Pernah melihat logo dan merek Mercedes-Benz? merek Mercedes-Benz merupakan salah satu merek terkuat di dunia.
Merek Mercedes-Benz ini sepertinya melambangkan kekuatan dan kemewahan yang diidamkan banyak orang.
Line up mobil Mercedes-Benz pun sangat beragam walaupun mostly didominasi oleh mobil sedan.
Akhir-akhir bahkan mulai merambah ke jenis kendaraan Sport Utility Vehicle (SUV) dan menjelang akhir 2021 ini mereka kembali mengeluarkan jenis baru Multi Purpose Vehicle atau kita kenal dengan MPV.
Mercedes-Benz bahkan sampai menggaet skateboarder ternama Tony Hawks sebagai brand ambassador saat meluncurkan mobil jenis low MPV listrik ini yang diberi nama Mercedes-Benz EQT Vans.
Sewaktu saya melihat video launchingnya desainnya sangat futuristik. Walaupun tetap khas MPV, namun emblem Mercedes-Benz di Gril depan dan di setir pengemudi tetap memberikan sensasi luxurious yang sulit didapatkan dari merek lainnya.
Dengan peluncuran mobil jenis baru ini, maka portofolio Mercedes-Benz menjadi sangat lengkap dan rasa-rasanya akan cocok dengan selera alami di Indonesia yang butuh kendaraan fungsional.
Yang menarik adalah apakah jika logo Mercedes-Benz tersebut saya ganti dengan logo merek lain responsnya akan tetap sama atau sebaliknya.
Apakah penjualannya akan sukses atau sebaliknya? Bagi saya jawabannya adalah sangat mungkin jika saya ganti logo Mercedes-Benz dengan merek lain hasilnya akan sangat berbeda.
Hal ini merupakan suatu fakta bahwa nama besar Mercedes-Benz tersebut dibangun di atas kekuatan merek yang sangat esensial dan dibentuk secara konsisten di tahun-tahun sebelumnya.
Alasan Hal Ini Penting
Ada satu fakta dalam strategi bisnis bahwa konsumen yang membeli produk kita bukanlah hanya sekedar konsumen.
Mereka adalah sekumpulan orang-orang yang ingin terhubung dengan produk dan layanan perusahaan kita.
Perusahaan harus mampu membangun hubungan tersebut untuk kepentingan jangka panjang.
Beberapa penelitian secara ilmiah telah membuktikan bahwa lebih dari 65% revenue perusahaan berasal dari konsumen lama.
Hal ini sangat wajar karena konsumen lama adalah konsumen yang sudah "terhubung" dengan value perusahaan dan dengan merek yang sudah dibangun dengan susah payah.
Nah, di titik inilah alasan penting merek menjadi hal krusial yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk membangun hubungan tersebut.
Perusahaan harus terlebih dahulu membuat konsumen menjadi setia dengan cara membuat mereka mengetahui kekuatan bisnis perusahaan.
Hal ini dilakukan untuk berkomunikasi dengan mereka dan membuat mereka melakukan pembelian kembali.
Caranya bagaimana? merek adalah salah satu unsur penting dan paling awal harus dilakukan.
Perusahaan harus menciptakan merek yang mudah diingat dengan cara menciptakan cerita yang akan diingat konsumen saat mereka telah rela mengeluarkan uang dari dompet mereka.
Mari kita uji premis tersebut, misalkan ketika kamu ingin makan mie instan, kira-kira merek apa yang pertama kali muncul?
Atau saat kamu memesan minuman di restoran cepat saji, kira-kira kamu akan otomatis mengatakan merek apa?
Misalnya lagi ketika tangan kita terluka dan butuh plester, apa merek plester luka yang langsung kamu ucapkan?
Kembali ke Mercedes-Benz, mereka berhasil membangun merek mereka dengan saat baik. Sehingga membuat konsumen rela mengeluarkan sejumlah uang (yang sudah pasti) di atas harga mobil rata-rata.Â
Memori konsumen akan tetap ingat ketika mereka akan membeli mobil yang berikutnya hati mereka sudah terpatri logo bintang segitiga legendaris dari Mercedes-Benz tersebut.
Hal Yang Harus Dilakukan Perusahaan
Untuk membangun merek yang kuat jelas penting dan merupakan prioritas perusahaan. Namun membangun merek yang kuat tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu semalam.
Butuh proses, biaya, segmentasi, dan strategi yang tepat sasaran agar efeknya jangka panjang.
Merek adalah cerita mengenai produk kita. Beberapa merek bahkan telah sampai ke level di mana tidak ada persaingan saking kuatnya merek tersebut di hati dan persepsi konsumen.
Untuk menuju ke arah sana, beberapa hal bisa dilakukan perusahaan sebagai berikut:
1. Memahami posisi awal produk
Langkah awal ini merupakan fondasi langkah-langkah berikutnya. Jauh sebelum kita panjang lebar membahas merek, langkah awal adalah pahami dulu apakah produk kita telah memberikan solusi ke konsumen atau belum.
Sebagus apa pun cerita mengenai merek yang coba kita bangun namun produk kita tidak memberikan solusi maka semua akan menjadi percuma.
Produk yang bisa memberikan solusi tetap merupakan pilihan utama. Nah, setelah kita menganalisis hal ini maka kita bisa membangun cerita yang tepat.
Cerita mengenai produk kita yang mampu membuat konsumen merasa senang dan menjadi bagian dari cerita itu.
Sekali lagi, coba cek dulu apakah memang produk kita memberikan solusi atau malah menjadi beban konsumen.
2. Membuat Produk Yang Fokus
Langkah kedua adalah perusahaan harus punya produk dan layanan yang fokus dan mampu membangun koneksi yang "nyata" dengan konsumen.
Hal ini penting karena konsumen suka hal-hal yang nyata, asli, dan tidak palsu. Mereka suka hal-hal yang mampu membuat mereka seakan-akan bagian dari produk tersebut.
Mercedes-Benz dengan sangat jenius membangun hal ini karena konsumen dibawa menjadi bagian dari sensasi rasa mewah ketika mereka mengemudikan merek ini atau bahkan turun dari mobil merek ini.
Sensasi yang jelas sulit ditandingi merek lain bahkan di rentang harga yang sama atau bahkan lebih murah.
Konsumen yang sudah merasakan sensasi tersebut akan sulit untuk beralih ke merek lain dan loyalitas akan terbangun secara alamiah.
3. Kolaborasi dengan Merek lain
Nah, banyak yang mengira bahwa situasi kompetisi bukan berarti kita tidak bisa kolaborasi dengan merek lain.
Kolaborasi dengan merek lain lintas industri justru akan mampu memperluas jangkauan merek kita kepada konsumen.
Tentu strategi ini harus dianalisis terlebih dahulu apakah memang cocok dengan nilai-nilai dan cerita yang dibangun oleh produk kita atau tidak.
Misalnya, jika produk perusahaan adalah pakaian olahraga, maka berkolaborasi dengan merek alat-alat olahraga menjadi masuk akal.
Namun berkolaborasi dengan restoran cepat saji jelas tidak tepat. Maka dari itu penting untuk langkah ketiga ini melihat apakah merek lain yang bekerja sama dengan produk perusahaan memiliki tujuan yang sama dengan produk perusahaan atau tidak.
jika tidak, maka sekuat apa pun kita mencoba membangun kolaborasi ini tetap akan gagal.
Kesimpulan
Memahami nilai-nilai fundamental perusahaan dan menetapkan tujuan yang selaras dengan nilai-nilai ini adalah langkah pertama dalam meningkatkan kekuatan merek.
Setelah perusahaan memilikinya, tahap berikutnya adalah mengembangkan cerita yang cocok dan menceritakannya kembali kepada target konsumen.
Konsumen harus tahu bahwa uang mereka akan dikeluarkan dan mereka mendapatkan produk dan layanan berkualitas tinggi, dapat diandalkan, dan menyelesaikan masalah mereka.
Jika hal-hal tersebut tercapai maka secara otomatis perusahaan telah membangun merek yang kuat dan akan membawa perusahaan ke titik di mana produk perusahaan menjadi pilihan pertama konsumen.
Salam hangat saya
Andesna Nanda
Kandidat Doktor Ilmu Manajemen Universitas Brawijaya dan praktisi manajemen strategis
Referensi:
Harvard Business Review/What Does Your Corporate Brand Stand For?
Harvard Business Review/What’s the Right Customer Experience for Your Brand?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H