Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Cara Seorang Pemimpin Membentuk Pemimpin Berikutnya

10 Juni 2021   07:10 Diperbarui: 10 Juni 2021   07:10 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memimpin butuh proses | Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels

Ketika kita pertama kali berpikir untuk menjadi seorang pemimpin, kita pasti membayangkan semua kemajuan yang dapat kita buat. Kita pasti berpikir bagaimana caranya membuat bisnis tumbuh dan berlari lebih kencang lagi dan mengubah aturan disana dan disini supaya lebih baik.

Tapi, impian kita dengan cepat terhenti ketika kita menyadari berapa banyak lagi masalah dan birokrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Kita hampir tidak punya cukup waktu untuk melihat keluarga, kesehatan kita semakin buruk, dan impian untuk membuat perbedaan itu terasa seperti kenangan yang jauh.

Ini semua terjadi karena kita fokus kepada bagaimana cara menjadi seorang pemimpin yang baik. Padahal, seharusnya kita fokus bagaimana kita bisa membentuk pemimpin berikutnya.  Banyak cara menjadi pemimpin, tapi hanya sedikit yang mengajarkan bagaimana seorang pemimpin bisa mencetak pemimpin selanjutnya.

Kepemimpinan bukanlah tentang seberapa baik diri kita, tetapi tentang seberapa baik kita membuat orang lain menjadi pemimpin berikutnya. Mentalitas yang sama ini diterjemahkan dengan sempurna ke dalam praktik bisnis modern. Butuh cara-cara agar kita, katakanlah seorang pemimpin, mampu menghasilkan pemimpin yang jauh lebih hebat.

Kenapa hal ini penting? Karena kepemimpinan bukanlah masalah seberapa kuat kita memimpin, kepemimpinan adalah masalah endurance, daya tahan organisasi dalam menghadapi tantangan dan problematika yang muncul.

Endurance atau daya tahan tersebut tidak mungkin bisa ditanggung hanya satu generasi kepemimpinan. Butuh estafet kepemimpinan yang terencana secara sistematis.

Sewaktu saya masih awal-awal meniti karir, salah satu mentor pemimpin yang paling berpengaruh dalam karir saya, pernah berkata "Ketika semua urusan pekerjaan ini beres, bukan kamu sebagai pemimpin yang membereskan ini semua, tapi anggota tim kamu. Mereka yang membantu kamu, jadi kamu harus belajar bagaimana menjadikan mereka sebagai pemimpin seperti kamu."

Nasehat yang sampai saat ini saya pegang teguh. Nasehat yang berarti bahwa saat saya menjadi pemimpin dan berhasil, maka saya tidak boleh lupa tugas utama saya, yaitu menciptakan pemimpin generasi berikutnya.

Jadi, fungsi kita sebagai pemimpin adalah memberdayakan orang untuk menjadi yang terbaik. Untuk membawa orang lain ke potensi mereka.

Bukan hanya bicara "Saya" harus yang terbaik. Tugas kita sebagai pemimpin adalah menjadi kendaraan yang membawa tim menuju ke potensi mereka. 

Kita harus punya mentalitas yang bisa menjadi kendaraan untuk kemajuan orang-orang yang kita pimpin. Sulit memang. Apalagi ketika ego kita menutup semua tujuan tersebut.

Lantas bagaimana cara untuk menciptakan seorang pemimpin berikutnya?

Mari kita urai satu persatu benang merah tersebut.

Apa Itu Kepemimpinan?

Saya tidak akan membahas definisi text book kepemimpinan. Sudah banyak dibahas dan dengan berbagai definisinya masing-masing. Berdasarkan pengalaman dan hasil pengamatan saya, kepemimpinan adalah ya memimpin. Memimpin dan bertanggung jawab atas pilihan solusi yang diambil.

Namun saya menyadari bahwa kepemimpinan adalah salah satu topik yang paling banyak dibicarakan dalam bisnis dan organisasi. Sulit untuk tidak menemukan topik ini ketika kita menonton televisi, baca sosial media ataupun sekedar ngobrol santai di warung kopi kesayangan kita.

Topik ini sudah dibahas selama ratusan tahun, mulai dari Plato dan Socrates sampai ke guru-guru manajemen yang bukunya memenuhi toko-toko buku mulai dari toko buku sampai kampus-kampus. 

Secara singkat, berdasarkan pengalaman saya dipimpin dan memimpin, ada beberapa karakteristik utama seorang pemimpin. Sebagai berikut:

1. Punya Visi

Ini hal paling mendasar. Pemimpin memang harus punya visi. Tanpa punya visi maka pemimpin tidak akan tahu kemana arah organisasi.

Klise, tapi memang ini prinsip dasar yang harus dimiliki seorang pemimpin. Suka atau tidak suka.

2. Pembelajar

Pemimpin yang tidak suka belajar lebih baik jangan jadi pemimpin. Pembelajaran adalah proses berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuan untuk masa depan yang dapat mengarah pada pengembangan profesional. 

Jadi, lupakan menjadi pemimpin jika tidak mau belajar. Lupakan juga cita-cita besar membentuk pemimpin berikutnya. 

3. Siap sukses tapi lebih siap gagal

Saya tahu banyak orang bukan hanya pemimpin yang hanya siap menang tapi tidak siap kalah. Untuk menjadi pemimpin lebih dibutuhkan kesiapan untuk gagal.

Sudah terlalu banyak orang yang mengatakan "saya siap sukses", tapi mengatakan "saya siap gagal", itulah keberanian seorang pemimpin.

Namun demikian, sekali lagi saya tekankan, kepemimpinan adalah definisi terbuka untuk interpretasi subjektif. Semua orang pasti memiliki pemahaman intuitif sendiri tentang apa itu kepemimpinan, berdasarkan pengalaman dan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagian memandang kepemimpinan sebagai konsekuensi dari serangkaian sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh ''pemimpin", sementara yang lain memandang kepemimpinan sebagai proses sosial yang terjadi dari hubungan antar manusia.

Satu hal yang pasti, kepemimpinan itu penting, bisa dipelajari dan diterjemahkan dalam konteks paling sederhana dalam kehidupan.

Belajar Memimpin | Foto oleh Thirdman dari Pexels
Belajar Memimpin | Foto oleh Thirdman dari Pexels
Apa Tujuan Kepemimpinan Yang Sebenarnya?

Tujuan kepemimpinan sebenarnya adalah untuk memimpin kelompok atau organisasi menuju tujuan bersama. Saat dunia berubah, peran pemimpin juga berubah. Gaya kepemimpinan yang old fashioned seperti perintah dan kontrol, menurut saya sudah kuno, tidak efektif dalam dunia baru yang penuh ketidakpastian, kompleksitas dan perubahan yang konstan.

Hasil pengamatan saya sebagai generasi di perbatasan, pola pikir, perilaku dan keterampilan kepemimpinan untuk saat sekarang harus dibentuk melalui cara-cara dan metodologi berbasis ilmu pengetahuan.

Yang menjadi permasalahan adalah, perusahaan sering fokus pada menciptakan pemimpin yang kuat dari unit dan fungsi bisnis, tetapi mereka lupa membuat tongkat estafet di masa depan

Padahal, kita, sebagai pemimpin, harus mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan generasi masa depan kepemimpinan yang mampu berpikir secara sistematis, dan secara bersamaan dengan kita naik ke jenjang kepemimpinan berikutnya.

Tapi, seperti yang saya katakan diatas, rasa-rasanya banyak diantara kita yang mempunyai ego besar, yang merasa bahwa bukan kewajiban kita untuk membentuk generasi kepemimpinan berikutnya. Mungkin juga termasuk saya pribadi.

Kepemimpinan tumbuh bersama | Photo oleh Thirdman dari Pexels
Kepemimpinan tumbuh bersama | Photo oleh Thirdman dari Pexels
Bagaimana Cara Membentuk Pemimpin Berikutnya?

Banyak yang mengatakan kepemimpinan adalah seni. Ada juga yang mengatakan kepemimpinan adalah sistem dan pola. Bagi saya, ketika kita bicara kepemimpinan, maka sebenarnya kita bicara mengenai diri kita sendiri.

Semua dari kita adalah pemimpin. Setiap hari kita dan termasuk saya, mengambil puluhan atau bahkan ratusan keputusan. Itu semua tanpa disadari sebenarnya membentuk pola diri dan sikap mental ketika kita harus memimpin orang banyak.

Keberhasilan membentuk diri pribadi tersebut akan membawa kemungkinan keberhasilan kita membentuk pemimpin berikutnya menjadi lebih tinggi.

Nah, dengan premis tersebut, berdasarkan pengalaman pribadi saya, menjadi orang yang dipimpin dan saat ini dipercaya memimpin, ada 5 cara yang dapat digunakan untuk membentuk pemimpin berikutnya.

1. Belajarlah percaya dan mendelegasikan tugas

Seorang pemimpin jelas harus punya kapasitas dan kapabilitas diatas anggota timnya. Saya setuju dengan premis ini. Namun, ketika kapasitas dan kapabilitas tersebut membuat satu tugas menumpuk hanya dalam diri si pemimpin, maka jelas ada yang salah disini.

Artinya, si pemimpin ini tidak bisa percaya dan mendelegasikan tugas-tugas tersebut kepada anggota tim. Ini yang akhirnya banyak membuat seorang pemimpin menjadi tertekan.

Tekanan yang terus menerus pada satu titik akan berujung pada kegagalan pribadi dan kegagalan tim.

2. Lihatlah pada kesalahan atau kegagalan

Pemimpin yang baik menyadari bahwa kesalahan sering kali merupakan balok pembangun kesuksesan. Para pemimpin yang buruk sangat takut akan kesalahan sehingga mereka tidak membiarkan risiko yang cukup untuk kesalahan terjadi.

Mereka merasa aman, tetapi tanpa disadari mereka juga mandek dalam keadaan yang begitu-begitu saja.

Saya pernah termasuk di dalam kategori ini. Saya terlalu takut salah, akhirnya saya malah tidak melakukan apapun.

3. Jangan merasa sebagai pusat kekuasaan

Saya pikir alasan manusia cenderung ingin jadi pusat kekuasaan adalah rasa takut. Takut kesalahan lain akan terjadi, jadi "saya jalankan sendiri saja." 

Takut hal-hal tidak akan berjalan persis seperti yang direncanakan, jadi "saya saja yang putuskan." 

Semua serba "saya", tanpa "saya" tidak akan bisa dijalankan. Pokoknya, saya deh yang utama. Kamu emangnya siapa?

Gimana mau membentuk pemimpin, kalo urusan makan siang saja yang penting ikut selera saya!

4. Jangan Mengandalkan otoritas kita

Nah, ini hal yang saya tekankan, jangan merasa jadi pemimpin otomatis jadi Superman. Ga gitu konsepnya. Otoritas itu melekat kepada jabatan kita. Ketika itu dicopot dari kita, maka kita ini ya manusia biasa tanpa kuasa.

Kita tidak akan bisa membentuk pemimpin baru kalau otak kita masih bias seperti ini. Tidak ada Superman dan tidak ada Superteam. Yang ada hanyalah orang-orang yang mau berjuang bersama karena punya ikatan yang kuat.

Jangan begitu menjadi pemimpin kita merasa sebagai the strongest avengers!

5. Tentukan metodenya, jangan cuma tujuannya

Iya, saya tahu selama ini di bangku sekolah dan seminar-seminar selalu ditentukan "ayo, mana tujuannya!", ini hal yang tidak salah.

Kita memang harus punya tujuan. Tapi, tujuan tanpa menentukan metode apa yang akan dipakai mencapai tujuan tersebut adalah juga tidak tepat.

Metode kita mengelola tim sama pentingnya dengan menentukan tujuan tim. Kita bisa menentukan tujuan atau bahkan mengubah arah tujuan dalam waktu yang tidak terlalu lama, seharusnya begitu.

Tapi, membiasakan metode, menjalankan metode, dan membuat seluruh anggota tim merasa memiliki terhadap metode ini yang butuh waktu lama.

Makanya, tidak heran kalau kita ambil contoh di sepakbola, kesuksesan Pep Guardiola membangun tiki-taka adalah karena Pep tahu arah tapi juga tahu metode yang tepat.

Memimpin butuh proses | Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels
Memimpin butuh proses | Foto oleh Tima Miroshnichenko dari Pexels
Kesimpulan

Kesimpulan saya singkat, ingatlah kita hanyalah kendaraan bagi potensi orang-orang yang kita pimpin. Kita bisa mencapai titik kepemimpinan karena dulu pun orang yang menjadikan kita pemimpin, tetap ingat bahwa mereka harus menciptakan pemimpin baru.

Henry Ford tidak membuat mobil, dia membangun pabrik. Bagi saya, tugas seorang pemimpin yang hebat adalah membangun mesin yang menghasilkan produk.

Ini bukan tentang melakukan pekerjaan itu sendiri. Banyak pemimpin melupakan ini dan terjebak dalam penjualan, pemasaran, produk dan segala hal yang kita semua sudah pelajari di bangku sekolah.

Sementara mereka lupa dan mengabaikan gambaran yang lebih besar. Seorang pemimpin yang luar biasa membangun dan membentuk pemimpin baru yang akan bersinar lebih terang.

Pemimpin yang luar biasa adalah pemimpin yang mampu meneruskan sinar terang dan kecemerlangan dirinya ke generasi berikutnya.

Butuh cara-cara sistematis untuk seorang pemimpin membentuk pemimpin berikutnya. 5 cara seorang pemimpin dalam membentuk pemimpin berikutnya dapat dilatih, dipelajari dan dikembangkan sesuai kebutuhan masing-masing organisasi.

Salam Hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun