Film yang digarap oleh Hanung Bramantyo ini tampaknya membuat para calon penonton menaruh harapan tinggi terhadapnya. Bagaimana tidak, jika film "Habibie & Ainun" (2012) dan "Rudy Habibie" (2016) telah sukses membuat penonton merasa seperti benar-benar memasuki kehidupan Habibie dan Ainun. Selain itu, penggarap film ini, Hanung Bramantyo, bisa dibilang merupakan spesialis film sejarah dan biografi karena beberapa karyanya telah berhasil mewakili cerita kehidupan para tokoh besar seperti Soekarno (Film "Soekarno") dan Kartini (Film "Kartini"). Ia juga menyabet predikat sebagai sutradara terbaik sebanyak 11 kali sejak tahun 2004.
Reza Rahardian setia memerankan sosok Habibie di setiap film tentang Habibie garapan Hanung, sedangkan pemeran tokoh Ainun mengalami pergantian. Jika pada dua film sebelumnya, Bunga Citra Lestari dipercaya memerankan figur Ainun, dalam film ini, Maudy Ayunda dipilih memerankan tokoh Ainun saat muda. Salah satu aktor yang tengah menjadi sorotan di Indonesia juga terlibat dalam film ini, dialah Jefri Nichol. Ia berperan sebagai Ahmad, kekasih Ainun pada saat itu.
Film ini diawali dengan pertemuan antara Bacharuddin Jusuf Habibie dan Hasri Ainun Besari di bangku sekolah (SMA). Habibie, pemuda lugu nan pandai, mulai menaruh perhatian khusus terhadap Ainun, wanita yang ia juluki gula jawa. Sayangnya, kisah mereka terputus sementara karena masing-masing dari mereka fokus mengejar cita-cita.
Film "Habibie & Ainun 3" mengisahkan tentang perjalanan kehidupan yang ditempuh oleh sosok Ainun sejak masa kanak-kanak hingga tumbuh menjadi perempuan dewasa yang membanggakan banyak orang terutama keluarganya. Film ini berfokus pada perjuangan Ainun selama menjadi mahasiswi kedokteran di Universitas Indonesia.Â
Keinginan Ainun menjadi seorang dokter dilatarbelakangi oleh kebaikan hatinya untuk menolong dan bermanfaat bagi banyak orang, seperti sosok ibunya yang merupakan seorang bidan. Selain itu, kisah cinta Ainun dengan seorang lelaki bernama Ahmad juga menjadi fokus perhatian dalam film ini.
Dalam perjalanannya menjadi seorang mahasiswi kedokteran, Ainun mendapat manis pahitnya pengalaman kehidupan. Sisi pahit yang Ainun rasakan ialah saat kemampuannya selalu diragukan oleh berbagai pihak dan diremehkan oleh salah satu mahasiswa senior yang congkak, Agus Sumarhadi (Arya Saloka).Â
Hal ini terjadi karena saat itu perempuan dianggap lebih pantas bekerja di dapur dan diam di rumah daripada menuntut ilmu dan menggapai cita-citanya.Â
Di sisi lain, Ainun merupakan mahasiswi yang sangat dikagumi oleh banyak pria karena kecantikan dan kecerdasannya, bahkan terdapat suatu kelompok mahasiswa bernama PPA (Perkumpulan Penggemar Ainun) di kampusnya.
Hal hebat lain yang diciptakan oleh Ainun adalah ia dapat membuat salah satu dosen yang dikenal sangat tegas dan menerapkan metode belajar yang keras, Profesor Husodo Notosastro (Arswendi Nasution), menjadi sangat mengaguminya.
 Awalnya, menurutnya, ilmu kedokteran tidak cocok untuk perempuan karena perempuan memiliki sifat perasa yang sangat kuat sehingga mereka akan mengalami kesulitan ketika diberi tekanan.Â
Namun, pada akhirnya, dosen yang juga merupakan ayah dari Ahmad itu menyebutkan bahwa ia belajar banyak hal dari Ainun, salah satunya ialah tentang emansipasi wanita.
 Ainun kembali berhasil membuktikan bahwa wanita juga dapat melakukan hal hebat selain mengerjakan pekerjaan rumah, yaitu dengan menjadi lulusan terbaik mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia. Hal tersebut juga berhasil mematahkan kesombongan senior yang merendahkannya, Agus.
Film ini memang banyak diisi oleh keindahan momen kisah-kasih Ainun dan Ahmad. Namun, pada akhirnya, Ainun melabuhkan hatinya pada sosok teladan dan penuh cinta bernama Bacharuddin Jusuf Habibie.Â
Setelah melewati berbagai tantangan hidup, Habibie dan Ainun ditakdirkan bertemu kembali. "Ainun, cantiknya! Kok gula jawa berubah jadi gula pasir?" ucap Habibie saat pertama kali bertemu Ainun kembali.
Latar tempat dalam film ini sangat mewakili gambaran sesuai zamannya. Rumah-rumah dengan gaya arsitektur kuno dan tempat-tempat berbau hal-hal tradisional memperkuat suasana sesuai dengan masa hidup Habibie dan Ainun.Â
Selain itu, beberapa latar tempat dimana Ainun dan Ahmad sedang bersenang-senang, seperti pemandangan pantai, berhasil memanjakan mata penonton setelah sebelumnya dijejali latar tempat dengan suasana gelap dan mencekam, yaitu saat Ainun dan Ibunya sedang berusaha bersembunyi dari kejaran para tentara Jepang.
Penggunaan alur cerita maju-mundur dalam film ini menciptakan suasana yang berbeda dari film Habibie sebelumnya. Isi dan amanat dalam film ini sangat berbobot dan mendidik.Â
Banyak nilai yang dapat menginspirasi penonton, diantaranya seperti nasionalisme dan semangat juang yang tinggi, membuat film ini sangat direkomendasikan untuk ditonton oleh kalangan muda pejuang bangsa.Â
Terdapat beberapa makna tersirat yang dapat diambil dalam film ini, salah satunya ialah tidak peduli seberapa besar ombak mencoba menghancurkan karang, seberapa banyak masalah yang mencoba menghalangi ambisi dan cita-cita, perjuangan harus tetap berlanjut.
Penokohan pada sosok Habibie dalam film ini bisa dibilang sangat totalitas. Saat memerankan Habibie di masa tuanya, Reza Rahardian berhasil mewakili figur Habibie versi tua.
 Penonton seakan diajak kembali melihat sosok Habibie yang sebenarnya. Cara bicara, cara berjalan, gerak tubuh dan wajah Reza nyaris sama persis dengan Habibie.Â
Kabarnya, dibutuhkan waktu selama 7 jam untuk menyelesaikan make-up Habibie versi tua tersebut. Selain itu, terdapat adegan yang membuktikan ke-totalitas-an penokohan Habibie dalam film ini, yaitu saat Habibie (Reza Rahardian) berjalan bersama Ainun (Maudy Ayunda).Â
Pada kenyataannya, tinggi tubuh Reza dibanding Maudy berbeda jauh, sedangkan dalam film ini, editor mampu membuat tinggi tubuh mereka sejajar. Teknik editing yang dihasilkannya pun sangat baik.
Sayangnya, cerita dalam film ini tidak sepenuhnya mewakili apa yang terpampang pada judul film. Cerita dalam film ini terlalu berfokus pada kehidupan percintaan Ainun dan Ahmad sehingga mematahkan ekspektasi penonton terhadap judul film ini, "Habibie & Ainun 3".Â
Tentunya, penonton berharap kisah-kisah tentang Habibie dan Ainun diangkat kembali dengan versi yang berbeda dari film sebelumnya, mengingat bahwa waktu perilisan film ini tidak lama setelah berpulangnya Almarhum B. J. Habibie.
Film "Habibie & Ainun 3" dapat menjadi salah satu referensi tontonan yang baik dan berkualitas bagi kawula muda karena nilai-nilai di dalamnya mampu membangkitkan semangat perjuangan para pemuda Indonesia.Â
Terdapat ketidaksesuaian judul dengan mayoritas isi cerita yang disajikan dalam film ini. Meskipun demikian, alur dan isi cerita, serta tampilan-tampilan visual yang sangat baik dalam film ini mampu membuat penonton terbuai dan menikmati film ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H