Saya pikir kita bisa melihat secara terang benderang bahwa di masa-masa sekarang kemampuan adaptabilitas itu sangat diperlukan.
Tanpa kemampuan adaptabilitas, maka rencana-rencana strategis organisasi katakanlah transformasi digital, tidak akan bisa berjalan mulus.
Adaptabilitas memungkinkan kita berpikir lebih cepat, belajar lebih fokus, dan juga bertindak lebih efisien dalam menyelesaikan tantangan yang muncul dan seringnya tidak terduga.
Berita buruknya (atau berita baik), tantangan tersebut sering kali memunculkan kesempatan yang jauh lebih besar manfaatnya bagi organisasi.
Nah, tanpa kemampuan adaptabilitas yang baik maka saya pikir semua rencana-rencana dan kesempatan tersebut hanyalah akan menjadi pemanis laporan tahunan bahwa kita akan melakukan hal ini dan itu tanpa ada eksekusi yang mumpuni.
Sayangnya banyak dari kita yang tidak mau melihat kenyataan bahwa tingkat adaptabilitas kita rendah. Kita terkadang enggan memberikan waktu dan usaha untuk belajar dan menguasai hal-hal baru.
Ketika kita katakanlah naik menjadi senior dalam suatu organisasi entah karena masa kerja atau promosi, maka di titik itulah suatu paradoks terjadi.
Paradoks yang membuat kita merasa “takut” belajar dan menguasai hal-hal baru karena kita memilih tetap setia pada hal-hal lama yang kita ketahui.
Kita menjadi memilih melakukan solusi-solusi lama yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan masa kini.
Paradoks ini kita sebut dengan adaptability paradox, yang membuat senioritas kita menjadi tidak berguna dan bahkan di satu titik yang ekstrim bisa menjadi toxic bagi organisasi.