Mohon tunggu...
nanda pratama
nanda pratama Mohon Tunggu... -

islamic state of maulana malik ibrahim malang

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

“BERANI BOLOS ITU BUKAN BERARTI JAGOAN”

17 Juni 2015   23:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:47 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Note by Kassyafaeny Pratama Widiananda

12410071

Psychological Learning

 

                                     “BERANI BOLOS ITU BUKAN BERARTI JAGOAN”

Siapa sih siswa yang sering bolos sekolah? Apakah hanya mereka yang dikatakan berani “jagoan” sekolah? Tanpa ada rasa bersalah karena melanggar aturan sekolah. Atau Apakah mereka sosok siswa yang ditakuti oleh siswa-siswa lainnya? Genk yang merasa solid satu sama lain sehingga kemudian mereka memilki prinsip “bolos satu bolos semua”.

Kita tidak bisa mengidentifikasi faktor penyebab dan alasan yang sama mengapa siswa sering bolos. Banyak faktor dan penyebab lainnya yang belum kita pahami mengapa mereka menimbulkan perilaku melanggar aturan (bolos sekolah) di sekolah. Hal mendesak yang tiba-tiba terjadi sebelum berangkat sekolah bisa jadi salah satu alasan perilaku bolos. Ketidak-hadiran siswa karena tidak sempat izin secara resmi kepada guru atau pihak terkait, bisa juga menjadi alasan bolos sekolah.

Beberapa alasan yang telah diidentifikasi melalui penelitian-penelitian sebelumnya adalah pengaruh teman atau genk. Sesuai hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perilaku membolos siswa disebabkan oleh rasa solidaritas antar teman yang dimana teman yang berperilaku negatif sehingga mendorong mereka untuk melakukan tindakan melanggar peraturan sekolah (Graciani, 2011).

Banyak pengakuan terlarang dari siswa mengenai faktor-faktor penyebab mengapa mereka melakukan perilaku membolos tersebut. Diantara pengakuan terlarang tersebut adalah mereka bercerita tentang kepuasan dan kesenangan yang mereka dapatkan ketika membolos dari sekolah. Alasan bahwa siswa tersebut bolos sekolah juga bagian dari keinginan mereka menunjukkan eksistensi mereka sebagai remaja. Dengan perilaku mem-bolos mereka merasakan kesenangan dan kepuasan karena telah memenuhi keinginan untuk menghabiskan masa-masa remaja yang mereka rasa hanya bisa dihabiskan pada masa SMA (remaja), karena nanti ketika musim ujian akhir nasional (pada saat kelas XII) mereka akan fokus mempersiapkannya. Bagi mereka inilah saat yang tepat untuk bersenang-senang di luar sekolah.

Perilaku membolos merupakan perilaku tidak masuk sekolah, meninggalkan sekolah ataupun jam pelajaran sebelum usai yang dilakukan tanpa mendapatkan izin dari sekolah yang dapat disebabkan karena faktor pribadi, keluarga, ataupun sekolah.

Sesuai dengan undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikemukakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi diharapkan semua siswa mematuhi tatanan aturan dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hal tersebut juga dikemukakan oleh Driyarkara (dalam Mikarsa, 2004) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda ketaraf insani harus diwujudkan dalam seluruh proses atau upaya pendidikan. Kegiatan belajar mengajar merupakan terjadinya interaksi antara guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran (Suryosubroto, 2009).

Komponen inti dalam kegiatan belajar-mengajar adalah guru dan peserta didik. Proses belajar mengajar dapat terlaksana apabila kedua komponen tersebut ada. Jika salah satu komponen tidak hadir maka proses belajar mengajar tersebut tidak akan terjadi. Sehingga proses transfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik tidak dapat dilakukan. Berdasarkan kedua komponen tersebut, bagaimana bisa proses belajar mengajar berlangsung jika di kelas hanya tersisa dua siswa sedangkan siswa yang lain membolos. Dan fenomena tersebut memang benar adanya, berdasarkan beberapa fakta yang ditemukan di beberapa sekolah.

       Mengetahui bahwa perilaku membolos siswa adalah salah satu dari perilaku bermasalah atau perilaku menyimpang siswa. Maka dari itu perlu adanya studi kasus atau studi lebih dalam mengenai kasus membolos siswa. Karena proses pembelajaran di sekolah tidak akan maksimal jika banyak murid/peserta didik yang malah tidak bertanggung jawab atas kewajibannya untuk masuk sekolah dan belajar. Jika orientasi mereka hanya untuk menghabiskan masa remaja dengan bersenang-senang bersama teman-teman, maka akan merisaukan banyak pihak terutama para orangtua beserta para guru (pendidik).

 

References:

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Mikarsa, dkk. 2004. Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun