Kenapa Kita Bisa Mengalami Decision Fatigue Ini?
Orang yang lebih sering harus membuat keputusan berdasarkan untung-rugi biasanya sering mengalami decision fatigue yang lebih intens.
Secara simpel begini, saat kita memulai proses pengambilan keputusan, kita pasti mulai dengan menimbang pilihan-pilihan yang ada dengan hati-hati.Â
Nah, jika proses menimbang-nimbang ini terlalu lama selama periode waktu tertentu, energi kita akan tersedot dan kita menjadi bias terhadap suatu hal. Contohnya tadi sewaktu saya menimbang-nimbang apakah perlu saya memasukkan coklat ke dalam keranjang belanja.
Jadi apakah kita tidak perlu mempertimbangkan dengan masak-masak setiap keputusan kita? Tentunya tetap perlu. Tapi jangan terlalu lama. Biasakan kita sudah merencanakan momen puncak dan momen terakhir dari setiap keputusan kita. Seperti yang sudah saya bahas dalam tulisan saya sebelumnya yaitu mengenai Peak-End Rule.
Decision fatigue ini bagi saya dan mungkin sebagian orang, dapat menjadi sebuah masalah serius. Terutama bagi saya yang sedikit perfectionist. Atau bagi orang-orang yang pekerjaannya harus selalu memperhatikan penampilan.Â
Waktu bisa habis hanya untuk memikirkan outfit apa yang akan dipakai hari ini, atau saya harus makan siang di mana hari ini.Â
Ribet memang ya. Makanya saya sudah satu tahun terakhir ini mencoba melakukan simplifikasi gaya hidup dan kebutuhan.Â
Hal tersebut perlu dilakukan agar saya punya waktu yang lebih berkualitas untuk memikirkan keputusan-keputusan lain yang lebih penting.Â
Misalnya, anak saya akan masuk sekolah dasar di mana dan berapa biayanya. Pokoknya saya benar-benar berusaha mengurangi keribetan yang tidak perlu.