Mohon tunggu...
Nanda Choirul Amshori
Nanda Choirul Amshori Mohon Tunggu... -

Social Engineering

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahaya Laten Dangdut Koplo

31 Mei 2016   10:07 Diperbarui: 31 Mei 2016   10:39 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi mereka yang tinggal di daerah jawa bagian timur maupun tengah, tentu tidak akan asing dengan dangdut koplo. Dangdut koplo merupakan metamorphosis dari musik dangdut modern yang muncul pada tahun 2000an. Jenis musik dangdut ini dimainkan oleh grup musik yang biasanya lebih menonjolkan goyangan – goyangan maut serta kemolekan tubuh erotis penyanyi

Pementasan dangdut koplo seringkali melibatkan anak - anak dibawah umur yang dengan bebas bisa menonton goyangan – goyangan erotis biduannya. Hal ini tentu saja akan berdampak secara psikologis dan moralitas anak. Pada usia anak – anak,  mereka akan dengan mudah menyerap segala macam informasi yang datang padanya. Goyangan serta lirik – lirik lagu yang tidak mendidik dapat mempengaruhi tumbuh kembang mereka.

Kebanyakan dari kita mungkin mengenal tentang lagu – lagu seperti “ngidam pentol”, “watu cilik” dan sebagainya. Dan selugu – lugunya kita, tentu akan tahu tentang “maksud lain” lagu – lagu tersebut. Lucunya, lagu lagu ini sering dinyanyikan oleh anak – anak sebagai bahan candaan dengan teman – teman sebayanya.

Disinilah peran orang tua dibutuhkan. Mereka adalah faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak selain faktor lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Sejatinya, musik apapun itu dapat digunakan untuk hal – hal yang bermuatan positif seperti beberapa lagu dangdut era Rhoma Irama maupun lagu –lagu lain. Seperti halnya pisau, gergaji, palu, bahkan parang sekalipun. Mereka bukan benda – benda terlarang. Yang membuat mereka dilarang adalah ketika mereka tidak digunakan pada tempatnya.            

Kebebasan berekspresi memalui bidang – bidang tertentu sah – sah saja. Yang menjadi masalah adalah dampak negatif dari kebebasan berekspresi yang tanpa mengenal batasannya. Sedikit mengutip dari tulisan Cak Nun, bahwa puncak kemerdekaan adalah pengetahuan tentang batasan - batasannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun