Mohon tunggu...
Nanda Pradina
Nanda Pradina Mohon Tunggu... Administrasi - A former Project Manager in a language agency with interest in policy and business development

I have a keen interest in writing and painting. I enjoy traveling, exploring new cuisines, and watching movies.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pemahaman Nasionalisme Maritim dalam Menghadapi Isu Laut Cina Selatan

31 Mei 2024   23:58 Diperbarui: 3 Juni 2024   10:22 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa minggu lalu, saya mengikuti pelatihan ekspor-impor yang salah satu agendanya adalah mengunjungi PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS). Saat itu, salah satu staf TPS yang membantu agenda kunjungan menyatakan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya pelabuhan dan perairan masih sangat minim. Minimnya kesadaran ini bertentangan dengan luasnya wilayah perairan Indonesia, yang idealnya membuat masyarakat menyadari betapa penting dan strategisnya laut Indonesia. 

Berkaitan dengan hal tersebut, penulisan artikel inipun bertujuan untuk menggaris bawahi pentingnya kesadaran masyarakat atas sigfikansi laut Indonesia salah satunya dalam upaya penegakan kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan (LCS). Selain itu, penulis juga menyoroti pentingnya peningkatan kualitas hidup nelayan lokal sebagai salah satu garda terdepan dalam ketahanan pangan Indonesia.

Indonesia bukanlah negara pihak dalam sengketa LCS. Artinya, Indonesia tidak memiliki klaim atas wilayah Spratly dan Paracel sebagai wilayah yang disengketakan. Meski begitu, sengketa antara Tiongkok dengan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina di wilayah ini menempatkan kepentingan Indonesia dalam risiko, salah satunya adalah keamanan Kepulauan Natuna, khususnya Laut Natuna Utara (Supriyanto, 2016).  

Sebagaimana diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), Laut Natuna Utara merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Meski begitu, wilayah ini masuk Garis Bentuk U dalam peta 9 garis putus-putus yang diklaim oleh Tiongkok (Siregar, 2023). Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional dan bertentangan dengan UNCLOS.

Kepulauan Natuna sendiri menyimpan sumber daya alam lepas pantai yang cukup besar, dengan lebih dari 90 juta standar barel cadangan minyak bumi dan lebih dari 200 triliun kaki kubik cadangan gas alam. Selain itu, Kepulauan Natuna juga memiliki potensi perikanan yang menjanjikan dengan potensi tangkap sebesar lebih dari 1 juta ton (Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Natuna & Rengga, 2022). 

Dalam perkembangannya, Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi memang telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kapasitas militer dan penegakan hukum di wilayah tersebut. Bahkan pada tahun 2020, Jokowi melakukan kunjungan setelah terjadi konfrontasi yang melibatkan jet tempur, kapal perang, dan puluhan kapal dari Indonesia dan Tiongkok setelah kapal penjaga pantai dan nelayan Tiongkok memasuki kawasan ZEE Indonesia pada akhir 2019 (CNA, 2023).

Meski begitu seiring berkembangnya waktu, respons Indonesia terhadap gangguan-gangguan dari Tiongkok yang masih terus terjadi dianggap kurang. Beberapa akademisi menganggap hal ini disebabkan adanya kompleksitas upaya penyeimbangan antara kekhawatiran domestik, ambisi geopolitik yang baru tumbuh, sikap kebijakan luar negeri non aliansi yang telah lama dipegang, hingga ambisi pembangunan dalam negeri yang terjadi di masa pemerintahan Jokowi. Hal tersebut pun berdampak pada bagaimana nelayan-nelayan di kawasan Kepulauan Natuna terus mengalami penurunan penangkapan (CNA, 2023).

Dilansir dari Channel News Asia (CNA), para nelayan di kawasan tersebut kerap kali diminta untuk meninggalkan wilayah perairan yang sudah biasa mereka tempati untuk menangkap ikan tidak hanya oleh kapal Tiongkok, tetapi juga Vietnam dan Filipina. Bahkan beberapa nelayan di Kepulauan Natuna kerap kali berjumpa dengan kapal penjaga pantai hingga kapal perang yang kebanyakan berasal dari Tiongkok (CAN, 2023). 

Pada saat yang sama, kondisi nelayan lokal di sejumlah wilayah pesisir Indonesia juga tidak lebih baik. Nelayan lokal dengan kapal kecil (berukuran di bawah 10 gross ton) umumnya belum memiliki tempat dalam tata kelola kelautan dan perikanan Indonesia, meskipun nelayan-nelayan tersebut memiliki peran penting dalam perlindungan laut (Jakarta Post, 2023).

Pembangunan di pesisir seringkali memarginalkan nelayan dan komunitas pesisir meski mereka merupakan salah satu garda terdepan untuk menjaga ketahanan Indonesia. Sejak tahun 1980an, terdapat banyak upaya konversi lahan mangrove menjadi lahan kelapa sawit (BRIN, 2023). Selain itu, berkembang juga paradigma pembangunan yang mengutamakan komunitas perkotaan dan agrikultur, sehingga kurang memperhatikan kehidupan masyarakat di daerah pesisir. Hal ini pun menyebabkan adanya pergeseran nilai dan budaya dari "budaya maritim" ke "budaya daratan" (Nashir & Riyadi, 2023).

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menilai bahwa peningkatan fokus pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir merupakan suatu hal yang harus terus dilakukan. Pemberdayaan dan dukungan berupa perlindungan, utamanya untuk nelayan di wilayah Laut Natuna Utara dapat berperan dalam memaksimalkan potensi perikanan di kawasan tersebut. Lebih lanjut, pemberdayaan dan perlindungan nelayan juga diperlukan karena para nelayan lokal tersebutlah yang memiliki pengetahuan mendalam terkait bagaimana perilaku ikan, habitat ikan, musim ikan, operasi alat tangkap ikan, hingga penjagaan ekosistem wilayah pesisir.

Lebih lanjut, pemerintah bersama komunitas masyarakat juga dapat meningkatkan nasionalisme maritim -- perasaan cinta tanah air untuk bersama-sama mencapai dan mempertahankan identitas, kemakmuran, integritas, dan kekuatan bangsa menuju realisasi kekuatan strategis di wilayah perairan yang didukung dengan kekuatan maritim, baik perdagangan, armada perang, industri maritim, maupun pembangunan negara berbasis maritim -- melalui pembelajaran formal maupun non formal. 

Pembelajaran mengenai nasionalisme maritim ini bertujuan tidak hanya untuk memahami kekayaan perairan Indonesia, tetapi juga tantangan dan ancaman yang dimiliki, serta pengelolaan yang efektif yang dapat berdampak pada meningkatnya peran masyrakat dalam menjaga persatuan dan kedaulatan Indonesia utamanya dalam menghadapi isu Laut Cina Selatan.

Referensi:

BRIN, 2023. “Pentingnya Perlindungan terhadap Nelayan dan Komunitas Pesisir Berbasis Tradisi” [online], https://www.brin.go.id/news/112618/pentingnya-perlindungan-terhadap-nelayan-dan-komunitas-pesisir-berbasis-tradisi (diakses pada 31 Mei 2024).

Connelly, Aaron 2017. “Indonesia’s new North Natuna Sea: What’s in a name?” [online], https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/indonesia-s-new-north-natuna-sea-what-s-name (diakses pada 31 Mei 2024).

Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Natuna, 2022. “Potensi Natuna 2022”, Natuna Outlook 2022: Potensi dan Pesona Mutiara di Utara Indonesia. Jakarta: PT Micepro Indonesia.

Jakarta Post, 2023. “Better care for locals and the ocean to make Indonesian’s blue economy more viable”, [online]. https://www.thejakartapost.com/opinion/2023/07/11/better-care-for-locals-and-the-ocean-to-make-indonesias-blue-economy-more-viable.html (diakses pada 31 Mei 2024).

Nashir, Asep Kamaluddin & Riyadi, Sayed Fauzan, 2018. “Indonesian Nationalism in Natuna Border: Impact of South Chinese Marine Conflict on Indonesian Nationalism Values in Natuna Border Areas”, International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding, Vol. 6, Special Issue 1.

Supriyanto, Ristian Atriandi, 2016. “Out of Its Comfort Zone: Indonesia and the South China Sea”, Asia Policy, Number 21, pp. 21-28. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun