Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar Pentingnya Agile Transformation untuk Bisnis Berkelanjutan

26 Agustus 2021   09:49 Diperbarui: 26 Agustus 2021   19:16 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah mendengar Adobe? Salah satu pemain di bisnis dokumentasi digital paling terkemuka, saya yakin hampir semua industri saat ini pasti memakai Adobe.

Tapi tahukah kamu bahwa di tahun 2012 Adobe pernah mengalami krisis di dalam proses bisnis mereka.

Saat itu kinerja Adobe sedang tidak begitu bagus karena desain organisasi yang terlalu birokratis, banyak sekali paper works yang rumit serta manajemen yang kaku.

Hal-hal tersebut membuat hambatan bagi kerja sama tim, kreativitas organisasi yang terpasung, dan miskinnya inovasi.

Singkat cerita, manajemen Adobe memutuskan untuk memperbarui sistem, desain, dan penilaian kinerja mereka dengan satu tujuan agar organisasi menjadi "lincah" atau agile.

Keputusan ini ternyata berdampak besar dan sangat signifikan, di mana pembaruan tersebut membuat organisasi berhasil melakukan penghematan sekitar 80 ribu jam kerja per tahun.

Contoh kasus Adobe tersebut memberikan gambaran bagaimana suatu organisasi bisa mengimplementasikan agile transformation untuk optimalisasi proses bisnis.

Agile transformation juga akan membantu pengembangan strategi perusahaan secara lebih jelas dan tegas.

Di ujung perjalanan itu semua akan bermuara tentang bagaimana suatu organisasi melakukan penyesuaian kebutuhan terhadap peluang baru yang akan muncul.

Arti Penting Agile Transformation

Kita semua memahami bahwa saat ini nyaris di seluruh industri perusahaan-perusahaan sedang berusaha agar tetap bertahan.

Ada perusahaan yang bergerak lambat namun ada juga yang bergerak gesit, fleksibel, dan fokus dengan strategi agile transformation.

Pandemi ini benar-benar membuat urgensi terhadap upaya-upaya tersebut menjadi suatu kebutuhan mendesak.

Kebutuhan untuk beradaptasi, mempercepat proses bisnis, dan efisiensi sumber daya organisasi.

Saat ini konsumen ingin uang yang mereka telah keluarkan untuk membeli barang dan jasa kembali ke mereka dalam bentuk manfaat yang cepat dan secara real-time.

Dengan perubahan model perilaku konsumen yang sedemikian rupa tersebut maka kebutuhan akan implementasi agile transformation menjadi penting.

Implementasi agile transformation akan meningkatkan peluang keberhasilan perusahaan mempertahankan konsumen lama sekaligus menarik konsumen baru.

Dalam ekonomi digital saat ini, satu-satunya keunggulan kompetitif yang benar-benar berkelanjutan adalah kecepatan suatu organisasi dapat merasakan dan menanggapi kebutuhan konsumen.

Keunggulan kompetitif untuk memberikan nilai dalam lead-time terpendek, untuk berevolusi, dan menerapkan strategi baru dengan cepat telah menjadi kunci memenangkan persaingan saat ini.

Hal-hal tersebut membuat agile transformation sangat penting untuk merespons tantangan saat ini.

Namun demikian ada satu fakta yang sulit dihindari bahwa struktur organisasi, proses, dan budaya sebagian besar bisnis dibangun di atas kontrol dan stabilitas. Padahal kondisi saat ini membutuhkan inovasi, kecepatan, dan kelincahan organisasi.

Perubahan perilaku konsumen | Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels 
Perubahan perilaku konsumen | Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels 

Perubahan sekecil apa pun dalam perilaku konsumen membutuhkan pengelolaan dan strategi baru yang lebih kompetitif.

Intinya, strategi agile transformation pada tingkat perusahaan berarti ada pergerakan model bisnis, struktur, proses, sumber daya manusia, dan teknologi menuju model operasi baru.

Agile transformation harus bersifat komprehensif dan menekankan kepada konsistensi dan penciptaan struktur-struktur baru dengan tepat sesuai kebutuhan.

Nah, yang menjadi permasalahan adalah banyak perusahaan yang tidak jelas mengenai hal apa yang harus mereka lakukan.

Yang terjadi malahan penumpukan struktur, proses bisnis yang tidak mengacu kepada perilaku konsumen, dan model operasi yang kaku.

Hal yang Harus Dilakukan Perusahaan

Hal fundamental yang harus dilakukan adalah penyelarasan tentang tujuan agile transformation dilakukan.

Ini penting untuk memberikan tujuan dan gambaran yang jelas kepada seluruh level di dalam perusahaan mengenai "mengapa" perlu agile transformation.

Dalam contoh Adobe di atas, menggunakan agile transformation untuk mendorong perubahan budaya perusahaan.

Agile transformation menjadi peta perjalanan dengan tujuan yang jelas, memberikan nilai kepada konsumen, karyawan, dan bisnis.

Agile transformation dijadikan titik pusat sekaligus acuan untuk pola kerja, dan bisnis yang mengarah kepada penerapan model bisnis baru.

Beberapa hal bisa dilakukan oleh perusahaan untuk mulai mencoba menerapkan agile transformation ini sebagai berikut:

1. Membangun kapasitas organisasi melalui upskilling dan reskilling

Untuk mengimplementasikan agile transformation, perusahaan harus memperbarui kapasitas dan keterampilan baru untuk karyawan.

Agile transformation membutuhkan ketersediaan talenta yang mampu bergerak dan berpikir secara gesit dalam menghadapi permasalahan baru. 

Perusahaan harus mau dan mampu menciptakan prinsip, perilaku, dan pola pikir agile transformation melalui program upskilling dan reskilling.

Langkah pertama ini menjadi sangat penting karena akan membentuk fondasi proses transformasi, menciptakan nilai-nilai baru, dan sekaligus keterlibatan karyawan.

2. Menganalisis dan menyempurnakan model operasi yang sudah dijalankan

Salah satu kelemahan perusahaan yang tidak menerapkan agile transformation adalah terpaku kepada model operasi terbaik hari ini tetap akan menjadi yang terbaik.

Padahal model operasi terbaik hari ini mungkin adalah penyempurnaan model operasi terbaik atau bahkan yang terburuk di masa lalu.

Dengan premis tersebut maka seharusnya perusahaan berpikir bahwa model operasi terbaik di masa depan adalah model operasi hari ini yang terus disempurnakan.

Model operasi masa lalu | Photo by Pixabay dari Pexels 
Model operasi masa lalu | Photo by Pixabay dari Pexels 

3. Melakukan analisis mengenai interdependencies

Langkah ketiga setelah analisis model operasi adalah menganalisis interdependencies atau saling ketergantungan setiap unit bisnis.

Kesalahan yang umum dilakukan adalah setiap unit bisnis mempunyai model operasi yang sifatnya Silo atau berdiri sendiri.

Padahal dengan berubahnya lanskap bisnis, sosial, ekonomi, dan ditambah dengan adanya transisi generasi maka model operasi harus saling terkait.

Agile transformation adalah strategi agar saling ketergantungan ini menjadi visible dan saling bertanggung jawab di antara unit bisnis.

Dengan adanya sinergi antara unit bisnis maka titik-titik pengambilan keputusan akan lebih jelas dan model operasi akan lebih komprehensif.

Kesimpulan

Keberhasilan strategi agile transformation sangat bergantung kepada tujuan perusahaan. Namun apa pun tujuan perusahaan kapasitas kepemimpinan tetap menjadi faktor kunci.

Agile transformation jika konsisten dan berhasil diimplementasikan maka akan mampu membawa perusahaan ke level yang berikutnya.

Strategi ini akan membuat transisi dari core bisnis yang lama ke core bisnis baru disertai dengan core kapabilitas yang baru juga.

Agile transformation juga akan membawa perusahaan ke arah baru dengan lincah. Namun tentu perusahaan harus mampu menyesuaikan keterampilan dan mentalitas baru.

Kolaborasi dan memastikan model operasi yang terus berkembang juga merupakan kunci sukses penerapan agile transformation.

Cara perusahaan menerapkan strategi agile transformation ini juga sangat bergantung kepada budaya agile yang dibangun.

Bagaimana budaya agile yang dibangun tersebut mampu memengaruhi karyawan, konsumen, dan proses bisnis saat ini.

Kemampuan beradaptasi perusahaan terhadap model operasi yang baru akan mampu membawa inspirasi kepada karyawan di semua level untuk tetap agile dalam setiap aspek pekerjaan.

Ketika karyawan sudah berhasil diarahkan sedemikian rupa maka potensi karyawan-karyawan tersebut untuk memberikan nilai lebih kepada konsumen dan perusahaan pasti akan meningkat.

Terakhir, dengan menerapkan strategi agile transformation maka perusahaan akan membentuk pola pikir, perilaku, dan budaya yang dibutuhkan untuk suatu proses transformasi yang sukses.

Apa pun pilihan desain model yang dibuat oleh perusahaan, kebutuhan akan agile transformation tampaknya akan lebih penting dari sebelumnya.

Karena dengan prinsip agile maka perusahaan akan bisa bertahan dan keluar dengan lebih kuat dari pusaran badai krisis saat ini.

Salam hangat saya

Andesna Nanda

Mahasiswa Program Doktor Universitas Brawijaya dan praktisi perencanaan strategis 

Referensi:

1. Harvard Business Review/Have We Taken Agile Too Far?

2. Harvard Business Review/For an Agile Transformation, Choose the Right People

3. Harvard Business Review/Agile at Scale

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun