Mohon tunggu...
Nandi
Nandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Senang Berorganisasi, Aktif di Kegiatan Kepemudaan, Kepemimpinan dan Sosial Budaya

Avonturir Desa Wisata Indonesia, Arranger Kesadaran Hukum HAM. Senang belajar, tertarik dengan isu Hukum Tata Negara, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Hak Asasi Manusia, Hak Sipil dan Aksi Sosial, Pendidikan, Kesenian dan Kebudayaan, dan Politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buzzer dan Politik di Indonesia: Fenomena Sosial dan Budaya yang Mempengaruhi Demokrasi

28 April 2023   15:14 Diperbarui: 28 April 2023   15:23 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buzzer, atau orang-orang yang dibayar untuk mempromosikan atau menyebarkan opini tertentu di media sosial, sering kali menjadi topik hangat dalam konteks politik. Buzzer dinilai oleh banyak pihak sebagai perusak demokrasi, karena bisa mempengaruhi opini publik dengan informasi yang tidak selalu benar atau memihak pada satu pihak.

Buzzer kerap kali dimanfaatkan oleh kelompok politik tertentu untuk mengubah opini publik tentang isu-isu politik atau memperkuat dukungan pada suatu calon atau partai politik. Namun, sering kali informasi yang disebarkan oleh buzzer tidak memiliki dasar yang kuat atau bahkan menyesatkan, sehingga dapat memengaruhi pandangan publik yang tidak berdasar pada fakta.

Salah satu contoh yang sering kali terjadi adalah serangan dan fitnah yang dilancarkan oleh buzzer pada lawan politik. Hal ini dapat merusak citra calon atau partai politik yang menjadi target, sehingga dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap suatu isu atau calon. Hal ini tentu sangat merugikan demokrasi, karena publik yang memiliki informasi yang salah atau tidak lengkap akan sulit untuk memilih calon yang sesuai dengan visi dan misi mereka.

Selain itu, buzzer juga dapat memengaruhi opini publik dengan menggunakan teknik manipulasi emosi, seperti penyebaran berita palsu atau hoaks yang dapat menimbulkan rasa takut atau kebencian terhadap suatu pihak atau kelompok. Hal ini dapat memperkeruh suasana politik dan memicu konflik antar masyarakat, yang tentu saja sangat merugikan demokrasi.

Sebagai masyarakat yang cerdas dan beradab, kita harus waspada terhadap buzzer dan konten yang disebarkan di media sosial. Kita harus selalu mencari sumber informasi yang terpercaya dan berusaha untuk tidak mudah terpengaruh dengan opini atau pandangan yang tidak berdasar pada fakta. Selain itu, kita juga harus mendukung upaya pemerintah dan lembaga lainnya untuk memerangi buzzer dan penyebaran hoaks, serta membangun kesadaran publik akan pentingnya mempertahankan demokrasi dan mendukung proses demokrasi yang sehat dan transparan.

Dalam konteks sosio kultur Indonesia, peran buzzer dalam politik mencerminkan beberapa fenomena sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat. Pertama, ada fenomena pengaruh budaya politik yang masih kuat dalam kehidupan sosial Indonesia. Budaya politik ini ditandai dengan adanya penekanan pada hubungan personal, kekuasaan, dan korupsi, yang dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan pada lembaga formal, seperti partai politik atau badan pemilihan.

Kedua, adanya tradisi politik yang seringkali lebih menekankan pada hubungan personal dan patronase dibandingkan pada ideologi atau platform politik. Hal ini dapat menjadi faktor yang memungkinkan berkembangnya praktik buzzer, karena orang-orang cenderung lebih mempercayai opini dari orang yang mereka kenal atau yang memiliki hubungan personal dengan mereka daripada opini yang berdasarkan pada fakta atau ideologi.

Ketiga, adanya budaya yang mengutamakan kebersamaan dan kekeluargaan, yang cenderung membuat masyarakat Indonesia lebih mudah untuk terlibat dalam aktivitas sosial, seperti berpartisipasi dalam politik atau kampanye sosial. Namun, hal ini juga dapat memungkinkan terjadinya praktik buzzer, karena orang-orang cenderung lebih mudah mempercayai orang yang mereka kenal atau yang memiliki hubungan personal dengan mereka daripada opini yang berdasarkan pada fakta atau ideologi.

Keempat, adanya pengaruh media sosial yang semakin kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, buzzer dapat memanfaatkan media sosial untuk memperkuat opini atau mempengaruhi pandangan publik tentang suatu isu atau calon politik.

Dalam kesimpulannya, praktik buzzer di Indonesia mencerminkan fenomena sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat. Meskipun buzzer dapat menjadi perusak demokrasi, kita harus melihat praktik buzzer sebagai bagian dari lingkungan politik yang lebih luas, dan kita harus mencari solusi yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk menangani masalah ini. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kepercayaan pada lembaga formal dan memperkuat partisipasi publik dalam proses politik, sehingga masyarakat dapat lebih cerdas dalam memilih calon atau partai politik yang sesuai dengan visi dan misi mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun