Mohon tunggu...
Nanda Oktaviana
Nanda Oktaviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Nanda Oktaviana dengan nim 41522110053, fakultas teknik informatika, disini saya untuk mengerjakan kuis mata kuliah (pendidikan anti korupsi dan etik umb dengan dosen: Apollo, prof. Dr. M. Si. Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

20 Juni 2024   21:37 Diperbarui: 20 Juni 2024   21:37 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dari ppt prof apollo

Edward Coke: Actus Reus dan Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia Pendahuluan Korupsi adalah salah satu kejahatan yang paling merusak dalam sistem pemerintahan dan perekonomian. Di Indonesia, korupsi merupakan masalah serius yang telah mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara. Dalam memerangi korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memainkan peran penting dengan menindak tegas para pelaku korupsi. Untuk memahami lebih dalam tentang konsep hukum yang diterapkan dalam kasus korupsi, kita bisa merujuk pada konsep Actus Reus dan Mens Rea yang diutarakan oleh Sir Edward Coke. 

Input sumber gambar dari ppt prof apollo
Input sumber gambar dari ppt prof apollo
Actus Reus dan Mens Rea: Definisi dan Relevansinya Actus Reus Actus Reus merujuk pada tindakan fisik atau perbuatan yang melanggar hukum. Dalam konteks korupsi, Actus Reus bisa berupa tindakan menyuap, menerima suap, penggelapan dana, atau penyalahgunaan kekuasaan. Actus Reus harus dapat dibuktikan dengan fakta-fakta konkret yang menunjukkan adanya tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh terdakwa. Mens Rea Mens Rea, di sisi lain, merujuk pada niat atau kesadaran pelaku dalam melakukan tindakan melanggar hukum. Mens Rea penting untuk menentukan apakah tindakan yang dilakukan merupakan kejahatan yang disengaja atau tidak. Dalam kasus korupsi, Mens Rea bisa berupa niat untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara yang melawan hukum. 

Studi Kasus: Kasus Korupsi Setya Novanto  

Untuk menggali lebih dalam tentang penerapan konsep Actus Reus dan Mens Rea dalam kasus korupsi di Indonesia, kita akan mengkaji kasus korupsi yang melibatkan Setya Novanto, seorang politisi ternama yang terlibat dalam proyek e-KTP. Belakang Kasus Setya Novanto, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia, terlibat dalam kasus korupsi megaproyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Kasus ini melibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai 2,3 triliun rupiah. Setya Novanto didakwa menerima suap dan melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara dalam proyek yang seharusnya meningkatkan sistem administrasi kependudukan di Indonesia. Actus Reus dalam Kasus Setya Novanto Actus Reus dalam kasus ini dapat dilihat dari berbagai tindakan konkret yang dilakukan oleh Setya Novanto. Beberapa di antaranya adalah: 1. Penerimaan Suap: Setya Novanto menerima sejumlah uang dari berbagai pihak yang terlibat dalam proyek e-KTP. Uang ini diberikan sebagai imbalan atas pengaruh yang dimilikinya untuk memenangkan kontrak proyek kepada pihak tertentu.   2. Manipulasi Proyek: Setya Novanto terlibat dalam pengaturan proyek yang menyebabkan proyek e-KTP diberikan kepada perusahaan-perusahaan tertentu yang memiliki hubungan dekat dengannya, tanpa melalui proses yang transparan dan adil.   3. Penggunaan Dana Proyek untuk Kepentingan Pribadi: Dana yang seharusnya digunakan untuk proyek e-KTP digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, yang menyebabkan kerugian besar bagi negara. Mens Rea dalam Kasus Setya Novanto Mens Rea dalam kasus ini terlihat dari niat dan kesadaran Setya Novanto dalam melakukan tindakan korupsi. Beberapa indikasi Mens Rea dalam kasus ini adalah: 1. Kesengajaan dalam Menerima Suap: Setya Novanto secara sadar dan sengaja menerima suap dari pihak-pihak yang ingin memenangkan proyek e-KTP. Hal ini menunjukkan niat yang jelas untuk memperkaya diri sendiri dan pihak tertentu dengan cara melanggar hukum.   2. Kesadaran akan Dampak Negatif Tindakan: Setya Novanto, dengan posisinya yang tinggi dalam pemerintahan, menyadari bahwa tindakannya akan merugikan negara dan masyarakat. Namun, ia tetap melakukan tindakan tersebut demi keuntungan pribadi.   3. Penggunaan Kewenangan untuk Kepentingan Pribadi: Sebagai Ketua DPR, Setya Novanto memiliki kewenangan yang besar. Ia menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk mengarahkan proyek e-KTP kepada pihak-pihak tertentu dengan niat untuk mendapatkan imbalan finansial. Penindakan Hukum oleh KPK KPK, sebagai lembaga independen yang bertugas memberantas korupsi, mengambil tindakan tegas terhadap Setya Novanto. Berikut adalah langkah-langkah yang diambil oleh KPK dalam menangani kasus ini: Penyidikan dan Penyelidikan KPK melakukan penyidikan mendalam terhadap proyek e-KTP, mengumpulkan bukti-bukti berupa dokumen, rekaman percakapan, dan kesaksian dari berbagai pihak. Bukti-bukti ini digunakan untuk menguatkan dugaan adanya tindakan korupsi yang melibatkan Setya Novanto. Penahanan dan Pengadilan Setya Novanto ditahan oleh KPK dan dihadapkan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam persidangan, jaksa penuntut umum mempresentasikan bukti-bukti yang menunjukkan adanya Actus Reus dan Mens Rea dalam tindakan yang dilakukan oleh Setya Novanto. Putusan Pengadilan Pada April 2018, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan Setya Novanto bersalah atas tindakan korupsi yang dilakukan dalam proyek e-KTP. Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda sebesar 500 juta rupiah, serta kewajiban mengembalikan uang hasil korupsi yang diterimanya. Putusan ini menunjukkan keberhasilan KPK dalam menegakkan hukum dan memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Implikasi Kasus dan Pentingnya Penerapan Actus Reus dan Mens Rea Kasus Setya Novanto memberikan beberapa implikasi penting terkait penanganan kasus korupsi di Indonesia: Penegakan Hukum yang Kuat Kasus ini menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang kuat dan tegas terhadap pelaku korupsi. Dengan adanya lembaga seperti KPK yang memiliki kewenangan besar dalam memberantas korupsi, diharapkan akan semakin banyak kasus korupsi yang diungkap dan ditindak. Pentingnya Pembuktian Actus Reus dan Mens Rea Pembuktian Actus Reus dan Mens Rea dalam kasus korupsi sangat penting untuk memastikan bahwa pelaku benar-benar bersalah dan layak mendapatkan hukuman. Bukti-bukti yang konkret dan jelas mengenai tindakan yang dilakukan (Actus Reus) dan niat di balik tindakan tersebut (Mens Rea) akan membantu pengadilan dalam membuat putusan yang adil. Penguatan Sistem Pencegahan Korupsi Kasus ini juga menunjukkan pentingnya penguatan sistem pencegahan korupsi di berbagai lembaga pemerintahan. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi di masa mendatang. Kesimpulan Kasus korupsi yang melibatkan Setya Novanto dalam proyek e-KTP memberikan gambaran jelas tentang penerapan konsep Actus Reus dan Mens Rea dalam sistem hukum Indonesia. Actus Reus dan Mens Rea adalah dua elemen penting yang harus dibuktikan dalam kasus korupsi untuk memastikan bahwa pelaku benar-benar bersalah dan layak mendapatkan hukuman. Melalui tindakan tegas KPK dan penegakan hukum yang kuat, diharapkan korupsi di Indonesia dapat semakin berkurang, dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara dapat kembali pulih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun