Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Membuat Keputusan yang Buruk?

19 Mei 2021   09:03 Diperbarui: 25 Juni 2021   11:49 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Decision Fatigue | Sumber: Dokumentasi Pribadi

Jadi bagaimana kita bisa menghindari decision fatigue? Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa pendekatan yang bisa berhasil:

  1. Persempit pilihan kita untuk hal-hal yang tidak esensial, sudahlah....tidak perlu terlalu sophisticated. Simpan energi kita untuk hal-hal yang esensial.
  2. Prioritaskan pengambilan keputusan kita dengan susun skala prioritas. Klise, tapi bagi saya it works! Susun skala priotas menjadi sangat penting - penting - tidak penting - sangat tidak penting.
  3. Buat rutinitas sedapat mungkin, contohnya Mark Zuckerberg. Buat rutinitas yang sudah nyaman. Lakukan dan bangun rutinitas tersebut yang akhirnya hidup kita jadi autopilot untuk hal-hal yang tidak memerlukan keputusan penting.

Kesimpulan

Kita dapat menghindari decision fatigue dengan mengurangi pilihan dalam kehidupan sehari-hari kita, membuat rutinitas, mengelola mood, istirahat, dan membuat keputusan lebih awal di hari itu. 

Untuk menghindari pengambilan keputusan yang buruk - terutama jika menyangkut hal-hal penting, ukur energi kita saat memulai proses pengambilan keputusan. 

Jika kita terlalu lelah, rencanakan untuk memutuskan keesokan harinya. Jika lapar, makan. Jika mengantuk, tidur. Jika bosan, ambil cemilan. Pokoknya jangan dibuat sulit untuk hal-hal yang seharusnya tidak sulit.

Bentuk rutinitas kita sehari-hari. Usahakan kita selalu mengikuti schedule rutinitas tersebut. Sehingga kapasitas kognitif kita bisa dipergunakan untuk hal-hal yang esensial. Tidak perlu takut bosan, karena bosan itu sendiri adalah terbentuk dari ketakutan kita terkungkung dalam rutinitas yang itu-itu saja.

Terakhir, tidak ada keputusan yang sempurna, yang ada hanyalah pembelajaran. Tidak perlu khawatir apakah keputusan kita sudah tepat atau belum. Yang dibutuhkan adalah keberanian kita menerima semua konsekuensi dari apa yang sudah kita putuskan.

Salam Hangat.

Referensi: Pignatiello, G. A., Martin, R. J., & Hickman Jr, R. L. (2020). Decision fatigue: A conceptual analysis. Journal of health psychology, 25(1), 123-135. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun