Evolusi adalah materi SMA yang diajarkan untuk kelas XII atau 12 yang dimuat dalam KD 3.9 dan 4.9 (Saputra, 2017). Evolusi adalah perubahan berangsur-angsur dan berjalan dalam waktu yang lama dalam rangka perubahan dari sesuatu yang simpleks menjadi sesuatu yang kompleks.
Banyak terjadi pro kontra tentang materi evolusi ada masyarakat. Hal ini dapat terjadi akibat dari kurangnya pemahaman tentang konsep evolusi. Kontroversi ini berawal dari konsep dasar iman, nalar, serta interaksinya (Dahamnuri, Husaini, & Saefuddin, 2016). Kontroversi antara ilmu pengetahuan dan keyakinan tentang teori evolusi dapat menganalisis alasan orang tidak menerima teori yang ada. Terdapat 3 hipotesis:
- Konflik pertentangan evolusi dengan agama;
- Evolusi yang menjelaskan hubungan negative dengan paradigm agama (Lestariningsih, Mulyono, & Ayatusa'adah, 2017); dan
- Terdapat perbedaan pendapat oleh para ilmuwan yang dapat menimbulkan kebingungan (Amri, Rasyidin, & Imran, 2017).
Perlu pembenahan pemahaman dan pebaikan pada pembelajaran konsep evolusi yang tepat dan relevan terutama di sekolah sehingga ilmu yang diperoleh dapat diimplementasikan untuk menumbuhkan berpikir kritis untuk mereduksi kerancuan dan kebingungan yang terjadi di masyarakat (Jirana & Amin, 2017).
Guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran dan menjadi sumber pengetahuan bagi siswa. Guru merupakan ujung tombak pendidikan dan akar keberhasilan proses pembelajaran dikelas. Proses pembelajaran bergantung pada pemahaman guru terhadap konsep dan bagaimana untuk menyampaikan materi agar materi tersebut dapat diterima oleh nalar siswa. Proses yang baik tercermin dari strategi yang digunakan karena setiap materi memiliki strategi pembelajaran yang berbeda-beda.
Guru di Jawa Timur diminta untuk memberi masukan tentang strategi atau metode yang dianggap tepat untuk mengajar evolusi pada tingkat SMA. Banyak guru yang berpendapat bahwa strategi pembelajaran kontekstual lebih tepat diterapkan untuk melatih kemampuan siswa. Metode diskusi menjadi pilihan yang sangat membantu karena siswa punya ruang untuk berbagi pikiran dan pemahamannya (Jirana & Amin, 2017).
Strategi yang diterapkan saat ini masih menggunakan sifat konseptual dan menggunakan metode ceramah. Para guru yang disurvey menganggap ceramah sangat tidak cocok untuk mengajar evolusi. Meskipun banyak yang menganggap metode ceramah merupakan metode konvensional dan tidak efektif. Namun, persepsi itu tidak benar karena semua metode memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing tergantung pada materi yang diajarkan.
Pemahaman konsep guru tentang pembelajaran mapel evolusi sangat penting agar siswa dapat menghadapi dan memahami kerancuan pro kontra masyarakat tentang cara pandang terhadap teori evolusi. Penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dapat memberi kemudahan siswa untuk memahami materi. Konsep yang benar pada siswa dapat mengubah paradigma masyarakat tentang teori evolusi.
Pada siswa SMAIT Nur Hidayah pembelajaran kontekstual dilakukan dengan cara mengunjungi Museum Sangiran yang terletak di Sragen, Jawa Tengah, Indonesia. Peserta yang mengikuti adalah siswa kelas XII IPA Putra dan XII IPA Putri. Kunjungan ke Museum Sangiran ini didampingi oleh guru biologi Budi Lenggono, S.Pd. dan didampingi juga guru sejarah Rosnendya Yudha Wiguna, S.H. yang mana kunjungan ini dapat diintegrasikan menjadi materi tematik. Sangiran termasuk warisan dunia UNESCO berkelas internasional. Museum Sangiran dapat menjadi sumber belajar dari kearifan lokal yang menyimpan banyak bentuk bukti perubahan atau evolusi berupa fossil.
Kunjungan ke Museum Sangiran diharapkan memberi informasi tentang kehidupan pra-sejarah utamanya teori Darwin yang menyebutkan bahwa manusia merupakan hasil evolusi. Budi Lenggono S.Pd. menjelaskan bahwa tujuan diadakannya kunjungan ini adalah tertangkapnya informasi missing link yang telah diteliti Darwin terbukti menjadi pertentangan bahwa Homo erectus dan manusia purba memiliki perbedaan sangat signifikan dari morfologi, budaya, tradisi, dan volume otaknya. Beliau juga memaparkan bahwa siswa mengerti perbedaan spesies tersebut dengan keterangan beberapa ulama tentang keterkaitan dari Nabi Adam AS dan waktu diturunkan ke dunia atau bumi. Hal ini dapat membuat kondisi lingkungan belajar menjadi kritis dan timbul sifat konstruktif agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Referensi
Amri, M. N., Rasyidin, A., & Imran, A. (2017). M. Nurhadi Amri: Integrasi Nilai-nilai Keislaman dalam Pembelajaran Biologi. Edu Riligia, 1(4), 487--501.