Tanpa kita sadari atau tidak sebenarnya konsep wellness sangat erat dan telah lama dikenal di semua budaya secara global.
Konsep-konsep wellness yang secara sederhana dapat kita artikan dengan konsep dan gaya hidup yang sehat.
Wellness dapat dilihat dari sudut pandang suatu proses yang berkelanjutan mengenai pilihan-pilihan kita terhadap kesehatan dan keseimbangan gaya hidup.
Konsep-konsep wellness ini kemudian menjadi lebih hype dibandingkan sebelumnya. Hal ini mungkin terjadi saya pikir karena kita mulai sadar kunci masuk penyakit salah satunya adalah dari gaya hidup.
Mungkin sebelum pandemi gaya hidup kita lebih leluasa untuk makan apa saja, mau tidur jam berapa saja, tidak peduli stres, olahraga kalau ingat, dan lain sebagainya yang harusnya kita cukup malu mengakui kepada diri sendiri.
Saya pribadi sebelum pandemi ini terjadi memang sudah membiasakan diri memiliki keseimbangan antara kesehatan dan gaya hidup.
Hal ini saya lakukan karena saya sadar semakin bertambahnya umur kita maka tantangan untuk keseimbangan tersebut menjadi lebih "menantang", dalam arti makin banyak godaan gaya hidup hedonisme yang merusak keseimbangan tersebut.
Semua premis tersebut kemudian merujuk kepada bagaimana hal ini dapat menjadi perhatian kepada pelaku industri agar memikirkan ulang dan jika perlu melakukan reset terhadap strategi bisnis yang sudah dijalankan.
Hal ini penting karena apa pun strategi bisnis pasti tujuannya adalah revenue stream dari konsumen.
Nah, ketika pola pikir konsumen menyangkut kebutuhan wellness ini berubah, maka seharusnya pelaku industri dalam hal ini perusahaan juga memikirkan cara untuk tidak tertinggal oleh laju perubahan.
Mengapa Penting Bagi Perusahaan Melihat Perubahan Wellness Ini?
Premis dasarnya wellness itu adalah pilihan. Suatu pilihan dari konsumen untuk mulai bertanggung jawab atas kualitas dan keseimbangan hidupnya.
Di masa pandemi seperti saat ini saya pikir kita bisa melihat bahwa pilihan-pilihan tersebut nyata terlihat di depan mata.
Wellness adalah bagaimana otak kita menetapkan pilihan dan berani melakukan koreksi terhadap pilihan kesehatan dan keseimbangan gaya hidup sebelumnya.
Jika kita lihat pilihan-pilihan untuk melakukan koreksi tersebut biasanya dimulai dengan perubahan gaya hidup. Yang semula konsumen tidak memedulikan misalnya mengenai bahan dasar suatu produk atau tidak terlalu memikirkan bagaimana ketika bepergian tetap bisa berolahraga menjadi berubah drastis.
Tentunya dari sudut pandang konsumen hal tersebut jelas diambil untuk mulai bertanggung jawab atas kesehatan dan kehidupan di masa depan.
Dalam perspektif ilmiah, wellness sendiri saat ini telah berkembang tidak hanya bicara soal pola diet atau bahan makanan sehat, namun telah berkembang menjadi beberapa dimensi.
Dimensi-dimensi yang bersifat holistik mulai dari social wellness, physical wellness, emotional wellness, dan bahkan career wellness.
Bayangkan jika seandainya perusahaan-perusahaan yang mempunyai target pasar terhadap konsumen yang mulai peduli dengan hal ini tidak melakukan perubahan mendasar.
Jangankan mengejar ketertinggalan dengan kompetitor, untuk bertahan di pasar yang sudah berubah saja mungkin butuh tenaga ekstra.
Karena pilihan dan pandangan tentang kesehatan terus berkembang, maka perusahaan harus memahami pasar dari perspektif konsumen agar tetap bisa berkompetisi di era pandemi.
Lantas Apa yang Harus Dilakukan oleh Perusahaan?
Sebuah asosiasi internasional yang bergerak di bidang wellness pernah melakukan survey pasar mengenai perilaku konsumen berkaitan dengan wellness.
Mereka kemudian mengategorikan perilaku konsumen terkait dengan wellness ini menjadi 3 kelompok besar.
Kelompok pertama adalah kelompok pemula atau entry level. Kelompok ini mulai mempunyai keinginan untuk melakukan koreksi terhadap kesehatan dan keseimbangan gaya hidup mereka.
Namun demikian kelompok ini baru sebatas memiliki aspirasi dan lebih banyak bersikap reaktif ketika mereka menemui masalah terkait kesehatan dan keseimbangan hidup.
Kemudian kelompok kedua kita sebut dengan kelompok menengah. Kelompok ini cukup terlibat dalam tren wellness mengenai kesehatan dan keseimbangan gaya hidup.
Mereka mulai kritis terhadap pola-pola kesehatan dan pekerjaan yang menurut mereka tidak sehat dan tidak seimbang.
Kelompok ini juga dengan mudah kita lihat dari pola pembelian mereka terhadap produk barang dan jasa yang mulai spesifik terhadap kebutuhan mereka akan wellness ini.
Di sisi lain kelompok ini tetap saja masih mempertimbangkan harga dan kenyamanan yang akan mereka dapat hanya dari pengetahuan dan pengalaman konsumen lain.
Kelompok ini juga memicu lahirnya kelompok spin-off lain yang katanya disebut dengan influencers. Kelompok yang lahir karena kebutuhan perusahaan memengaruhi kelompok tengah ini.
Saya pribadi menilai saya ada di kelompok tengah ini namun saya mungkin sedikit (atau mungkin banyak) orang yang enggan mengikuti begitu saja apa kata so called influencers tersebut.
Saya termasuk masih berusaha rasional walaupun tetap saja kenyataannya otak manusia memang lebih cenderung irasional.
Kelompok terakhir adalah kelompok paling peduli mengenai wellness. Gaya hidup kelompok ini memang sudah fokus kepada keseimbangan kesehatan dan gaya hidup.
Kelompok ini juga yang menurut saya adalah the real influencers, yang nyata dan asli bukan karena dibayar namun perilaku mereka sudah menunjukkan kepedulian mengenai wellness ini.
Berdasarkan pengalaman saya pernah berada di kelompok pertama dan sekarang (masih setia) di kelompok kedua, ada beberapa hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk bisa memahami peta perubahan wellness ini.
1. Memahami bahwa personalisasi produk itu penting
Apa hubungan antara wellness dan personalisasi ini? jawabannya adalah pada pola pikir konsumen.
Misalnya contoh yang bisa bayangkan adalah perusahaan-perusahaan bisa melakukan pelacakan terhadap konsumen melalui survei atau focus group discussion untuk mendapatkan data mengenai pandangan mereka terhadap kesehatan dan keseimbangan gaya hidup.
Kemudian data ini dapat digunakan untuk melakukan personalisasi produk barang dan jasa yang akan ditawarkan kepada mereka.
Ketika personalisasi ini tepat maka akan membangun pengalaman konsumen yang lebih baik dari kompetitor.
2. Memahami bahwa tren saat ini adalah produk yang bersifat natural
Saya banyak melihat saat ini tren konsumen milenial dan apalagi Gen Z mengarah kepada produk-produk yang berbahan dasar natural.
Tren konsumen lebih tertarik misalnya pada produk-produk perawatan kulit dan kosmetik yang berbahan dasar natural, kemudian tren menjadi vegetarian atau makanan-makanan berbahan dasar yang sehat seperti gandum dan bahkan mulai meninggalkan kebiasaan buruk menyukai junk food.
Ini semua harus diperhatikan oleh perusahaan bukan hanya yang bergerak di bidang wellness tapi juga industri lainnya.
Tren misalnya go green dan produk tanpa emisi karbon yang berbahaya, juga merupakan "persyaratan" yang harus mulai dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan jika ingin tetap bersaing di masa depan.
3. Memahami bahwa masa depan itu ada di digital
Mungkin ada yang bertanya apa hubungan antara digital dan wellness. Hubungannya adalah saat ini telah terjadi pergeseran perilaku konsumen untuk melakukan semua jenis transaksi melalui platform digital.
Hal ini yang kemudian dapat digunakan perusahaan untuk membangun suatu ekosistem wellness yang holistik di antara konsumen yang sudah ada atau menarik konsumen yang baru.
Apple watch dan Samsung watch adalah salah satu contoh paling sukses titik pertemuan antara digital dan wellness.
Apple dan Samsung berhasil membangun ekosistem digital para pengguna Apple dan Samsung yang mulai peduli dengan wellness melalui aplikasi-aplikasi kesehatan dan keseimbangan gaya hidup yang disematkan di gadget tersebut.
Jika melihat hal tersebut bukan tidak mungkin di masa depan kita bisa membeli vitamin dan suplemen kesehatan hanya dengan menyentuh jam tangan pintar yang melingkar di pergelangan tangan kita.
Kesimpulan
Potensi pasar wellness saat ini akan terus berkembang dan konsumen akan mulai membelanjakan uang mereka lebih banyak untuk masuk di kelompok wellness yang kedua.
Hal ini jelas merupakan peluang besar bagi perkembangan semua jenis industri tanpa terkecuali.
Perusahaan-perusahaan yang mampu mengembangkan mata rantai kapabilitas dari hulu ke hilir dengan memasukkan sudut pandang wellness akan mempunyai advantage di masa depan.
Kapabilitas tersebut kemudian akan lebih powerful jika dilengkapi dengan kapasitas digital savvy dan data konsumen yang terintegrasi.
Terakhir, meningkatnya tren wellness ini merupakan indikasi perubahan perilaku konsumen yang signifikan dan kemudian dikatalisasi oleh pandemi.Â
Jika kita ingin bertahan dan bersaing, maka dibutuhkan tidak sekedar pemahaman dan usaha, namun juga penataan ulang model bisnis yang kompetitif.
Salam Hangat
Andesna Nanda
Kandidat Doktor bidang perilaku konsumen Universitas Brawijaya
Praktisi perencanaan bisnis
Sumber:
- Harvard Business Review/How to Design a Corporate Wellness Plan That Actually Works
- Harvard Business Review/Survey: What Employees Want Most from Their Workspaces
- Kirkland, A. (2014). What is wellness now?. Journal of health politics, policy and law, 39(5), 957-970.
- GMDC and The Hartman Group. 2009. Consumer Shopping Habits for Wellness and Environmentally Conscious Lifestyles Study: Insights for Health, Beauty and Wellness. http://www.pacific.edu. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H