Hukum Islam juga berpendirian, harta yang diperoleh suami selama dalam perkawinan menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya. Namun, Al Qur'an maupun Hadits tidak memberikan ketentuan yang tegas bahwa harta yang diperoleh suami selama dalam perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami, dan istri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan oleh suami. Ketidaktegasan tersebut, menurut Ahmad Azhar Basyir, istri secara langsung juga berhak terhadap harta tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka sesungguhnya masalah harta gono gini tidak disinggung secara jelas dan tegas dalam hukum Islam. Dengan kata lain, masalah harta gogo-gini merupakan wilayah hukum yang belum terpikirkan (ghairu al mufakkar fih) dalam hukum Islam, oleh karena itu, terbuka bagi ahli hukum Islam untuk melakukan ijtihad dengan pendekatan qiyas.
Dalam ajaran Islam, ijtihad itu diperbolehkan asalkan berkenaan dengan masalah-masalah yang belum ditemukan dasar hukumnya. Masalah harta gono-gini merupakan wilayah keduniaan yang belum tersentuh oleh hukum Islam klasik. Hukum Islam kontemporer tentang harta gono gini dianalisis melalui pendekatan ijtihad, yaitu bahwa harta yang diperoleh pasangan suami istri selama dalam ikatan perkawinan merupakan harta gono-gini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H