Korupsi yang sudah mengakar dalam berbagai sektor memerlukan waktu dan usaha yang konsisten untuk diubah. Pendekatan sistematis dan berkelanjutan sangat penting dalam hal ini.
2. Keterbatasan Sumber Daya
  Penegakan hukum dan program pencegahan memerlukan sumber daya yang memadai, baik finansial, personel, maupun teknologi. Keterbatasan sumber daya sering menjadi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan kriminal yang efektif.
3. Resistensi dari Pihak Tertentu
  Upaya pemberantasan korupsi sering kali menghadapi resistensi dari pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu. Hal ini dapat menghambat proses penegakan hukum dan pencegahan korupsi.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan kerjasama yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas internasional. Pemerintah perlu memperkuat lembaga penegak hukum, meningkatkan transparansi, dan membangun sistem yang akuntabel. Masyarakat perlu terus diberdayakan untuk aktif dalam pengawasan dan pelaporan korupsi. Sementara itu, komunitas internasional dapat memberikan dukungan melalui kerjasama bilateral dan multilateral dalam upaya pemberantasan korupsi.
 Kesimpulan
Diskursus G. Peter Hoefnagels mengenai "criminal policy" memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk penanggulangan kejahatan, termasuk korupsi. Penerapan skema ini di Indonesia, melalui kombinasi jalur penal dan non-penal, dapat memberikan hasil yang efektif dalam upaya pemberantasan korupsi. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, dengan kerjasama yang kuat dan strategi yang tepat, Indonesia dapat mencapai kemajuan signifikan dalam menciptakan ruang publik yang bebas dari korupsi.
Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai "The Ring of Gyges" yang diambil dari karya Plato beserta konteks dan analisisnya:
 Biodata Metafora "The Ring of Gyges"
Judul: The Ring of Gyges