Mohon tunggu...
Nandiya Hartawan
Nandiya Hartawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Baru lulus SMA

Suka membaca novel, menonton film, dan hal-hal menyenangkan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ternyata Dia Masih Pengecut

16 Juni 2024   06:15 Diperbarui: 16 Juni 2024   06:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata Dia Masih Pengecut

Akhir-akhir ini sering hujan. Pagi saat berangkat sekolah tadi, sampai sepulang sekolah pukul 4 sore, langit masih menunjukkan wajah yang sama. Langit kelabu hanya awan mendung tanpa sinar matahari. Ibu mengeluh perihal cuaca akhir-akhir ini. Kata Ibu, ia jadi tidak bisa menjemur kerupuk karena tidak direstui cuaca. Alhasil, kerupuk yang ia goreng tidak renyah dan malah terkesan alot. Kasihan Ibu. Perihal itu, Bapak adalah korban dari rupgal (kerupuk gagal) tersebut. Bapak mengeluh sakit gigi karena rupgal. Karena Ibu masih punya rasa malu dan perfeksionis, ia tidak cukup percaya diri untuk menjual kerupuk seperti biasanya menitipkan di warung-warung dekat rumah. Tidak apa, meskipun sedang sakit gigi, Bapak masih bisa memberi Ibu cukup bekal untuk membeli bahan masakan. Lagi pula, ada Kak Tama yang bisa membantu menstabilkan keuangan keluarga kami. Tiga bulan yang lalu, Kak Tama diterima bekerja di suatu perusahaan penerbit sebagai pegawai magang.  Gaji pertamanya ia gunakan untuk mengajak kami makan malam di restoran yang dia kata cukup mewah untuk merayakan hal tersebut. Aku senang saja ditraktir oleh kakakku yang terkenal cukup kikir itu. Meskipun kikir, hatinya sangat lembut dan pembawaannya hangat. Jarang sekali ada lelaki seperti itu. Kak Tama memang ada di barisan terdepan jika dalam skala pria-pria penyayang. Tetapi, dia tetap saja bisa jadi kakak laki-laki paling menyebalkan yang ada di muka bumi. Melebih-lebihkan kesalahan yang kubuat dan mengadu ke Ibu. Menyebalkan memang.

Keesokan harinya, cuaca masih sama. Mendung disertai hujan gerimis. Aku mengaduh pelan dalam hati. Bisa saja kejadian kemarin terulang kembali. Berangkat sekolah menggunakan payung lalu terciprat genangan air yang dilalui mobil dengan laju kencang hingga rok yang kukenakan kotor terkena lumpur. Namun, apa daya? aku harus sekolah. Apalagi, salah satu mata pelajaran hari ini adalah mata pelajaran favoritku Bahasa Indonesia. Kebanyakan orang menyebutku aneh karena kata mereka pelajaran itu membosankan dan membuat mengantuk. Namun tidak bagiku. Bahasa Indonesia adalah pelajaran yang menarik dan indah. Sudah pukul 07.05 aku harus segera berangkat sebelum gerbang sekolah ditutup oleh satpam.

“Nala, mau berangkat bareng tidak?”

“Mobilmu sudah diperbaiki Ra?”

“Sudah dong, makanya bisa jemput kamu ke sini. Ayo naik sebelum telat ke sekolah.”

“Sebentar, mau pamit ke Ibu dulu.”

“Segera La!”

“Ibu, Nala berangkat bareng Dura ke sekolah ya!”

“Iya, hati-hati nak.”

Aku berangkat ke sekolah dengan Samudra yang mobilnya sudah diperbaiki. Segera ia melaju kencang ke sekolah agar tidak terlambat. Samudra, biasa dipanggil Dura adalah sahabatku. Gadis berambut ikal dengan perawakan selayaknya atlet renang dan sangat mandiri. Aku selalu kagum melihat gayanya. Hati yang baik adalah salah satu alasan aku bisa bersahabat dengan sosok Dura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun