Apa sebenarnya kemampuan berpikir kritis? Tahun 1987, Michael Scriven & Richard Paul menjelaskan bahwa berpikir kritis melibatkan proses yang secara aktif dan penuh kemampuan untuk membuat konsep, menerapkan, menganalisis, menyarikan, dan mengamati sebuah masalah.
Proses tersebut diperoleh atau pun diciptakan dari pengamatan, pengalaman, komunikasi dan lain sebagainya.Â
Secara sederhana, pengertian dari berpikir kritis intinya adalah kemampuan berpikir di mana kita tidak serta merta menerima informasi, kita tidak mentah-mentah menelan data atau pun informasi karena belum tentu semua itu adalah fakta yang sebenarnya.
Kemampuan berpikir kritis penting untuk kita (karena kita semua adalah pemimpin) karena akan membantu kita memecahkan berbagai masalah, mengembangkan solusi, dan menciptakan ide-ide baru, sebuah peran yang sungguh krusial di era sekarang.
Pada saat yang sama, teknologi mengubah seluruh industri dan membuat semua perusahaan berjuang untuk tetap relevan. Sebagai bagian penting dari sebuah proses pembelajaran, berpikir kritis dan argumentatif menjadi bagian tidak terpisahkan dalam menciptakan kualitas individu yang baik dan akan mampu membawa ke level berikutnya.
Secara singkat, berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa hal dasar yang harus kita kuasai untuk memulai berpikir kritis, sebelum kita menerapkan dalam dunia kerja atau pun dunia sosial, sebagai berikut:
1. Terbiasa membuat konsep
Jangan takut dicap sebagai orang yang hanya bisa "ngonsep", kenyataannya apapun hal yang kita lakukan pasti butuh konsep.
Nah, biasakan untuk membuat konsep atau garis besar sebuah rencana. Hal ini penting agar otak kita dilatih melihat cetak biru dari keseluruhan bangunan rencana tersebut.
2. Terbiasa melakukan analisa
Nah, ini yang sulit. Kenapa saya bilang sulit? Otak kita itu memang di program untuk lebih menyukai hal-hal instan dan jalan pintas.
Otak kita kalau tidak dilatih maka akan malas melakukan analisa. Tanpa analisa, otak kita akan memberikan output yang tidak tepat kepada kita yang akhirnya berujung kepada pengambilan keputusan yang buruk.
3. Terbiasa melakukan sintesis informasi dan data
Tanpa melatih kemampuan melakukan sintesis terhadap seluruh data dan informasi yang masuk ke otak, kita tidak akan bisa melihat tren dalam memutuskan sesuatu.