Berangkat dari istilah Community yang diartikan menjadi masyarakat setempat serta ditujukan pada warga yang tinggal dalam sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Soekanto & Sulistyowati (2017:130) mengatakan bahwa tolak ukur utama pada istilah masyarakat setempat adalah social relationship (hubungan sosial) antar anggota dalam suatu kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat merupakan suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu.
Menarik benang merah dari keberadaan masyarakat setempat, desa dan kota merupakan wadah yang dapat memberi sekat geografis, lokalitas, serta ciri-ciri khusus dalam masing-masing masyarakat setempat yang berada di desa maupun di kota. Dalam lingkup masyarakat modern juga dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan dengan istilah rural community dan urban community (Soekanto & Sulistyowati, 2017:133)
Membedah arti kota secara teoretis, Max Waber dalam bukunya The City mengatakan bahwa kota adalah suatu pemukiman yang penduduknya lebih mengutamakan kehidupan perdagangan dan komersial daripada pertanian. Gordon Childe memberikan pengertian kota dalam ukuran, heterogen, pekerjaan umum, dan yang berkaitan dengan perkembangan peradaban adalah sudah adanya pengetahuan tentang tulis menulis yang merupakan esensi bagi kategorisasi kota yang memberikan perluasan pengetahuan tertentu dan tinggi dari kelompok masyarakat non agraris (Basundoro, 2012:17).
Antara desa dan kota, Bergel membagi kota menjadi dua yakni, City (kota) dan Town (kota kecil). Bergel (1955) secara umum mendefinisikan kota kecil dengan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi lingkungan pedesaan dalam berbagai segi. Bergel memaparkan karakteristik kota kecil meliputi mendominasi pedesaan sekitarnya, memiliki derajat homogenitas yang hampir menyerupai desa sekitarnya, ketatnya sistem pengawasan sosial, dan adanya masalah kurangnya kesempatan-kesempatan yang tersedia dan konservatisme yang ekstrem.
Setelah kota, selanjutnya adalah menilik arti desa secara teoretis. Menurut Bintarto (1989) desa merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan tersebut dapat dilihat pada beberapa irisan seperti fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.
Sedangkan menurut Bergel (1955:121) Desa juga dapat diartikan dalam dua tipe yang berbeda. Pertama, desa diartikan sebagai pemukiman para petani dan terlepas dari besar atau kecilnya wilayah tersebut. Kedua, diartikan sebagai desa perdagangan, beberapa penduduk atau kepala keluarga di desa tersebut bermata pencaharian sebagai pedagang.
Dalam mendefinisikan desa dan kota bukan hanya menyoal mengenai angka jiwa yang berada di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk dalam suatu wilayah tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur utama dalam menentukan wilayah tersebut tergolong dalam desa atau kota. Beberapa desa memiliki jumlah penduduk yang agak padat dan ada beberapa perkotaan yang menunjukkan ruang hampa / lengang. (Bergel, 1955:6).
Setelah menilik definisi desa dan kota dari beberapa sudut pandang, komponen penting lainnya adalah kehidupan masyarakat didalam desa maupun kota itu sendiri. Antara (masyarakat pedesaan) rural community dan (masyarakat perkotaan) urban community memiliki beberapa perbedaan yang mencolok.
Masyarakat pedesaan atau rural community cenderung memiliki hubungan yang erat dan mendalam, sistem kehidupan juga bersifat kekeluargaan, sebagian besar masyarakat pedesaan menghidupi dirinya dengan cara bertani dan adanya pekerjaan sampingan sambil menunggu panen tiba, dalam menjalin hubungan sosial masyarakat pedesaan sangat peduli dengan gotong royong, dalam ruang pemerintahan hubungan antara pemimpin dengan rakyat cenderung bersifat tidak resmi karena sebagian besar hal diselesaikan dengan cara musyawarah (Soekanto & Sulistyowati, 2017:133-140).
Sungai Pinang adalah salah satu desa dengan kearifan lokal yang masih terjaga. Desa Sungai Pinang terletak di pesisir Sungai Martapura, Kalimantan Selatan. Masyarakat pedesaan di Sungai Pinang menanam padi, umbi-umbian, jeruk, dan mencari ikan di sungai. Sedikit berbeda dengan pedesaan lainnya, masyarakat Sungai Pinang menjual hasil panen, ikan hasil tangkapan, dan barang dagangan lainnya seperti makanan khas Banjar di pasar terapung Lok Baintan yang berada di atas sungai Martapura.
Interaksi sosial dalam masyarakat di desa Sungai Pinang terjadi dengan harmonis di atas jukung atau perahu tanpa mesin yang menjadi salah satu alat transportasi masyarakat pesisir sungai di Kalimantan, para penjual saling bertegur sapa sambil beriringan mendayung jukung. Proses jual beli dan saling bertukar dagangan terjadi di atas aliran sungai Martapura, para pedagang yang sebagian besar merupakan perempuan berkumpul di titik utama Pasar Terapung Lok Baintan dengan berbagai macam dagangan di atas perahunya.
Beralih pada masyarakat perkotaan, urban community tidak tertentu jumlah penduduknya, perbedaan antara masyarakat desa dan kota juga terlihat pada masyarakat kota yang lebih individualis dan cara berpikir yang cenderung rasional menyebabkan interaksi-interaksi sosial yang terbentuk berdasar pada faktor kepentingan. Perubahan sosial juga lebih nampak di perkotaan karena kota lebih mudah menerima pengaruh dari luar dan letaknya yang strategis menjadikan kota cocok untuk usaha perdagangan/perniagaan seperti kota pelabuhan (Soekanto & Sulistyowati, 2017:135-140).
Banjarmasin merupakan salah satu kota pelabuhan yang terletak di Kalimantan Selatan, kota yang dijuluki sebagai kota seribu sungai ini terletak diantara sungai Barito dan sungai Kuin. Menilik Banjarmasin secara historis, pasar terapung mulai muncul sekitar abad ke-14 sebelum kerajaan Banjar berdiri pada tahun 1526, sehingga sungai menjadi nadi kehidupan dan penggerak roda perekonomian di Banjarmasin hingga berkembang menjadi kota pelabuhan (Kennia & Timoticin, 2019: 297-298).
Hingga saat ini, selain hiruk-pikuk kehidupan masyarakat perkotaan yang sibuk mengejar waktu di antara gedung-gedung pencakar langit, Banjarmasin sebagai kota pelabuhan juga memiliki kesibukan di wilayah-wilayah sungai dan pelabuhan, seperti Pasar Terapung Siring Tendean yang terletak di tengah kota Banjarmasin, setiap hari minggu pagi Pasar Terapung Siring Tendean selalu ramai pengunjung dan pedagang-pedagang yang berjualan di atas perahu.
Penulis: Nanda Elna Aulia Putri
DAFTAR PUSTAKA
Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Bergel, E. E. 1955. Urban Sociology. McGraw-Hill Book Company, Incorporated.
Bintarto, R., 1989. Interaksi Kota Desa dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Harvin, Kennia dan Timoticin Kwanda. 2019. Galeri “Pasar Terapung” di Banjarmasin. dalam Jurnal eDimensi Arsitektur. Vol. VII, No. 2019. 297-304.
Soekanto, Soerjono & Sulistyowati, Budi. 2017. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H