Credit:Â
Fanny Novia Rahmasari, Rahmah Nuritah, Rifa Nazwa Aulia, Maulidhita Fawwaza, Nanda Afifah Nur Aini, Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M., Dr. Yulina Eva Riany, S.P., M.Ed.
Mahasiswa IPB University, Dosen departemen Ilmu Komunikasi Keluarga IPB University
ibu dalam keluarga telah membawa perubahan signifikan dalam dinamika keluarga. Salah satu perkembangan yang paling mencolok adalah peningkatan partisipasi ibu dalam dunia kerja.
Menjadi orang tua merupakan peran dengan tanggungan yang besar dan tidak mudah. Orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga sehingga banyak dari orang tua yang berupaya menjalankan kewajibannya dengan bekerja dari pagi hingga malam. Namun, dalam era modern ini, perubahan pola hidup dan pekerjaanKeluarga yang sejahtera merupakan cita-cita setiap orang. Persaingan yang tinggi untuk memperoleh sumber ekonomi berdampak pada kesejahteraan keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga yang disebabkan peran ganda yang dimiliki ibu diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan anak. Seperti dinyatakan dalam penelitian Puspitawati et al. pada tahun 2021 yang mengemukakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan subjektif keluarga.
Kesejahteraan anak menjadi isu penting dalam pembangunan bangsa karena kehidupan bangsa di masa mendatang dipengaruhi oleh kualitas anak dimasa sekarang. Kesejahteraan yang dibutuhkan anak bukan hanya kesejahteraan finansial, fisik, dan pendidikan, tetapi anak juga membutuhkan kesejahteraan emosional dan sosial dari keluarga. Kesejahteraan dalam keluarga menjadi fondasi kesehatan mental individu, termasuk kesejahteraan subjektif, psikologis, dan kepuasan hidup.Â
Faktor-faktor seperti kondisi kesehatan fisik dan mental, tempat tinggal yang layak, pendidikan, keamanan finansial, dan hubungan sosial mempengaruhi kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Mempertahankan kesejahteraan keluarga memiliki dampak positif pada adaptasi anak terhadap lingkungan dan membantu keluarga mengatasi tantangan internal dan eksternal.
Berdasarkan serangkaian wawancara, terungkap dinamika kompleks yang dihadapi anak-anak dari keluarga dengan orang tua yang sibuk bekerja. Misalnya, JJ yang merasa senang karena kebutuhannya terpenuhi namun juga merasa sedih karena jarang bertemu dengan orang tuanya yang bekerja sebagai guru SMA.Â
Hal ini mengganggu kedekatan mereka juga menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi. RR yang seorang anak sulung dari keluarga PNS, bahkan merasa lebih dekat dengan pengasuhnya daripada dengan orang tuanya yang kurang memberikan perhatian. RR juga merasa terpengaruh oleh lingkungan pertemanan yang buruk sebagai pelarian dari ketidaknyamanan di rumah.Â
MM dan MA juga menghadapi tantangan serupa, merasa kehilangan perhatian dan merasakan dampak emosi orang tua yang terlampiaskan pada mereka. Terakhir, kisah AA menyoroti pentingnya lingkungan sosial dalam mengatasi kesepian., AA memiliki lingkungan teman yang baik yang membantunya merasa nyaman dan terbiasa hidup mandiri.
Korelasi antara kisah-kisah ini menyoroti tantangan yang dihadapi anak-anak dari keluarga dengan orang tua yang sibuk bekerja, termasuk kesulitan dalam komunikasi, kurangnya perhatian, dan dampak lingkungan. Meskipun demikian, mereka juga mengakui upaya orang tua mereka dalam memenuhi peran sebagai orang tua, meskipun hubungan cenderung canggung. Dari wawancara ini juga, menjadi jelas bahwa meskipun tantangan yang dihadapi berbeda-beda, anak-anak dari keluarga dengan orang tua yang sibuk bekerja memiliki kebutuhan yang sama: perhatian, komunikasi, dan dukungan dalam mengatasi berbagai kesulitan yang mereka hadapi.