Ilmu kalam juga dikenal sebagai ilmu tauhid dan ushulluddin karena mempelajari keesaan Allah SWT serta meneliti hal-hal yang wajib, mustahil Allah SWT dan Nabi-Nabi. Ilmu ushuluddin disebut demikian karena membahas mengenai esensi Allah, yaitu membicarakan asas-asas agama, sementara ilmu kalam disebut demikian karena "orang seiring memperdebatkan apakah kalam Allah itu qadim atau hadits" (Azali atau baru). Mempelajari aliran-aliran ilmu kalam adalah suatu cara untuk memahami cara berpikir dan proses pengambilan keputusan ulama aliran teologi ketika menangani masalah-masalah keagamaan. Pada hakikatnya, kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu, baik dalam hal kemampuan biologis maupun psikologis, berkualitas tinggi secara alami. Itulah sebabnya mengapa perbedaan kesimpulan antara satu pemikiran dan pemikiran lainnya dalam mengevaluasi objek tertentu juga merupakan sesuatu yang alami. Bagian pembahasan akan membahas mengenai kerangka berfikir aliran-aliran ilmu kalam untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas.
1. Kerangka Berfikir Aliran-aliran Ilmu Kalam
Berawal dari perbedaan pendapat yang muncul antara sahabat dan ulama dalam mengkaji topik tertentu, karena sebagian sahabat mendengar putusan hukum yang diumumkan oleh Nabi. Sedangkan yang lainnya tidak mendengarkan keputusan Nabi dan kemudian pergi berjihad. Kemudian muncul perbedaan pendapat dalam menentukan sebuah ketentuan hukum. Tentang alasan pemicu perbedaan pendapat ini, terdapat dua tokoh yang memberikan pandangannya
    A. Al-Dahlawi
Menurut Ad-Dahlawi, ia lebih fokus pada aspek subjek pembuatan keputusan yang menjadi penyebab dari perbedaan pendapat. Imam Nubawwir juga menegaskan bahwa variasi pandangan dalam Islam biasanya dipengaruhi oleh kemampuan dan kehandalan individu sebagai pengambil keputusan (Rosihan, 2011).
   B. Umar Sulaiman Asy-Syaqar
Menurut (Umar, 1994), keputusan merupakan penyebab adanya perbedaan pendapat. Dia berpandangan bahwa terdapat tiga isu yang harus dihadapi, yaitu isu keyakinan (aga'id), isu syariah, dan isu politik.
Ada dua jenis perbedaan metode berpikir secara umum, yaitu rasional dan tradisional. Rasional adalah terikat pada dogma yang jelas disebut dalam Al-Qur'an dan Hadist Nabi, khususnya ayat yang gathi. Kemerdekaan diberikan manusia untuk bertindak, serta berkeinginan memberikan kekuatan besar kepada pikiran. Pemikiran tradisional mengikuti prinsip tertentu, seperti mengikuti dogma dan ayat yang memiliki makna Zhanni.
   Mu'tazilah merupakan aliran pemikir teologi rasional, sedangkan yang dianggap memiliki pendekatan tradisional adalah Asy'ariyah (Yunan, 1990). Selain mengelompokkan teologi ke dalam teologi rasional dan tradisional, juga terdapat pengelompokan berdasarkan perbedaan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah-masalah teologis.
A. Antroposentris
Menyatakan bahwa, internal dan tanpa kepribadian. Ia berinteraksi dekat dengan masyarakat kosmos, baik secara alami maupun secara supernatural, di mana orang-orang ini memiliki pandangan negatif terhadap dunia. Mereka percaya bahwa tugas manusia adalah membebaskan unsur alam yang jahat dengan meninggalkan dunia ini, untuk mencapai kebebasan dari pengaruh alam. Sementara fokusnya lebih pada praktik-praktik pertapaan dan gagasan-gagasan magis. Maksud hidupnya adalah mengintegrasikan kepribadiannya ke dalam realitas yang impersonal. Individu yang memegang pandangan antroposentris sering disebut atau dikenal sebagai Sufi. Aliran teologi yang tergolong dalam kelompok ini meliputi Qadariyah, Mu'tazilah, dan Syi'ah (Muhammad, 1984).