Mohon tunggu...
Nandita Fitri Ananda
Nandita Fitri Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA

NIM: 43223010134 | PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS | UNIVERSITAS MERCU BUANA | DOSEN: PROF. Dr. Apollo, M. Si.,Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard, dan Jack Bologna

17 November 2024   20:22 Diperbarui: 17 November 2024   20:22 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Donald R. Cressey mengemukakan teori yang dikenal sebagai Teori Trisula Korupsi, yang terdiri dari tiga komponen utama: Kesempatan, Motivasi, dan Rasionalisasi. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi dan berperan dalam terjadinya kecurangan.

1. Kesempatan  
   Peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi muncul ketika terdapat kelemahan dalam sistem pengawasan.

2. Motivasi
   Motivasi merupakan dorongan yang berasal dari kebutuhan atau tekanan finansial yang dirasakan oleh pelaku.

3. Rasionalisasi
   Pelaku menggunakan alasan atau pembenaran untuk tindakan korupsi yang dilakukan, seperti “semua orang melakukannya” atau “tindakan ini demi kebaikan perusahaan.”

d. Teori Keinginan dan Peluang untuk Korupsi

Teori ini menyatakan bahwa korupsi terjadi ketika terdapat dua faktor utama: kesempatan dan keinginan. Korupsi sering terjadi akibat kelemahan dalam sistem pengawasan yang menciptakan peluang bagi seseorang untuk melakukan kecurangan. Selain itu, niat atau keinginan untuk korupsi sering kali didorong oleh kebutuhan finansial atau keserakahan individu.

e. Teori Berdasarkan Motivasi Pelaku

Menurut teori ini, korupsi dapat dikelompokkan berdasarkan motivasi yang mendorong pelaku. Korupsi dilakukan karena:

1. Kebutuhan, yaitu saat pelaku melakukan korupsi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2. Kesempatan, yaitu saat pelaku memanfaatkan celah dalam sistem untuk melakukan korupsi.
3. Keinginan memperkaya diri, yaitu saat pelaku melakukan korupsi untuk menambah kekayaan pribadi.
4. Ingin menjatuhkan pemerintah, yaitu saat pelaku melakukan korupsi dengan tujuan politik.
5. Ingin menguasai negara, yaitu saat pelaku melakukan korupsi untuk memperoleh kekuasaan dan kendali atas negara.

ANALISIS KASUS SYAFRUDDIN ARSYAD TUMENGGUNG BEDASARKAN TEORI KORUPSI JACK BOLOGNE


1. Unsur GREED (Keserakahan) 
Terdakwa menunjukkan keserakahan dalam hal harta kekayaan dan jabatan. Sebelum menjabat sebagai Ketua BPPN, terdakwa menjabat sebagai Sekretaris KKSK dari 2002 hingga 2004. Dalam persidangan, terungkap bahwa pada saat menjadi Sekretaris KKSK, terdakwa mengetahui bahwa hanya BPPN yang memiliki kewenangan untuk menghapus piutang sesuai dengan tata cara, syarat, dan ketentuan yang ditetapkan oleh BPPN dan harus mendapat persetujuan Menteri. Terdakwa menyadari bahwa sebagai Sekretaris KKSK, ia tidak memiliki otoritas sebesar itu. Oleh karena itu, terdakwa menggantikan I Putu Ary Suta dan menjabat sebagai Ketua BPPN dari 2002 hingga 2004. Sebelumnya, terdakwa juga menjabat sebagai Deputi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri untuk Investasi dan Pengembangan Dunia Usaha. Dengan jabatan tersebut, terdakwa memiliki kekuatan yang signifikan, terutama dalam mengambil keputusan. Majalah TEMPO mencatat bahwa gaji pokok Ketua BPPN adalah Rp 75 juta, namun setelah dipotong pajak, total gaji yang diterima mencapai sekitar Rp 130 juta. Selain itu, terdakwa menerima tunjangan kendaraan Rp 25 juta, tunjangan kredit perumahan Rp 30 juta, serta tunjangan lainnya seperti handphone, sopir, dan bahan bakar. Pada Maret 2003, terdakwa juga menerima tunjangan cuti sebesar Rp 130 juta. Meskipun dengan gaji yang besar, terdakwa tetap merasa tidak puas dan memiliki keserakahan, sehingga dengan kewenangannya sebagai Ketua BPPN, ia terlibat dalam tindak pidana korupsi bersama pihak lain.

2. Unsur Opportunity (Kesempatan)
Terdakwa, sebagai Ketua BPPN, memiliki wewenang untuk menghapus tagihan piutang, yang merupakan bagian dari kesempatan yang ada. Terdakwa menghapus piutang BDNI kepada petambak yang dijamin oleh PT DCD dan PT WN, serta mengeluarkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul Nursalim. Sebelum menjabat sebagai Ketua BPPN, saat terdakwa masih menjabat sebagai Sekretaris KKSK, ia mengetahui bahwa penghapusan piutang dan penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham (SKL) tidak dapat dilakukan karena Sjamsul Nursalim belum memenuhi kewajibannya. Kewajiban tersebut terkait dengan kesalahan dalam menyampaikan piutang BDNI kepada petambak yang diserahkan kepada BPPN, yang mengharuskan pembayaran sisa utang sebesar Rp 4,58 triliun. Dengan diterbitkannya SKL ini, hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim hilang, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun.

3. Unsur Need (Kebutuhan) 
Seperti yang kita ketahui, pengeluaran terkait gaya hidup dan berbagai faktor kebutuhan lainnya terkait dengan tingkat pendapatan seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun