang sudah diisi air. Sumbu dalam kapal tadi dibakar dengan api, seketika itu kapal akan berputar mengelilingi ember. Persis sebuah kapal yang sedang mengarungi lautan. Karena saat mainan kapal itu berputar berbunyi othok…othok… masyarakat sering menyebutnya dengan istilah kapal othok. Saya kemudian menunda tujuan awal membeli makan siang dan berhenti di depan bapak penjual kapal othok ini. Terlihat seorang ibu hendak membeli kapal othok ini untuk anaknya. Tetapi hal ini urung dilakukan karena si ibu menawar harga kapal othok, dan bapak penjual tidak deal dengan harga tersebut. Saya kagum dengan penjual kapal othok ini. Seorang bapak yang sudah sangat tua, dengan sisa tenaga yang dimiliki masih ada semangat untuk berjualan. Barang yang dijual pun adalah mainan anak yang kalau boleh dibilang, sebuah mainan kuno, bukan mainan yang digemari oleh anak-anak jaman sekarang. Mainan yang 20 tahun yang lalu biasa saya dapatkan di pasar malam/sekaten alun-alun Yogyakarta. Entah mainan ini masih dijual di sekaten atau tidak? Tetapi disini, di pasar Gede Cilacap, saya masih bisa menemui penjual ini. Saya duduk santai dengan penjual kapal othok ini.  Sejenak ngobrol dengan bapak ini. Beliau bernama bapak Kada berusia 74 tahun. Hebat, dengan usia setua ini masih semangat untuk bekerja. Sontak, hal ini menjadi cambuk bagi saya. Usia tua tidak menghalangi bapak Kada untuk tetap produktif dan menghasilkan. Pak Kada bercerita bahwa beliau tidak membuat kapal othok ini sendiri, tetapi kulakan (istilah keren saat ini reseller). Pak Kada sudah berjualan kapal othok ini sudah sejak lama. Tempatnya pun berpindah, kadang di lokasi pasar, kadang di seberang jalan.

Saya dan Pak Kada

“Pak, sehari dapat bathi (untung) pinten (berapa)”? saya mencoba bertanya. “Kok, tanya bathi?” pak Kadha menjawab dengan tersenyum. “Ora (tidak) tentu mas, kadang banyak, kadang sedikit. Niki (ini) hasil jualan.” Pak Kada menjawab sembari menunjukkan satu lembar uang 50 ribuan yang diikiat dengan karet. Saya sempat berpikir, kenapa ya masih ada yang menawar kalau membeli kapal othok ini, seperti ibu diatas. Apakah si Ibu itu tidak menghargai usaha dan jerih payah pak Kada kah? Ah, si ibu itu mungkin sedang menerapkan hukum ekonomi “Dengan modal sedikit, keuntungan sebanyak-banyaknya.” Lah kok malah pembeli sih yang menerapkan. Terus pak Kada? Entahlah….. Saat sudah tengah hari pukul satu siang, saya menyudahi obrolan singkat ini dan membeli makan siang sesuai tujuan awal tadi, dengan membawa satu buah kapal othok seharga 20 ribu, padahal harga aslinya 10 ribu J Bukan bermaksud sombong,saya bukan orang kaya dan masih membutuhkan uang. Saya hanya lebih menghargai penjual seperti pak Kada ini.

Kapal Othok

Kini Menjadi Barang Koleksi Saya di Kamar

Saya banyak belajar dari pak Kadha. Belajar tentang perjuangan dan semangat kerja. Diusia pak Kada yang sudah 74 tahun masih menunjukkan perjuangan dan semangat kerja yang tinggi. Anda sering melihat pengemis di pinggir jalan? Berapa usia mereka? Rata-rata masih dibawah usia 30 tahun, sehat wal afiat, dan tergolong usia produktif. Bandingkan dengan pak Kada! Pak Kada pun tidak melihat sekelilingnya, toko emas dan toko perak, sebagai pesaing. Apa jadinya kalau timbul rasa iri dalam hati pak Kada. Setelah melihat disekitar pak Kada, pasti dia akan beralih menjadi penjual emas dan perak juga J . Tapi selama ini tidak dilakukan oleh pak Kada. Itu berlaku untuk kita juga. Saat kita berada di komplek tempat tinggal, kita sangat mudah terhasut oleh rasa iri. Tetangga punya barang A baru, kita tidak mau kalah dengan membeli barang A dengan kualitas yang lebih tinggi. Tetangga beli barang B, kita tidak mau kalah dengan membeli barang Z. Contohlah pak Kada, beliau sangat teguh dengan tetap menjual kapal othok diantara toko emas dan perak. Walaupun terlihat perbedaan kasta barang yang dijual, toh pak Kada tidak malu dengan tetap berjualan kapal othok sampai usia 74 tahun. Di sisi lain, saya membaca berita kalau pasar Gede Cilacap akan direnovasi pada tahun 2015. Saya berharap pak Bupati memperhatikan penjual seperti pak Kada ini, jangan ditinggalkan. Jangan karena renovasi, pak Kada malah jadi tergusur. Berikan fasilitas tempat yang lebih layak untuk berjualan, bukan hanya dilantai tanpa alas di depan toko emas dan perak. Karena memang pasar tradisional ada untuk pak Kada. Saya yakin masih banyak penjual-penjual seperti pak Kada ini. Mereka layak dan harus diberi perhatian oleh masyarakat, terlebih oleh Pemerintah. Apa yang sudah kita berikan untuk pak Kada? (ndo)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun