Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketidaksempurnaan dan Kompetensi Diri

22 Mei 2022   18:20 Diperbarui: 23 Mei 2022   06:45 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by MI PHAM on Unsplash   

Bertahun-tahun yang lalu ketika saya masih berada dalam fase awal kedewasaan diri, saya pernah merasa bahwa saya banyak memiliki kekurangan dibandingkan dengan teman-teman saya.

Misalkan kamu memberi tahu saya bahwa kamu lebih suka sakit gigi daripada mendengar saya bernyanyi dan bermain alat musik. 

Dulu hal itu saya anggap menyedihkan, tapi saat ini saya tidak akan bersikap defensif terhadap diri sendiri seandainya hal tersebut terjadi kembali. 

Ini karena saya sadar bahwa saya tidak perlu malu dengan suara saya dan saya tahu bahwa salah satu kekurangan saya adalah saya tidak memiliki bakat dalam hal musik.

Dulu saya sempat menyesal kenapa saya tidak belajar bernyanyi dan bermain alat musik dan mencoba untuk menjadi selebritas terkenal seperti yang selalu saya impikan saat remaja dulu. 

Kemudian dulu saya juga sempat bercita-cita menjadi seorang dokter namun juga tidak tercapai karena satu dan lain hal persyaratan yang saya tidak bisa penuhi.

Namun apakah saya kemudian tetap dengan keras kepala mempertahankan semua “kekurangan” tersebut seumur hidup? Jawabannya adalah tidak.

Saya berhasil keluar dari kondisi keterbatasan itu dan mencoba berdamai dengan diri sendiri dan menemukan hidden gem bahwa ternyata ketidaksempurnaan diri itu terkadang adalah kekuatan super kita di semesta yang lain.

Kalau kamu sudah menonton film Marvel Cinematic Universe (MCU) yang terbaru yaitu Dr. Strange: in Multiverse of Madness, film ini mengisahkan lintasan semesta yang berbeda dengan diri kita di semesta yang kita jalani saat ini.

Tentunya film itu adalah fiksi, namun benang merah yang ingin saya tarik adalah setiap dari kita tentu mempunyai kekurangan dan ketidaksempurnaan, namun bagaimana kita bisa membuat diri kita berhasil dengan segala kelebihan kita di “semesta” yang lain adalah jauh lebih penting.

Pengalaman saya juga mengajarkan bahwa kita tidak perlu menunggu orang lain untuk menyadarkan kita akan hal-hal tersebut di atas.

 Ada beberapa cara proaktif yang bisa kita lakukan untuk memahami dan mengubah paradigma kita dalam melihat ketidaksempurnaan diri kita.

Secara garis besarnya untuk mengubah paradigma ketidaksempurnaan menjadi kekuatan super kita harus mau melihat sudut pandang lain yaitu sudut pandang kompetensi.

Setiap orang memang betul diberikan bakat yang unik, tapi bakat hanya tinggal bakat ketika hal ini tidak bisa dikembangkan dan menjadi suatu kompetensi yang akhirnya kompetensi ini akan membawa kita ke titik tertinggi potensi sebagai manusia.

Jujur pada diri sendiri tentang diri sendiri

Secara logika, saya yakin kita tidak suka memikirkan kelemahan kita. Faktanya, kita mungkin begitu ahli menyembunyikan ketidaksempurnaan kita sehingga malah mendorong rasa tidak aman kita jauh ke dalam celah-celah alam bawah sadar kita.

Kita secara sadar pasti lebih memilih menolak orang yang akan memberikan kritik daripada orang yang memuji kita, benar begitu bukan?

Jadi, mari kita jawab pertanyaan besarnya apakah kita siap atau tidak untuk jujur dengan diri sendiri mengenai ketidaksempurnaan kita.

Apakah kita memilih untuk terus-menerus bersembunyi dalam bayangan ketidaksempurnaan dan berusaha terlihat sempurna di mata orang lain atau kita memilih untuk melihat sisi terang di seberang sana yang mempunyai fondasi kompetensi yang harus kita renungkan.

Proses perenungan yang tentunya tidak sebentar dan butuh waktu. Oleh karena itu, saya percaya dengan konsep bahwa kompetensi itu adalah bakat yang dilatih dan dikembangkan serta ditempa oleh permasalahan agar mampu membawa kita ke arah yang tepat.

Banyak orang justru tidak mau jujur dengan diri sendirinya bahwa memang kita tidak bisa menjadi juara di semua bidang. Alih-alih demikian, lebih baik kita mencari talenta terbaik kita dan kemudian kita proses talenta tersebut menjadi kompetensi handal di masa depan.

Mau berdamai dengan diri sendiri

Nah, ini yang saya rasa paling sulit kita lakukan. Sadar atau tidak sebenarnya perjalanan hidup kita dalam 24 jam adalah hasil berbagai “perang” dalam pengambilan keputusan yang terjadi di otak kita.

Mulai dari bangun pagi sampai kita tidur kembali di malam hari semua adalah hasil peperangan kecil yang tanpa kita sadari adalah suatu proses yang akan membawa kita ke arah yang tepat atau sebaliknya.

Kemauan berdamai dengan sendiri merupakan salah satu kunci untuk sedikit membantu membebaskan otak kita dari berbagai bias kognitif yang sudah menunggu kita di ujung perjalanan.

Berdamai dengan diri sendiri dalam arti bijak bukanlah berarti menyerah dengan ketidaksempurnaan kita. Namun dengan berdamai dengan diri sendiri artinya kita akan mampu melihat bahwa sebenarnya kita mempunyai sisi terang yang selama ini belum kita eksplorasi.

Berdamai dengan diri sendiri akan mampu membuat kita memaafkan kesalahan masa lalu dan melakukan koreksi di masa depan.

Tanpa mau berdamai dengan diri sendiri maka kita akan terkurung dalam perasaan bahwa kita ini tidak sempurna dan tidak mempunyai masa depan.

Photo by MI PHAM on Unsplash   
Photo by MI PHAM on Unsplash   

Fokus pada kompetensi kita

Ketika kita fokus pada kompetensi, maka kita menunjukkan bahwa kitalah yang mengendalikan masa depan. Jika kita fokus pada ketidaksempurnaan, maka kompetensi yang harusnya berkembang malah akan tumbuh subur dalam kegelapan.

Betul bahwa ada kekuatan dalam ketidaksempurnaan, bukan dalam arti untuk menunjukkan kita sebagai yang tak terkalahkan, tetapi sebagai manusia.

Dan, kita juga harus sadar bahwa bukan hanya kita yang tidak sempurna, orang lain menghadapi hal yang sama atau lebih buruk. Bukan hanya kita yang berhadapan dengan hal-hal yang tidak bisa kita raih. 

Bagi saya lebih baik kita selalu hidup dalam proses karena saya yakin ada versi diri kita yang lebih baik untuk besok, minggu depan, dan tahun-tahun berikutnya. Tapi itu semua dimulai dengan mengakui dengan jujur dan berdamai dengan semua aspek siapa kita hari ini.

Salam Hangat Saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun