Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Lebih Memilih Sesuatu yang Sudah Kita Kenal Saja?

4 Juni 2021   07:48 Diperbarui: 25 Juni 2021   11:32 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menentukan Pilihan | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Pernahkah kamu mendengarkan lagu baru dari seorang penyanyi yang baru pertama kali kamu dengar dan kamu langsung jatuh cinta? 

Ataukah kamu butuh untuk mendengarkannya lagi dan lagi, yang akhirnya kamu merasa, "lagu ini aku banget"?

Atau pernahkah kamu mendengar peribahasa dalam bahasa jawa "witing tresno jalaran soko kulino" ? Yang artinya rasa itu akan tumbuh karena terbiasa.

Contoh lain misalnya, mengapa ketika melihat iklan di televisi atau baliho besar di jalan yang sama beberapa kali bisa lebih meyakinkan daripada hanya melihatnya sekali. Kemudian setelah melihat iklan beberapa kali lagi, kamu jadi mulai berpikir tentang membeli produk itu.

Saya pernah. Begini ceritanya, suatu hari saya dan rekan-rekan kerja memutuskan untuk keluar makan siang bersama di tempat yang benar-benar baru.

Lalu setibanya di tempat tersebut, kami memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran Thailand. Salah satu rekan saya tersebut ternyata belum pernah makan makanan Thailand. 

Akibatnya, saat rekan saya tersebut melihat menu, dia tidak mengenali menu-menu makanan tersebut dan beberapa terlihat asing baginya.

Rekan saya tersebut tidak tahu harus memesan apa. Akhirnya, rekan saya tersebut memesan makanan secara daring, makanan yang dia sudah sangat kenal. 

Rekan saya tersebut memesan burger McDonald, karena menurutnya, dia memang suka sekali burger. Padahal, alasan sesungguhnya dia tidak memilih makanan di restoran Thailand itu karena dia lebih memilih sesuatu yang memang dia sudah pernah dan sering. 

Keputusan rekan saya tersebut untuk memesan makanan yang dia kenal dan kecintaannya pada burger, dapat dikaitkan dengan sesuatu yang di dalam behavioral science disebut dengan Mere Exposure Effect.

Mere Exposure Effect membuat kita lebih menyukai hal-hal yang pernah kita alami di masa lalu. Kecintaan dan rasa menyukai tersebut akhirnya menjadi preferensi utama kita di masa depan.

Apa Itu Mere Exposure Effect?

Menurut beberapa riset di bidang behavioral science, memang ada alasan mengapa kita lebih memilih yang kita kenal daripada hal-hal yang baru. 

Para peneliti yang mempelajari mere exposure effect menemukan bahwa kita sering lebih menyukai hal-hal yang telah kita lihat sebelumnya daripada hal-hal yang baru.

Hal yang menarik adalah, mere exposure effect membuat orang tidak secara sadar mengingat bahwa mereka telah mengalami hal atau melihat objek tersebut sebelumnya.

Konsep ini diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh psikolog sosial Robert Zajonc, mere exposure effect adalah prinsip yang menyatakan ketika orang terbiasa dengan sesuatu, mereka lebih menyukainya. 

Nah, berita buruknya adalah ketika kita mengalami mere exposure effect ini, kemudian kita diberikan dua pilihan, kita akan lebih memilih salah satu yang paling sering kita lihat (meskipun kualitasnya lebih rendah).

Mere exposure effect dapat menghasilkan pengambilan keputusan yang kurang optimal. Padahal, keputusan yang baik harus dibuat dengan mengevaluasi semua kemungkinan tindakan berdasarkan keefektifannya, bukan seberapa kenal dan akrab kita terhadap hal tersebut. 

Ironisnya, saat memutuskan di antara alternatif, kita biasanya memilih pilihan yang sudah kita kenal walaupun bukan pilihan terbaik.

Tapi memang sangat dilematis. Terkadang pilihan terbaik bukanlah yang paling kita kenal. Terkadang keputusan yang paling efektif adalah keputusan yang tidak kita pikirkan sebelumnya. 

Selain itu, mere exposure effect juga mempunyai efek negatif dengan membatasi kita pada hal-hal, ide, dan sudut pandang baru. Membatasi berbagai pilihan yang dapat kita pertimbangkan dan mempersempit perspektif.

Menentukan Pilihan | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Menentukan Pilihan | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Bagaimana Cara Kerja Mere Exposure Ini?

Tanpa kita sadari hal-hal yang di masa lalu yang telah kita hadapi dan rasakan akan berdampak pada preferensi kita terhadap hal-hal tersebut di masa depan.

Rasa suka dan preferensi kita terhadap berbagai hal (termasuk gambar, suara, makanan, dan bau) tanpa disadari dapat meningkat dengan adanya mere exposure effect ini.

Secara logika, mere exposure effect dapat dijelaskan dengan premis utama bahwa otak kita memang suka memanipulasi dengan memberikan rangsangan "lebih yakin" terhadap sesuatu yang kita kenal. 

Otak kita terbiasa diprogram untuk "berhati-hati" dengan hal-hal baru. Berhati-hati dengan rekan kerja baru, berhati-hati dengan tempat kerja baru, berhati-hati dengan makanan yang baru, semuanya serba berhati-hati.

Ini membuat otak memberikan output untuk lebih yakin dan memilih kemungkinan-kemungkinan atau hal-hal yang memang kita sudah kenal.

Sebagai contoh misalnya, saya terbiasa melihat tetangga yang melewati rumah saya tiap pagi secara teratur untuk berolahraga. Walaupun orang tersebut tidak berhenti di depan rumah saya, namun saya tetap memiliki kesan akrab.

Meskipun saya tidak kenal secara personal dengan tetangga saya tersebut, tapi karena saya melihatnya secara teratur, kesan akrab itu akan muncul dengan sendirinya.

Jika kita melihatnya dari sudut pandang pemasaran, mere exposure effect bisa menjadi alat pemasaran yang kuat dan dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.

Namun demikian, mere exposure effect ini mempunyai sisi negatif yang harus kita perhitungkan. Bayangkan ketika kita melihat sesuatu berulang kali tanpa memperhatikan konsekuensi buruknya, otak kita akan dituntun untuk percaya bahwa itu aman. 

Hal ini akan membawa konsekuensi kita akan memilih sesuatu yang kita sudah kenal walaupun itu merusak, ketimbang sesuatu yang baru dan lebih baik.

Saya mencoba memberikan ilustrasi mere exposure effect ini, silahkan perhatikan gambar di bawah ini.

Mere Exposure Effect | Sumber: Dokumentasi Pribadi
Mere Exposure Effect | Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kita harus berusaha menghindari mere exposure effect karena dapat membuat kita kehilangan informasi dan peluang berharga yang belum pernah kita lihat sebelumnya. 

Mere exposure effect akan menarik keputusan kita untuk memilih hal-hal yang sudah akrab dengan kita, dan seperti yang saya katakan sebelumnya, keakraban bukanlah dasar yang baik untuk mengevaluasi sesuatu.

Dalam cerita rekan saya di atas, dia melewatkan dan kehilangan peluang untuk mencoba merasakan hal baru berupa cita rasa masakan Thailand yang seharusnya dia bisa menikmatinya bersama-sama dengan kami semua.

Bagaimana Cara Menghindari Efek Negatif Mere Exposure Effect Ini?

Premis utamanya adalah, kita pasti menyukai keterikatan pada hal-hal yang sering kita lihat dan alami. Hal ini yang membuat kemungkinan kita terjebak dengan mere exposure effect begitu kuat.

Apalagi ketika kita terpapar stimulus-stimulus tersebut setiap hari. Kita akan kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal baru. 

Saya pernah mencoba melakukan beberapa hal di bawah ini untuk melawan mere exposure effect ini:

1. Proaktif mencoba hal-hal baru: Misalnya begini, kita sering memulai dengan menyukai satu jenis makanan, dan sering kali akan makin menyukainya saat kita menjadi lebih akrab dengan rasa makanan tersebut. 

Nah, jika sudah akrab kita akan makin susah mencoba jenis dan rasa makanan baru. Butuh strategi yang lebih proaktif mungkin untuk mengenali nilai keragaman dan cita rasa makanan baru. 

Dengan mencari hal-hal baru dan berbeda, kita akan membatasi seberapa sering kita terpapar pada satu stimulus yang itu-itu saja.

2. Selalu memulai sesuatu dengan pertanyaan "Mengapa": Selalu awali apapun keputusan dan tindakan kita dengan "mengapa". 

Jika kita membeli mobil, tanyakan pada diri kita, mengapa memilih model tertentu? Atau jika kita memilih gadget baru, tanyakan mengapa kita memilih merek tertentu.

Kenapa ini penting? Jika kita terbiasa memiliki penjelasan dan logika yang masuk akal di balik keputusan, kita akan membuat keputusan yang bijak dan terlepas dari jebakan mere exposure effect.

Pengalaman pribadi saya, dengan menggunakan dua cara di atas, minimal saya bisa lebih berani mencoba hal-hal baru yang lebih baik.

Contohnya adalah saya memberanikan diri menulis di Kompasiana baru pada Bulan Mei 2021, padahal saya sudah membuat akun dari tahun 2010!

Semangat Mencoba Hal Baru | Sumber: Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Semangat Mencoba Hal Baru | Sumber: Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
Kesimpulan

Otak kita memang lebih mampu memahami dan menafsirkan hal-hal yang telah kita lihat sebelumnya. Otak kita juga lebih suka berhadapan dengan hal-hal yang sudah pernah kita hadapi sebelumnya.

Keakraban memang membentuk dasar dari hubungan apa pun. Tanpa berusaha akrab, kita tidak akan membentuk ikatan yang tulus dengan siapa pun. 

Pada dasarnya mere exposure effect membantu kita bertahan dalam lingkaran sosial sebagai teman, pasangan dan keluarga.

Secara naluriah, kita memang pasti menyukai orang-orang yang sering kita temui, makanan yang kita coba secara teratur, dan lingkungan sosial yang kita alami setiap hari. 

Jangan mencoba melawan naluri alami tersebut dalam diri kita. Yang perlu kita lakukan adalah berpikir dengan matang sebelum mengambil keputusan.

Buatlah keputusan berdasarkan pilihan paling baik, bukan berdasarkan pilihan paling kita kenal.

Salam Hangat.

Sumber: Bornstein, R. F., & D'agostino, P. R. (1992). Stimulus recognition and the mere exposure effect. Journal of personality and social psychology.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun