Indonesia kembali berduka atas musibah kecelakaan bus Giri Indah yang masuk jurang di Cisarua, Bogor (Rabu, 21 Agustus 2013). Kecelakaan yang menewaskan 20 orang tersebut menambah daftar panjang jumlah kecelakaan bus di Indonesia.Â
Belum lama ini tepatnya bulan Februari lalu, sebuah bus pariwisata PO Mustika Mega Utama mengalami kecelakaan di Jalan Raya Puncak-Cianjur, Jawa Barat, menyebabkan 17 orang penumpang meninggal dunia.Â
Selain dua kecelakan maut tersebut, masih banyak lagi kecelakaan lainnya yang melibatkan bus, baik kecelakaan tunggal, maupun menabrak kendaraan lain ataupun pejalan kaki.
Dari sejumlah kecelakaan yang terjadi, faktor kelalaian pengemudi dan tidak laiknya kendaraanmenjadi penyebab mayoritas terjadinya kecelakaan. Seperti insiden yang terjadidi Cisarua kemarin, berdasarkan pernyataanKepala Dinas Perhubungan Jawa Barat, DediTaufik, bus Giri Indah yang terjun ke jurang di Cisarua, Bogor, tidak laikjalan.Â
Menurut Dedi, bus tersebut terakhir kali menjalani uji KIR yaitu padatahun 2005, yang berarti saat kecelakaan terjadi, kendaran ini KIR-nya sudahmati 8 tahun. Lebih lanjut Dedi menuturkan bahwa kondisi fisik bus menunjukkan tidak laik jalan.
"Ban belakang bus sudah gundul, yang bisa membahayakan ketikamelakukan pengereman atau saat berada di jalan yang licin," paparnya.
Informasi beberapa saksi mata, laju bus saat itu cukup kencang menuruni jalan dari arah Puncak menuju Bogor. Tidak tertutup kemungkinan lajubus yang kencang tersebut bisa juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan, karena semakin cepat laju bus, akan semakin sulit untuk dikendalikan saat terjadi tabrakan atau bersenggolan dengan kendaraan lain, maupun saat bus melewati tikungan.
Melihat tingginya tingkat kecelakaan bus maupun transportasi umum lainnya di Indonesia, sudah sepatutnya pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan transportasi umum melakukan evaluasi dan intropeksi terhadap tata kelola transportasi yang selama ini berlangsung. Pemerintah sebagai regulator, dan perusahaan pemilik kendaraan umum, haruslah sama-sama konsisten menjalankan ketentuan yang ada.Â
Sebagai contoh terhadap ketentuan uji kelaikan kendaraan yang telah ditetapkan, haruslah dilakukan dengan benar dan konsisten. Pemerintah sebagai regulator, wajib melakukan pemeriksaan rutin terhadap uji kelaikan seluruh kendaraan umum, dan tidak segan-segan memberikan sanksi yang berat bagi perusahaan yang melanggar.Â
Begitu juga halnya perusahaan pemilik kendaraan, haruslah dengan tertib dan teratur menjalani ketentuan yang ada, karena sebenarnya dengan pelaksanaan ketentuan, dapat mencegah risiko kerugian yang lebih besar bagi perusahaan.Â
Dari sisi tenaga kerja dalam hal ini pengemudi, perusahaan bus haruslah menugaskan pengemudi yang memang layak untuk menjalankan tugasnya, baik dalam hal keahlian mengemudi, maupun kondisi fisiknya.
Belajar dari Negeri Sakura
Belajar dari apa yang saya lihat dan ketahui mengenai pengelolaan transportasi publik di Jepang, kepatuhan terhadap peraturan yang diiringi dengan penegakkan hukum yang konsisten, menjadi faktor utama rendahnya angka kecelakaan transportasi umum di Jepang. Uji kelaikan kendaraan atau yang dalam bahasa Jepangnya disebut dengan saken, dipatuhi oleh seluruh pengguna lalu lintas, baik kendaraan pribadi maupun umum.Â
Khusus untuk kendaraan umum yang biasanya menggunakan plat hijau seperti bus dan taksi, uji kelaikan kendaraan wajib dilakukan sekali dalam setiap tahunnya. Sementara untuk kendaraan pribadi, dilakukan dua tahun sekali.Â
Jangan pernah coba-coba untuk melanggar ketentuan ini, karena hukumannya sangat berat. Ketaatan terhadap peraturan uji kelaikan kendaraan tersebut, bisa menghindari kecelakaan yang disebabkan karena rem blong, ban tipis, atau mesin yang terbakar.
Dalam hal meminimalisir dampak akibat kecelakaan, pemerintah mewajibkan setiap kendaraan umum seperti bus dan taksi untuk menyediakan sabuk pengaman bagi penumpangnya.Â
Memang pemerintah maupun perusahaan pemilik kendaraan tidak mewajibkan setiap penumpang mengenakan sabuk pengaman, namun setiap bus atau taksi akan berjalan, akan ada pengumuman yang mengingatkan dan menghimbau kepada penumpang untuk mengenakan sabuk pengaman.Â
Ketersediaan sabuk pengaman pada bus di Indonesia setahu saya belum semuanya ada, sehingga hal ini dapat merugikan penumpang yang ingin mengenakan sabuk pengaman.
Dari sisi pengemudi, ada ketentuan di Jepang yang mengatur batas maksimum seorang pengemudi boleh mengemudikan bus dalam satu hari, yaitu selama 8 jam, ataupun sejauh 400 Km. Jadi seandainya sebuah bus akan melakukan perjalanan selama lebih dari 8 jam, ataupun lebih dari 400 Km, maka perusahaan bus harus menyediakan 2 pengemudi.Â
Aturan ini diharapkan dapat menghindari kecelakaan yang disebabkan faktor kelelahan yang dialami pengemudi. Selain itu, pengemudi yang ditugaskan oleh perusahaan adalah pengemudi yang memang layak dan sehat.
Ketaatan pengemudi terhadap ketentuan berlalu lintas seperti aturan kecepatan maksimum dan marka jalan, juga menjadi faktor rendahnya angka kecelakaan transportasi umum di Jepang. Belum pernah saya melihat ada supir bus di Jepang yang mendahului/menyalip kendaraan lain di daerah yang dilarang, ataupun supir bus yang kebut-kebutan dengan bus lainnya.Â
Ketaatan pengemudi terhadap ketentuan, menurut saya merupakan buah dari penegakkan hukum di Jepang yang berlangsung dengan konsisten selama puluhan tahun sehingga membentuk budaya dan prilaku tertib berlalu lintas.
Semoga musibah yang telah terjadi selama ini, menjadi pelajaran yang bisa menyadarkan bangsa Indonesia pentingnya tertib berlalu lintas. Penegakkan hukum yang tidak pandang bulu dan konsisten oleh pemerintah, kesadaran pemilik perusahaan dan pengemudi untuk mentaati peraturan, diharapkan dapat segera terwujud di negeri kita tercinta ini. Memang takdir telah ditetapkan oleh Tuhan, namun sebagai manusia, sudah sepatutnya kita berikhtiar.Â
Salam tertib lalu lintas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H