[caption id="attachment_83498" align="alignleft" width="150" caption="Ngeblog di waktu kecil bagai mengukir di atas batu"][/caption] Menulis itu mengasikkan kata seorang pakar penulis aktif, suatu sore saat nge-tag tulisan hampir setiap hari.  Bayangkan seorang yang aktivitasnya padat, dari mulai mengajar di kampus, kemudian mengurus peternakan dan perikanan plus jalan-jalan ke kota lain, namun menulis baginya tidak membebani melainkan mengasikkan. Agaknya si-maniak itu tak  pernah lelah sedetikpun dari menulis. Kenapa seorang dosen aktif dan pengusaha itu masih terus bisa memproduksi ratusan buku dan tulisan setiap hari mampir di blognya, tidak lain karena sang dosen ini memang menemukan dan meyakinkan pembaca, bahwa akan sebuah keyakinan bulat dan tepat bagaimana agar menulis itu bisa lancar dan tiada kendala. Ternyata setelah saya baca apa triknya, cuma  tiga syarat: pertama, tulislah, kedua tulislah dan ketiga tulislah... Ya ya yaaa... ternyata belajar menulis itu dengan cara menuliskannya, apapun dan bagaimana pun. Terus terang saya adalah orang yang terpengaruh oleh dosen "gila" menulis ini, dengan belajar dan menggunakan kompasiana sebagai medianya. Saya tidak ingin jadi penulis, tapi ingin terus menulis dan menulis. Belajar dengan menulis, membaca dengan menulis, ngobrol dengan menulis, melamun dengan menulis, dan menghayal dengan menulis. Buktinya, banyak aktivitas kehidupan sepele bila ditulis akan bermanfaat. Contoh kecil: bengong! Bila ditulis kondisi dan situasi kenapa orang bisa bengong, bisa jadi akan  membuat pembaca terbengong-bengong, dibuatnya. Buktinya, banyak novelis-novelis yg berhasil menghipnotis orang menjadi bengong. [caption id="attachment_83497" align="alignright" width="150" caption="ngeblog di waktu dewasa, bagai mengukir di atas air"]
- Takut Salah. Takut turun derajatnya, dan takut ketahuan ilmunya. Hahahahah... benar juga sih. Orang-orang jaim (jaga image) pasti memperhatikan masalah ini. Apa yang ditulis harusnya yang baik-baik dan harus tidak boleh salah. Begitulah, sesekali tulisanya mampir maka tulis berikutnya entah kapan diparkir. Takut salah, takut ketahuan belangnya menjadi kendala untuk menulis.
- Tidak Percaya Diri. Masalahnya orang yang sering  mengaktifkan sensor menulis tidak akan canggung manakala tulisan itu ditumpahkan. Berbeda dengan orang yang jarang mengaktifkan saraf menulis di otaknya. Pastinya akan terbengong-bengong saat memulai, ide sudah ada, namun bingung mengemasnya apalagi menulisnya.  Tidak heran, orang-orang kampus pun banyak yang kebingungan menulis, tetapi tukang kuli tinta lancar menulis padahal pendidikannya hanya setingkat SMA.
- Menulis bukanlah profesinya. Nah kalau alasan ini, cocok bagi orang yang terbiasa berpikir profesional. Bahwa tulisan itu harusnya ditulis oleh para penulis yang ahli. Sehingga menurut keyakinan teori orang ini, percaya sekali kalau dirinya bukan profesi penulis. Jadi kalau bukan profesi penulis, mana mungkin bisa menulis. Begitulah kira-kira. Ternyata pikiranlah yang mengelabui dan menghambat.
- Menulis blog apa untungnya. Orang yang menulis di blog pastinya pekerjaan yang dianggap sia-sia karena menghabiskan waktu di depan komputer lalu menjaring ide dan browsing untuk sebuah tulisan. Setelah ditulis, belum tentu ada yang komentar atau mengklik suka seperti di facebook. Setelah tulisan jadi dengan rapih dan enak dibaca, harus ada kesediaan waktu untuk saling bertatap muka dengan blogger atau kompasioner lain. Karena social networking via blog ini mensyaratkan itu meski tidak tertulis. Di situlah kemudian orang menganggap buat apa menghabiskan waktu untuk sebuah tulisan yang "narsis", mendingan menulis di majalah atau koran, dapat honor lumayan.
- Menulis blog hanya bagi  yang hobi. Bagi penikmat hobi menulis, blog itu memang sangat gurih untuk dinikmati. Tetapi bagi yang tidak terbiasa mengkonsumsi "vitamin" ini akan asing dianggapnya. Karena bukan hobi, maka menulis di blog itu bukan sesuatu yang menjadi daya tariknya.
- Kendala teknis. Alasan klasik lain yang sering didengar adalah kendala teknis menulis dan memanfaatkan teknologi komputer. Banyak penulis yang tidak terbiasa menulis di blog, tetapi di microsoft word enjoy saja. Namun lebih banyak lagi memang benar-benar tidak mengerti komputer dan tidak mau menulis.
- Tulisan Elit. Penulis rumahan atau penulis elit, Â ini banyak yang tidak suka membagikan tulisanya di blog karena alasan tertentu. Misalnya takut tulisannya dibajak orang; takut tulisannya menjadi pedebatan ataupun memang sengaja tidak di publish di konten blog tetapi lebih mengarahkannya untuk konsumsi media massa.
- Kelelahan fisik dan mental. Banyak orang yang meninggalkan menulis di blog atau social networking dan ditinggalkannya karena alasan lelah fisik dan mental. Bahasa kerennya: jenuh! :) Ya orang-orang bosenan seperti ini memang tidak bisa dipaksa, namun begitu ada maunya, langsung deh bisa menerobos tulisan yang berat dan ringan.
- Cemburu karena Menulis. Ini kejadian nyata. Seorang kompasioner dilarang menulis lagi, karena pasangannya cemburu. Yang ia larang  dilarang sebenarnya  bersosialisasinya karena akan mengundang komentar dan berbagai tanggapan, biasanya pujian.
.... dan masih banyak lagi puluhan alasan kenapa tidak mau menlis blog... Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H