Mohon tunggu...
Nanda Putri Rahmania
Nanda Putri Rahmania Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Seorang yang belajar menulis, hobi menggambar, dan menyukai es teh manis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pantaskah Fetish Dihina?

6 Agustus 2020   02:38 Diperbarui: 6 Agustus 2020   07:59 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar atas cuitan @m_fikris

Lagi dan lagi.

Kasus penyimpangan seksual kembali terjadi di Indonesia. Salah satu mahasiswa kampus terbaik di Jawa Timur berinisial G menjadi viral di Twitter setelah adanya thread berjudul "Fetish Kain Jarik".

Akun twitter @m_fikris menceritakan dirinya mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh G. Yaitu dengan menyuruhnya untuk membungkus diri dengan kain jarik. 

Akhirnya tweet ini menjadi ramai dan korban lainnya mulai bermunculan menceritakan pengalamannya masing-masing. Setelah berita ini tersebar dimana-mana, kampus UNAIR mengambil tindakan dengan  mengeluarkan G karena dianggap melanggar kode etik dan nama baik UNAIR.

Sebelumnya, kita harus mengenal istilah fetish. Istilah yang menjadi viral ini memiliki arti adalah dorongan seksual yang berhubungan dengan benda mati atau benda hidup. 

Di sini G memiliki fetish terhadap kain jarik. Fetish merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan seksual/kelainan seksual. Hal ini bisa jadi diakibatkan oleh trauma masa kecil maupun kelainan saraf pada otak. Karena itu penyimpangan seksual perlu mendapat penanganan dengan segera, sebelum pelakunya menyakiti diri sendiri atau menimbulkan masalah hukum.

Menurut hukum islam, pelaku pelaku penyimpangan seksual pantas dihukum mati. Namun, karena ini Indonesia, hukum ini tidak dapat diterapkan. Jika tindakan penyimpangan memenuhi unsur kriminal, barulah penegak hukum akan bertindak.

Seperti tindakan yang dilakukan G ini. Akibat dari tindakannya yang menyimpang, ia di-DO oleh kampusnya. Meskipun penegak hukum masih memeriksa G, masyarakat telah bertindak lebih awal. 

Puluhan, ratusan, atau mungkin ribuan orang berkomentar mengenai G. Bukan komentar yang membangun, G justru dihina oleh orang-orang ini. 

Pernahkah terbayang, bagaimana kondisi G dengan kelainannya yang mungkin sebenarnya jauh di dalam lubuk hati dia ingin menjadi manusia normal. Bukan menganggap dia tidak pantas dihukum. 

Tetapi karena kita tahu bahwa itu salah, apakah kita menjadi berhak menghina karena merasa benar? Bagaimana pendapat kalian?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun