Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menyoal Strategi Blue Ocean Versus Keunggulan Kompetitif

29 Agustus 2021   16:40 Diperbarui: 5 Mei 2022   16:46 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahu AirAsia? AirAsia adalah pionir di industri aviasi, dan menjadi yang pertama memelopori pengembangan pasar low-cost travel di Asia Pasifik.

Beberapa hari yang lalu melalui media sosialnya, Tony Fernandez, CEO Air Asia mengumumkan bahwa AirAsia resmi membangun bisnis transportasi daring, baik ojek daring maupun taksi daring.

Dengan demikian AirAsia resmi menjadi penantang dan akan head-to-head dengan Gojek dan Grab di pasar transportasi daring di Indonesia.

Selain memasuki pasar transportasi daring Maskapai milik miliarder Tony Fernandes ini juga mengembangkan pengiriman barang dan makanan, e-commerce, dan juga financial technology (fintech) melalui superapp miliknya.

Satu kata bagi saya, it is Wow! tapi juga patut dipertanyakan argumentasi dan alasan AirAsia melakukan strategi tersebut.

Salah satu jawaban yang cukup jelas bagi saya adalah karena pandemi yang berkepanjangan membuat AirAsia harus mengambil langkah taktis tersebut.

Namun ini juga menjadi pertanyaan besar mengenai “pertarungan “ antara dua konsep besar dalam strategi, yaitu konsep strategi blue ocean dan keunggulan kompetitif.

Langkah AirAsia ini bagi saya agak membingungkan karena jika dilihat dari sudut strategi blue ocean jelas tidak menguntungkan beradu langsung dengan Grab dan Gojek.

Kemudian dilihat dari konsep strategi keunggulan kompetitif langkah AirAsia ini malah akan mengurangi fokus mereka terhadap keunggulan kompetitif yang sudah dibangun bertahun-tahun.

Alasan Memahami Dua Strategi Ini Menjadi Penting

Strategi blue ocean menggunakan analogi seperti lautan biru yang luas sama halnya dengan membuka potensi bisnis yang tak terduga di pasar yang baru.

Konsep ini merupakan anti tesis konsep strategi keunggulan kompetitif yang fokus kepada keunggulan perusahaan yang berhasil membuat konsumen tidak mau beralih produk.

Coba ingat-ingat, pernahkah kamu setia dengan satu produk dan tidak ingin beralih ke produk lainnya karena dirasa produk tersebut lebih unggul dari segala aspek?

Hal itu berarti menandakan produk tersebut memiliki keunggulan kompetitif atau keunggulan bersaing.

Nah, AirAsia sejatinya sudah memiliki keunggulan kompetitif, yaitu berupa low-cost dan simplicity proses yang telah terpatri di hati konsumen.

Kemudian ketika mereka bergerak ke arah strategi dengan membangun armada daring maka menarik dianalisis lebih lanjut lagi.

Memang betul masa depan industri aviasi sangat-sangat tidak pasti di saat krisis seperti saat ini. Namun bukan berarti tidak ada harapan baru.

Pergerakan ekonomi dan bisnis dari dalam dan ke luar negeri pasti akan terus ada walaupun tentunya dengan perilaku konsumen yang berbeda.

Nasib industri aviasi | Foto oleh Pixabay dari Pexels 
Nasib industri aviasi | Foto oleh Pixabay dari Pexels 

Blue Ocean Strategy adalah tentang bagaimana merancang dan memasuki pasar baru yang potensial dengan memunculkan permintaan baru.

Hal ini memungkinkan karena industri baru tersebut belum ada sebelumnya, sehingga sama sekali tidak ada relevansi perbandingan serupa.

Strategi ini memenuhi permintaan baru dengan membiasakan produk unik dengan fitur-fitur baru yang berbeda dari yang lain.

Dengan kata lain, strategi tersebut mendorong perusahaan untuk menciptakan produk kepada konsumen untuk menghasilkan keuntungan yang besar dan mengungguli persaingan.

Di sisi lain strategi keunggulan kompetitif adalah kemampuan dan kelebihan yang dimiliki perusahaan dibanding perusahaan lainnya.

Misal, perusahaan X menjual produk jas hujan serba guna yang memiliki saku banyak dan anti air dan dijual dengan murah.

Hal itu lebih baik dari pesaing yang hanya menjual jas hujan yang sama tapi tidak selengkap jas hujan perusahaan X dan dari segi harga pun tidak lebih murah.

Nintendo, salah satu kisah sukses "Blue Ocean Strategy," juga tidak bertahan lama di samudra biru. Bahkan, nilai perusahaan mulai menurun dua tahun setelah buku strategi Blue Ocean diterbitkan.

Akibatnya, saya bertanya-tanya mengapa Nintendo gagal di Samudra biru yang mereka ciptakan sendiri.

Berapa lama samudra biru bisa bertahan? Dengan kata lain, butuh waktu berapa lama hingga samudra biru kembali menjadi Samudra merah yang penuh persaingan?

Apa Yang Harus Dilakukan Perusahaan

Nah, dengan premis tersebut maka menurut saya di saat seperti ini, maka sebaiknya perusahaan fokus dulu kepada strategi keunggulan kompetitif dan di saat bersamaan mulai menganalisis kemungkinan penciptaan keunggulan kompetitif baru.

Hal penting karena seluas-luasnya samudra biru yang diciptakan perusahaan maka suatu saat pun akan menjadi samudra merah yang kembali penuh persaingan.

Tujuan utama perusahaan adalah bagaimana menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal seefisien mungkin.

Untuk meraih hal tersebut maka caranya adalah dengan membangun keunggulan kompetitif yang maksimal.

Dengan keunggulan kompetitif maka perusahaan akan bisa bertahan dan bersaing di masa pandemi sekaligus memberikan nilai baru kepada konsumen.

Dengan memahami dengan jelas keunggulan kompetitif perusahaan, maka perusahaan dapat menyesuaikan strategi produk dan pemasaran yang tepat.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangun keunggulan kompetitif yang dapat membantu perusahaan membedakan bisnis dari pesaing sebagai berikut:

1. Ciptakan expertise perusahaan

Ini merupakan langkah pertama yaitu dengan membangun spesialisasi perusahaan dengan menggunakan pengalaman bertahun-tahun di industri untuk memenangkan persaingan.

Dengan keberhasilan menciptakan expertise perusahaan maka konsumen akan selalu teringat produk perusahaan walaupun mereka sebenarnya sedang mengonsumsi produk lain.

2. Ciptakan Keunikan produk

Langkah kedua adalah dengan bertanya apakah perusahaan memiliki produk atau layanan yang khas?

Perusahaan perlu membangun keunikan ini agar konsumen tidak membandingkan harga atau produk karena perusahaan menawarkan sesuatu yang sama sekali berbeda.

Biasanya keunikan perusahaan dapat disampaikan melalui iklan atau program-program promosi sehingga konsumen dapat mengetahui keunikan produk atau layanan tersebut.

Keunikan produk | Foto oleh Kevin Williams dari Pexels 
Keunikan produk | Foto oleh Kevin Williams dari Pexels 

3. Ciptakan proses yang efisien

Langkah ketiga adalah tentang perusahaan menjalankan bisnis lebih efisien daripada yang lain, ini mungkin keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

Proses yang lebih efisien dan efisien dapat memungkinkan perusahaan untuk memberikan harga yang lebih rendah, respons lebih cepat, serta memberikan layanan yang unik.

4. Ciptakan hubungan

Langkah terakhir adalah dengan membuat konsumen perusahaan merasa istimewa dan mau berkomunikasi dengan perusahaan.

Melalui cara ini maka perusahaan akan membangun hubungan yang kuat dalam jangka panjang. Selain itu konsumen yang merasa dirinya penting bagi bisnis akan kembali sebagai konsumen tetap.

Kesimpulan

Keunggulan kompetitif hanya benar-benar ada jika konsumen bisa merasakannya, jadi mengomunikasikan keunggulan kompetitif perusahaan dengan jelas adalah hal penting.

Perusahaan harus mampu membuat strategi yang komprehensif agar bisnis perusahaan berbeda dan unik.

Kemudian perusahaan juga harus terus memantau keunggulan kompetitif yang sudah ada apakah masih sesuai dengan perubahan selera pasar atau tidak.

Konsumen jelas akan datang dan pergi namun penting bagi perusahaan untuk terus berkomunikasi dengan mereka agar mereka mengetahui bahwa perusahaan masih tetap ada bagi mereka.

Salam hangat saya.

Andesna Nanda
Mahasiswa Program Doktor Universitas Brawijaya dan praktisi perencanaan strategis 

Referensi

  1. Harvard Business Review/Blue Ocean Strategy
  2. Harvard Business Review/Competitive strategy
  3. Harvard Business Review/Closing the Gap Between Blue Ocean Strategy and Execution

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun